Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Tanggung Jawab Pengusaha Gedung Atas Kerusakan Bangunan Hingga Menelan Korban

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Tanggung Jawab Pengusaha Gedung Atas Kerusakan Bangunan Hingga Menelan Korban

Tanggung Jawab Pengusaha Gedung Atas Kerusakan Bangunan Hingga Menelan Korban
Dr. (CN) Maju Posko Simbolon, S.H., M.H.PBH Peradi
PBH Peradi
Bacaan 10 Menit
Tanggung Jawab Pengusaha Gedung Atas Kerusakan Bangunan Hingga Menelan Korban

PERTANYAAN

Bisakah jika salah satu pengusaha gedung, baik mal, hotel, apartemen, kantor dan gedung tingkat tinggi di Indonesia diberi sanksi saat terjadinya bencana alam/human error/kerusakan gedung yang menyebabkan kematian/luka parah pada seseorang? Dan adakah sanksi pidana yang dapat mengikat pengusaha tersebut? Pasal berapa?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam hal terjadi kecelakaan yang disebabkan kelalaian pemilik dan/atau pengguna bangunan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, maka pengusaha gedung (termasuk mal, hotel, dan sebagainya) selaku pemilik dan/atau pengguna bangunan dapat dijerat sanksi pidana sesuai dengan derajat akibat kelalaiannya.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.[1] Termasuk di antaranya mal, hotel, apartemen, maupun perkantoran.

    Guna mewujudkan keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung dibebankan kewajiban penyelenggaraan gedung sebagai berikut:[2]

    KLINIK TERKAIT

    Pengertian PBG dan Sanksi Jika Bangunan Tak Memilikinya

    Pengertian PBG dan Sanksi Jika Bangunan Tak Memilikinya
    1. memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsinya;
    2. memelihara dan/atau merawat bangunan gedung secara berkala;
    3. melengkapi pedoman/petunjuk pelaksanaan pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan gedung;
    4. melaksanakan pemeriksaan secara berkala atas kelaikan fungsi bangunan gedung;
    5. memperbaiki bangunan gedung yang telah ditetapkan tidak laik fungsi; dan
    6. membongkar bangunan gedung dalam hal:
      1. telah ditetapkan tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
      2. berpotensi menimbulkan bahaya dalam pemanfaatannya;
      3. tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”); atau
      4. ditemukan ketidaksesuaian antara pelaksanaan dengan rencana teknis bangunan gedung yang tercantum dalam persetujuan saat dilakukan inspeksi bangunan gedung.

    Baca juga: IMB Diganti PBG, Ini Sanksi Jika Bangunan Tak Memilikinya

    Dalam hal pemilik bangunan gedung dan/atau pengguna bangunan tidak memenuhi kewajiban penyelenggaraan bangunan gedung di atas, maka pemilik dan/atau pengguna bangunan yang bersangkutan dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 24 angka 42 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 45 UU Bangunan Gedung sebagai berikut:[3]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dapat berupa:

    1. peringatan tertulis;
    2. pembatasan kegiatan pembangunan;
    3. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
    4. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
    5. pembekuan persetujuan bangunan gedung;
    6. pencabutan persetujuan bangunan gedung;
    7. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
    8. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau
    9. perintah pembongkaran bangunan gedung.

    Selain itu, pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung juga dapat dijerat sanksi pidana sesuai dengan derajat akibat kelalaiannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 24 angka 43 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 46 ayat (1), (2), dan (3) UU Bangunan Gedung sebagai berikut:

    1. Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang ini diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.
    2. Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang ini diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang mengakibatkan cacat seumur hidup.
    3. Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang ini diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak 20% (dua puluh per seratus) dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.

    Mencermati rumusan pasal di atas, bentuk kesalahan pemilik dan/atau pengguna gedung ialah kelalaian atau kealpaan. Artinya, pengusaha gedung sebagai pemilik dan/atau pengguna bangunan, hanya dapat dikenakan sanksi pidana hanya apabila timbulnya kerugian harta benda orang lain, kecelakaan yang mengakibatkan cacat seumur hidup, dan/atau hilangnya nyawa orang lain disebabkan oleh kelalaiannya dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang diatur dalam UU Bangunan Gedung sebagaimana telah diubah dengan UU Cipta Kerja.

    Misalnya, pemilik dan/atau pengguna bangunan lalai melaksanakan kewajiban pemeliharaan dan perawatan atap gedung perkantoran secara berkala yang diatur dalam Pasal 24 angka 39 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 41 ayat (2) huruf b UU Bangunan Gedung, sehingga atap bangunan roboh dan melukai pekerja. Atas kelalaian tersebut maka pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung dapat dijerat pidana menggunakan pasal yang kami kutip di atas.

    Sebaliknya, apabila kecelakaan dan kerugian disebabkan oleh bencana alam, misalnya banjir, longsor, dan sebagainya, maka pemilik dan/atau pengguna gedung tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana.

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
    2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

    [1] Pasal 24 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“UU Bangunan Gedung”)

    [2] Pasal 24 angka 39 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 41 ayat (2) UU Bangunan Gedung

    [3] Pasal 24 angka 41 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 44 UU Bangunan Gedung

    Tags

    bangunan gedung
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!