Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Membuat Perjanjian untuk Menolak Utang Ortu, Bolehkah?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Membuat Perjanjian untuk Menolak Utang Ortu, Bolehkah?

Membuat Perjanjian untuk Menolak Utang Ortu, Bolehkah?
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Membuat Perjanjian untuk Menolak Utang Ortu, Bolehkah?

PERTANYAAN

Apakah bisa seorang anak membuat perjanjian dengan orang tua agar anak terlepas dari masalah keuangan (contohnya menolak utang orang tua) dan masalah hukum yang ditimbulkan oleh orang tua? Apabila bisa, bagaimana caranya supaya perjanjian tersebut kuat di mata hukum?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam praktik, tidak jarang anak harus ikut terseret untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan orang tuanya yang masih hidup, termasuk soal utang. Namun, pertanggungjawaban ini tidak bisa serta-merta anak ikut menanggungnya, sebab harus terlebih dahulu dilihat ruang lingkup perjanjian utang piutang yang bersangkutan.

    Kemudian, bagaimana jika dibuat suatu perjanjian yang menyatakan anak melepaskan diri dari utang orang tua? Bolehkah dibuat dengan isi perjanjian yang demikian ini?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bolehkah Membuat Perjanjian untuk Melepaskan Diri dari Utang Ortu? yang dibuat oleh Taufan Adi Wijaya, S.H., M.H., C.L.A. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 22 Juli 2021.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Apakah Ahli Waris Wajib Membayar Utang Pewaris?

    Apakah Ahli Waris Wajib Membayar Utang Pewaris?

    Utang Orang Tua Tanggung Jawab Siapa?

    Perlu kami sampaikan bahwa terkait utang orang tua, jika utang tersebut diperoleh sebelum orang tua menikah, maka utang tersebut hanya menjadi tanggung jawab dari masing-masing pihak, yaitu ayah atau ibu untuk melunasinya, kecuali orang tua membuat kesepakatan untuk menentukan lain terkait masing-masing utang bawaan mereka. Ketentuan ini merujuk dari bunyi Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan sebagai berikut:

    Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Sementara itu, utang yang diperoleh setelah orang tua menikah atau selama pernikahan berlangsung, dan dalam kondisi orang tua masih hidup, menjadi tanggung jawab kedua belah pihak; ayah dan ibu. Di mana terjadi hubungan hukum antara orang tua selaku debitur dengan kreditur dalam suatu perikatan dalam bentuk perjanjian utang piutang.

    Menjawab apakah utang orang tua tanggung jawab anak, kami sampaikan utang orang tua bukan tanggung jawab anak. Anda sebagai anak tidak perlu khawatir harus ikut menanggung utang orang tua karena sesungguhnya si anak sendiri pun tidak termasuk dalam hubungan hukum utang piutang di antara debitur dengan kreditur.

    Namun, hal ini akan lain jika sebelumnya si anak telah mengetahui, setuju dan sepakat untuk terlibat dalam hubungan utang piutang tersebut, misalnya dengan menjadikan diri sebagai penanggung utang orang tua.

    Dengan begitu, si anak setuju untuk mengikatkan diri dalam memenuhi kewajiban orang tua apabila tidak berhasil memenuhi kewajibannya. Hal ini sebagaimana bunyi Pasal 1820 KUH Perdata yang mengatur:

    Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perkatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.

    Dengan demikian, apabila si anak tidak pernah mengikatkan diri untuk menjadi penanggung dalam perikatan apapun yang disepakati oleh orang tuanya, maka orang tua yang masih hidup wajib untuk melunasinya sendiri. Kemudian, secara hukum, anak tidak mempunyai kewajiban untuk turut menanggung utang orang tuanya, dan pihak kreditur juga tidak dapat menagih pelunasan utang orang tua kepada anak.

