KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perusahaan Berdomisili di Luar Indonesia, Termasuk Subjek PPh?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Perusahaan Berdomisili di Luar Indonesia, Termasuk Subjek PPh?

Perusahaan Berdomisili di Luar Indonesia, Termasuk Subjek PPh?
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perusahaan Berdomisili di Luar Indonesia, Termasuk Subjek PPh?

PERTANYAAN

Apakah perusahaan berdomisili di luar Indonesia yang bertindak sebagai subkontraktor untuk BUMN Indonesia yang menyediakan jasa untuk end-user di Vietnam harus bayar pajak penghasilan saat transfer uang ke negaranya jika proyek direalisasikan di negara ketiga (Vietnam)?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Untuk mengetahui apakah perusahaan subkontraktor yang berdomisili di luar Indonesia perlu membayar Pajak Penghasilan (“PPh”) atau tidak, maka perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan objek pajak dan subjek pajak.
     
    Pada dasarnya objek PPh adalah penghasilan yang diterima wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, termasuk imbalan yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa. Lalu, siapa saja yang dimaksud dengan subjek pajak? Apakah perusahaan subkontraktor dari luar negeri sebagaimana yang Anda tanyakan termasuk subjek pajak?
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Subkontraktor
    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, subkontraktor artinya kontraktor yang menerima pekerjaan pemborongan dari kontraktor lain yang lebih bonafide.
     
    Sementara itu, dikutip dari laman Dinas PUPR Kota Banda Aceh dalam artikel berjudul Apa Itu Kontraktor Sipil dan Sub Kontraktor, subkontraktor diartikan sebagai sebuah badan hukum atau orang yang mampu memborong pekerjaan pada bidang atau spesialisasi tertentu pada sebuah perusahaan kontraktor utama.
     
    Sehingga, dari definisi di atas kami menyimpulkan bahwa dalam kasus yang Anda tanyakan, perusahaan BUMN Indonesia bertindak sebagai kontraktor utama, dan perusahaan yang berdomisili di luar Indonesia tersebut bertindak sebagai subkontraktornya.
     
    Objek Pajak Penghasilan (“PPh”)
    Pertama, perlu Anda pahami terlebih dahulu bahwa yang jadi objek PPh adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:[1]
    1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh dan perubahannya;
    2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
    3. laba usaha;
    4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
    1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
    2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
    3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
    4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
    5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
    1. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
    2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
    3. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis;
    4. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
    5. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    6. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
    7. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
    8. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
    9. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
    10. premi asuransi;
    11. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
    12. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
    13. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
    14. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
    15. surplus Bank Indonesia.
     
    Subjek PPh
    Kemudian menyambung pertanyaan Anda, subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.[2] Perusahaan yang berdomisili di luar Indonesia termasuk subjek pajak luar negeri menurut Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (4) huruf d UU PPh yang selengkapnya berbunyi:
     
    Subjek pajak luar negeri adalah:
    1. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
     
    Sehingga secara singkat bisa disimpulkan, perusahaan yang berdomisili di luar negeri atau tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia termasuk ke dalam kategori subjek pajak luar negeri, apabila memperoleh penghasilan dari Indonesia.
     
    Pada praktiknya, dalam hubungan antara kontraktor utama dan subkontraktor, kontraktor utama berkewajiban untuk membayar subkontraktor atas pekerjaan yang dilakukan oleh subkontraktor, sebagaimana yang juga dijelaskan dalam Langkah Hukum Jika Sub Kontraktor Tidak Dibayar. Sehingga, dalam konteks pertanyaan Anda, perusahaan dengan domisili di luar Indonesia yang bertindak sebagai subkontraktor mendapatkan penghasilan berupa imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukannya dari kontraktor utama, yaitu BUMN Indonesia. Karena dalam hal ini penghasilan tersebut berasal dari Indonesia, maka perusahaan luar negeri tersebut juga merupakan subjek pajak luar negeri.
     
    Hal senada juga disampaikan oleh Hotmarojahan Sitanggang, Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI), yang menyatakan bahwa jika pembayaran imbalan atas jasa/pekerjaan dilakukan dari perusahaan di Indonesia, maka perusahaan penerima imbalan yang berdomisili di luar negeri juga terkena PPh Pasal 26.  
     
    Adapun yang dimaksud dengan PPh Pasal 26 dalam hal ini adalah ketentuan Pasal 111 angka 3 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 26 ayat (1) huruf d UU PPh yang menjelaskan bahwa atas imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh subjek pajak dalam negeri kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan. Karena BUMN Indonesia merupakan wajib pajak dalam negeri,[3] maka ketentuan ini berlaku dalam kasus yang Anda tanyakan.
     
    Kesimpulan
    Oleh karena itu, meskipun berdomisili di luar negeri, perusahaan yang berstatus sebagai subkontraktor itu tetap termasuk sebagai subjek pajak luar negeri dan penghasilan yang diterima berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang berasal dari Indonesia termasuk objek pajak.
     
    Mengingat bahwa subjek pajak dalam UU PPh disebut sebagai wajib pajak yang dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan,[4] dengan demikian kami berpendapat, perusahaan subkontraktor berdomisili di luar Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia wajib membayar PPh ketika menerima pembayaran/imbalan dari BUMN Indonesia.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tetang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah kedua kalinya dengan  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 yang diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan keempat kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
     
    Referensi:
    1. Subkontraktor, diakses pada 19 Mei 2021 pukul 16.45 WIB;
    2. Apa Itu Kontraktor Sipil dan Sub Kontraktor, diakses pada 19 Mei 2021 pukul 17.43 WIB.
     
    Catatan:
    Kami telah melakukan wawancara dengan Hotmarojahan Sitanggang, S.E., CTA, CITA, selaku Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI) via telepon, pada 20 Mei 2021, pukul 12.56 WIB.
     

    [1] Pasal 111 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tetang Pajak Penghasilan (“UU PPh”)
    [2] Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (2) UU PPh
    [3] Penjelasan Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh jo. Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh
    [4] Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

    Tags

    pajak penghasilan
    uu cipta kerja

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!