Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ini 3 Mekanisme Eksekusi Jaminan Kebendaan!

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Ini 3 Mekanisme Eksekusi Jaminan Kebendaan!

Ini 3 Mekanisme Eksekusi Jaminan Kebendaan!
Dr. Indira Retno Aryatie, S.H., M.H.Pusat Kajian Syariah FH Unair
Pusat Kajian Syariah FH Unair
Bacaan 10 Menit
Ini 3 Mekanisme Eksekusi Jaminan Kebendaan!

PERTANYAAN

Apakah eksekusi semua jenis jaminan (baik itu gadai, fidusia, dan hak tanggungan) harus selalu dilakukan lewat lelang KPKNL untuk memastikan bahwa objek jaminan dijual sesuai harga pasar? Atau bisa langsung cari pembeli saja?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Eksekusi jaminan kebendaan tidak harus dilakukan melalui lelang, melainkan dapat juga dilakukan dengan penjualan di bawah tangan jika dilaksanakan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan pemilik jaminan benda dan memenuhi beberapa persyaratan lainnya. Penjualan di bawah tangan dilakukan bilamana dengan cara ini dapat diperoleh harta tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Kami akan menjawab pertanyaan Anda dengan menjelaskan 3 mekanisme eksekusi di dalam jaminan kebendaan, yaitu:

    1. Parate Eksekusi

    Pada semua lembaga jaminan kebendaan baik gadai, hipotek, hak tanggungan dan jaminan fidusia disediakan sistem eksekusi agunan yang mudah. Bilamana debitur wanprestasi maka kreditur diberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi agunan yang mudah, sederhana, serta cepat dan itu merupakan lembaga hukum parate eksekusi. Model ini bertujuan untuk memudahkan penjualan lelang objek jaminan di hadapan umum akibat debitur wanprestasi sehingga pelunasan piutang kreditor relatif cepat.[1]Parate eksekusi merupakan eksekusi yang dapat dilakukan oleh kreditur tanpa meminta bantuan pengadilan atau proses peletakan sita jaminan. Hak eksekusi yang selalu siap sesuai dengan namanya “paraat” yang berarti hak itu siap di tangan kreditur untuk dilaksanakan.[2] Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 1155 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), Pasal 1178 KUH Perdata, Pasal 6 jo. Pasal 20 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU HT”)dan Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU JF”).

    KLINIK TERKAIT

    Penyelesaian Sengketa dengan Hukum Asing, Jaminan Kebendaannya Juga?

    Penyelesaian Sengketa dengan Hukum Asing, Jaminan Kebendaannya Juga?
    1. Titel Eksekutorial

    Di samping, parate eksekusi oleh undang-undang disediakan model eksekusi lain melalui lelang yaitu pelaksanaan titel eksekutorial dari sertifikat jaminan hipotek, sertifikat jaminan hak tanggungan dan sertifikat jaminan fidusia di mana terdapat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal ini ditegaskan pada Pasal 224 Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”)jo. 60 ayat (4)Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (“UU Pelayaran”),Pasal 20 ayat (1) huruf b UU HT dan Pasal 29 ayat (1) huruf a UU JF. Hal ini menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat hipotek, sertifikat hak tanggungan dan sertifikat jaminan fidusia sehingga jika debitur wanprestasi maka siap dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.

    Ketua pengadilan akan memberi perintah kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya, dan jika debitur mengabaikan perintah tersebut maka ketua pengadilan akan memberikan fiat eksekusi dan memerintahkan penyitaan atas objek jaminan untuk kemudian dilelang demi memperoleh pelunasan bagi piutang kreditor.[3]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Keberadaan dari model eksekusi ini harus didasarkan atas adanya sertifikat hipotek, sertifikat hak tanggungan dan sertifikat jaminan fidusia di mana keberadaan dari sertifikat tersebut diterbitkan jika dilakukan pendaftaran ke kantor pertanahan untuk hak tanggungan sebagaimana diatur pada Pasal 13 UU HT, untuk jaminan fidusia ke kantor pendaftaran fidusia sebagaimana diatur pada Pasal 11 jo. Pasal 14 UU JF, kemudian hipotek kapal ke Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal (P3BN) sebagaimana diatur pada Pasal 60 ayat (2) UU Pelayaran. Model eksekusi ini tidak terdapat pada lembaga jaminan gadai mengingat pada lembaga jaminan gadai tidak ada ketentuan tentang pendaftaran atas objek jaminan gadai.