    Aspek Hukum dalam Perjanjian

    Lebih lanjut, perlu Anda pahami terlebih dahulu mengenai aspek hukum terkait perjanjian. Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata didefinisikan sebagai berikut:

    Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

    Sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, ada 4 syarat kumulatif yang diperlukan agar suatu perjanjian dapat dikatakan sah secara hukum, yaitu:

    1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
    2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
    3. mengenai suatu pokok persoalan tertentu; dan
    4. suatu sebab yang halal atau tidak terlarang.

    Subekti dalam Hukum Perjanjian menjelaskan mengenai asas konsensualisme yaitu dengan sepakat dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju, atau seiya sekata mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.

    Hukum perjanjian menganut sistem kebebasan berkontrak berdasarkan asas konsensualisme. Kebebasan ini diberikan seluas-luasnya bagi para pihak untuk mengadakan perjanjian mengenai apa saja, selama tidak melanggar syarat sahnya perjanjian, ketertiban umum, dan kesusilaan.

    Ketentuan mengenai asas kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang berbunyi:

    Semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

    Lebih lanjut, H.S. Salim dalam Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak berpendapat asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

    1. membuat atau tidak membuat perjanjian;
    2. mengadakan perjanjian dengan siapapun;
    3. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
    4. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

    Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian berhak untuk menentukan hal-hal mengenai perjanjian itu sendiri, dan dengan adanya asas pacta sunt servanda dalam Pasal 1338 KUH Perdata, maka semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

    Artinya, kedua belah pihak wajib menaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana menaati undang-undang. Akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Perjanjian juga harus menganut asas iktikad baik dan asas kepribadian sebagaimana diatur Pasal 1340 KUH Perdata yaitu bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.

    Membuat Perjanjian sebagai Cara Menolak Utang Ortu, Bolehkah?

    Menjawab pertanyaan Anda, berdasarkan utang piutang dalam perkawinan dan aspek hukum perjanjian sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya, maka menurut hemat kami, anak dapat membuat perjanjian dengan orang tua terkait hal-hal yang ingin diperjanjikan untuk dapat membatasi dan/atau menolak suatu pertanggungjawaban anak terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang tua, selama telah disetujui dan disepakati secara bersama-sama.

    Namun, perjanjian yang dibuat tersebut hanya dapat sah secara hukum apabila telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata serta patuh pada asas-asas perjanjian.

    Adapun asas-asas perjanjian meliputi asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas iktikad baik, dan asas kepribadian.

    Kami menyarankan agar perjanjian itu sebaiknya dibuat secara tertulis, agar dapat menjadi bukti yang sah apabila suatu hari terjadi suatu perselisihan atas pelaksanaan perjanjian tersebut. Oleh karena lingkup suatu perjanjian adalah keperdataan dan dalam hukum acara perdata mengenal 5 macam alat bukti yang sah, yang diatur dalam Pasal 164 HIR, yaitu:

    1. Surat;
    2. Saksi;
    3. Persangkaan;
    4. Pengakuan;
    5. Sumpah.

    Dengan demikian dalam membuat perjanjian, si anak harus memastikan bahwa klausul-klausul pada isi perjanjian tersebut telah sesuai dengan hal-hal yang diperjanjikan, saling berhubungan dan jelas dalam menentukan hak dan kewajiban, serta tidak menimbulkan kerancuan pada arti dan makna isi perjanjian yang dapat menyebabkan multitafsir bagi para pihak, agar tidak merugikan para pihak dan menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari.

    Kami menyarankan, sebaiknya si anak juga berkonsultasi dengan advokat apabila ingin membuat suatu perjanjian dengan orang tua, untuk meminimalisir risiko yang kemungkinan terjadi ke depannya.

    Demikian jawaban dari kami terkait cara menolak utang orang tua dengan langkah pembuatan surat sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Herziene Inlandsch Reglement;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

    Referensi:

    1. H.S. Salim. Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Cetakan Ketiga. Jakarta: Sinar Grafika, 2006;
    2. Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermesa, 2010.

    Tags

    kebebasan berkontrak
    utang

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!