Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika Panic Buying Terjadi, Begini Perlindungan Konsumen

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Jika Panic Buying Terjadi, Begini Perlindungan Konsumen

Jika <i>Panic Buying</i> Terjadi, Begini Perlindungan Konsumen
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jika <i>Panic Buying</i> Terjadi, Begini Perlindungan Konsumen

PERTANYAAN

Di awal masa pandemi di Indonesia pernah terjadi panic buying. Lalu bagaimana perlindungan hukumnya untuk konsumen pada saat terjadi fenomena panic buying tersebut? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Panic buying adalah salah satu perilaku manusia yang tidak menentu selama krisis, yang terjadi ketika konsumen/pembeli membeli suatu barang dalam jumlah besar sebagai bentuk antisipasi atau setelah bencana atau saat bencana terjadi atau sebagai bentuk antisipasi dalam hal terjadi kelangkaan atau kenaikan harga barang.

    Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam hal terjadi panic buying?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Panic Buying

    KLINIK TERKAIT

    Data Aplikasi PeduliLindungi Diduga Bocor, Ini Langkah yang Bisa Dilakukan

    Data Aplikasi PeduliLindungi Diduga Bocor, Ini Langkah yang Bisa Dilakukan

    Panic buying adalah salah satu perilaku manusia yang tidak menentu selama krisis, yang terjadi ketika konsumen/pembeli membeli suatu barang dalam jumlah besar sebagai bentuk antisipasi setelah bencana atau saat bencana terjadi atau sebagai bentuk antisipasi dalam hal terjadi kelangkaan atau kenaikan harga barang, sebagaimana diterangkan oleh Sheikh Shoib dan M. Yasir Arafat dalam artikel “Behavioral Perspectives of Panic Buying” yang dimuat dalam buku Panic Buying: Perspectives and Prevention (hal. 1) sebagai berikut:

    Panic buying, also known as irrational stockpiling, stock-home syndrome, hoarding, or panic purchasing, is one of the several erratic human behaviors during crises. Panic buying occurs when buyers purchase an usually large amount of goods in anticipation of or after a disaster or perceived disaster or anticipation of a shortage of products or a large price.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam hal terjadi panic buying?

     

    Perlindungan Konsumen Saat Terjadi Panic Buying

    Sebelumnya, perlu dipahami bahwa di Indonesia, ketentuan mengenai perlindungan konsumen diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”).

    Menurut UU Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.[1]

    Selanjutnya, menjawab pokok pertanyaan Anda, sepanjang penelusuran kami, belum ada aturan yang secara spesifik mengatur mengenai perlindungan konsumen terhadap fenomena panic buying ini.

    Hanya saja, dalam praktiknya, fenomena panic buying di masyarakat menyebabkan barang-barang tertentu yang dibutuhkan masyarakat mengalami kelangkaan. Akibatnya, harga barang menjadi melambung tinggi karena tingginya permintaan atas barang tersebut, sedangkan jumlah barang yang ditawarkan tidak sebanding dengan banyaknya permintaan. Hal ini tentu merugikan konsumen lainnya karena tidak mendapatkan barang yang sesuai dengan nilai tukar yang seharusnya.

    Padahal, Pasal 4 huruf b UU Perlindungan Konsumen menegaskan setiap konsumen berhak untuk memilih serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

    Untuk memastikan hak konsumen tersebut terpenuhi dengan baik, UU Perlindungan Konsumen mengatur adanya kewajiban pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen. Dalam hal ini, pembinaan perlindungan konsumen menjadi kewajiban pemerintah yang dilaksanakan oleh Menteri Perdagangan dan/atau menteri teknis terkait.[2] Sedangkan pengawasan perlindungan konsumen selain diselenggarakan oleh pemerintah, juga dilakukan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.[3]

    Baca juga: Pengawasan Jual Beli Online, Ini Pihak yang Terlibat

     

    Hukumnya Pelaku Usaha Menimbun Barang

    Selain itu, dalam hal panic buying yang dimaksud dilakukan pelaku usaha yang sengaja memanfaatkan situasi dengan membeli barang kebutuhan masyarakat dalam jumlah besar untuk ditimbun, sehingga menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga barang, untuk kemudian diperdagangkan kembali dengan harga berkali-kali lipat dari harga aslinya untuk meraup keuntungan, ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (“UU 7/2014”).

    Padahal, secara tegas pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.[4]

    Disarikan dari Hukumnya Menimbun Masker Hingga Menyebabkan Kelangkaan dan Harga Tinggi, yang dimaksud dengan barang kebutuhan pokok adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat, seperti beras, gula, minyak goreng, mentega, daging sapi, daging ayam, telur ayam, susu, jagung, kedelai, dan garam beryodium.

    Sedangkan yang dimaksud dengan barang penting adalah barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional, seperti pupuk, semen, serta bahan bakar minyak dan gas.

    Jika penimbunan terjadi, pelaku usaha yang bersangkutan dapat dijerat pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp50 miliar.[5]

    Baca juga: Jerat Pidana Penimbun Obat Terapi COVID-19 dan Oksigen

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan;
    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

    Referensi:

    Sheikh Shoib dan M. Yasir Arafat. “Behavioral Perspectives of Panic Buying” dalam buku Panic Buying: Perspectives and Prevention. Switzerland: Springer International Publishing, 2021.


    [1] Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen

    [2] Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU Perlindungan Konsumen

    [3] Pasal 30 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen

    [4] Pasal 29 ayat (1) UU 7/2014

    [5] Pasal 107 UU 7/2014

    Tags

    perlindungan konsumen

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Panduan Mengajukan Perceraian Tanpa Pengacara

    24 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!