    1. Penjualan di Bawah Tangan

    Pada jaminan gadai dimungkinkan untuk melakukan penjualan di bawah tangan, beranjak dari kalimat yang tertera di awal Pasal 1155 KUH Perdata yaitu “Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain” maka eksekusi barang gadainya dilakukan di hadapan umum. Dari ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dimungkinkan bagi para pihak untuk melakukan penjualan di bawah tangan atas objek jaminan gadai bilamana mereka memperjanjikannya.

    Selanjutnya, berdasarkan Penjelasan Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU HT pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilakukan dengan pelelangan umum karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga paling tinggi atas objek jaminan. Akan tetapi, jika melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi maka dengan menyimpangi prinsip sebagaimana pada Pasal 20 ayat (1) UU HT maka diberi kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan di bawah tangan asalkan disepakati oleh pemberi dan pemegang jaminan dan dengan memenuhi syarat-syarat lain yang harus dipenuhi. Hal ini ditegaskan pada Pasal 20 ayat (2) dan (3) UU HT.

    Pada jaminan hipotek, jika didasarkan pada Pasal 1211 KUH Perdata maka tidak dimungkinkan dilakukan penjualan sukarela, penjualan yang dibenarkan hanya dengan penjualan di muka umum. Akan tetapi, dalam praktik dimungkinan juga untuk melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek jaminan hipotek. Hal ini turut dijelaskan dalam Pilihan Proses Eksekusi Jaminan Hipotek, Hak Tanggungan, Hingga Fidusia (hal. 2).

    Sedangkan pada jaminan fidusia, diatur pada Pasal 29 ayat (1) huruf c dan ayat (2) UU JF, bahwa penjualan di bawah tangan dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang tersebar di daerah yang bersangkutan.

    Berdasarkan penjelasan di atas, kreditur dapat memilih salah satu diantara tiga metode pelaksanaan eksekusi sebagaimana telah dijelaskan di atas jika debitur wanprestasi.

    Maka, menjawab pertanyaan Anda, eksekusi jaminan kebendaan tidak harus dilakukan melalui lelang, melainkan dapat dilakukan dengan penjualan di bawah tangan. Penjualan di bawah tangan dilakukan bilamana dengan cara ini dapat diperoleh harta tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Persyaratan yang harus dipenuhi yaitu:[4]

    1. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemilik jaminan dengan kreditur.
    2. Pelaksanaan penjualan di bawah tangan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh kreditur dan atau pemilik jaminan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
    3. Diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang tersebar di daerah yang bersangkutan.
    4. Tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Herzien Inlandsch Reglement;
    3. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah;
    4. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
    5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
    6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

    Referensi:

    1. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara di Indonesia, (Surabaya: Dharma Muda), 1996;
    2. Isnaeni, Pengantar Hukum Jaminan Kebendaan, (Surabaya: Revka Petra Media), 2016;
    3. Trisadini Prasastinah Usanti dan Leonora Bakarbessy, Hukum Jaminan, (Surabaya: Revka Petra Media), 2014.

    [1] M. Isnaeni, Pengantar Hukum Jaminan Kebendaan, (Surabaya: Revka Petra Media), 2016, hal.152

    [2] M. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara di Indonesia, (Surabaya: Dharma Muda), 1996, hal. 54

    [3] Trisadini Prasastinah Usanti dan Leonora Bakarbessy, Hukum Jaminan, (Surabaya: Revka Petra Media), 2014, hal. 84

    [4] Pasal 20 UUHT dan Pasal 29 UU JF

    Tags

    fidusia
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!