Salah satu perubahan dalam ketentuan outsourcing setelah berlakunya UU Cipta Kerja adalah persyaratan perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Sehubungan dengan itu, saya menanyakan hal-hal berikut:
Apa yang dimaksud izin dikeluarkan dari pemerintah pusat tersebut? Apakah artinya saat ini sudah tidak ada lagi perizinan khusus yang harus dilakukan/dimintakan kepada dinas ketenagakerjaan?
Apakah ada mekanisme pengawasan atas pelaksanaan alih daya dari dinas ketenagakerjaan untuk memastikan terpenuhinya ketentuan perlindungan terhadap tenaga kerja?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Hingga saat ini, ketentuan pelaksana terkait outsourcing atau alih daya berdasarkan UU Cipta Kerja memang belum terbit. Sehingga, dalam praktiknya masih diberlakukan ketentuan yang lama yaitu permohonan perizinan usaha perusahaan alih daya tetap diajukan melalui OSS.
Kemudian, menjawab pertanyaan kedua, benar bahwa suatu unit pengawas ketenagakerjaan di Dinas Ketenagakerjaan ditugaskan melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan usaha outsourcing.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Izin Usaha Perusahaan Outsourcing
Menyambung pertanyaan Anda, memang benar berdasarkan Pasal 81 angka 20 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 66 ayat (4), (5), dan (6) UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perusahaan alih daya atau outsourcing harus berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi izin usaha dari pemerintah pusat, ketentuan tersebut selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Namun sepanjang penelusuran kami, ketentuan lebih lanjut mengenai izin perusahaan alih daya berdasarkan turunan UU Cipta Kerja hingga saat ini belum diterbitkan. Adapun peraturan sebelumnya yang berlaku adalah Permenaker 19/2012 dan perubahannya.
Akan tetapi, Permenaker 19/2012 dan perubahannya telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Permenaker 23/2021, yang telah berlaku pada tanggal diundangkan yaitu 12 November 2021 dan berlaku surut sejak tanggal 2 Februari 2021 silam.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan harus dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan;
UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai tenggang waktu;
Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan diucapkan dan jika tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional permanen;
Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Cipta Kerja, maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali;
Menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru berkaitan UU Cipta Kerja.
Sehingga, dapat dipahami bahwa pemerintah tidak dapat menerbitkan lagi peraturan pelaksana baru terkait outsourcing sebagaimana Permenaker 19/2012 yang sudah terlanjur dicabut.
Oleh karena itu, dalam praktiknya, segala pelaksanaan outsourcing tetap merujuk pada ketentuan yang lama.
Menjawab pertanyaan Anda, izin bagi perusahaan outsourcing sepanjang penelusuran kami dapat diajukan kepada lembaga OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) Permenaker 11/2019 sebagai berikut:
Setiap Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh wajib memiliki izin usaha penyediaan jasa Pekerja Buruh.
Untuk dapat memiliki izin usaha, Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh mengajukan permohonan kepada Lembaga OSS dan memenuhi persyaratan:
badan usaha yang berbentuk badan hukum dan didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bergerak di bidang usaha penyediaan jasa Pekerja/Buruh; dan
memiliki Nomor Induk Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS.
Sementara itu, untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) bagi perusahaan alih daya adalah KBLI 78300 untuk Penyediaan Sumber Daya Manusia dan Manajemen Fungsi Sumber Daya Manusia.
Bersumber dari laman yang sama, misalnya untuk usaha skala mikro, kewajiban perizinan usahanya mencakup:
Berbentuk badan hukum;
Menerapkan standar K3L;
Menjalankan kegiatan usaha paling lambat 1 tahun setelah perizinan berusaha diterbitkan;
Mendaftarkan perjanjian alih daya kepada instansi yang berwenang;
Melaporkan perubahan data meliputi:
Nama perusahaan alih daya;
Penanggung jawab perusahaan alih daya;
Alamat perusahaan alih daya; dan/ atau
Bidang usaha.
Dengan demikian, permohonan perizinan usaha bagi perusahaan alih daya atau perusahaan outsourcing diajukan kepada lembaga OSS seperti yang telah dikemukakan di atas dan bukan kepada Dinas Ketenagakerjaan.
Yang Melakukan Pengawasan Outsourcing
Selanjutnya, menjawab pertanyaan kedua Anda, pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha outsourcing dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan. Demikian bunyi dari Pasal 33 Permenaker 19/2012:
Pengawasan pelaksanaan peraturan ini dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan.
Sepanjang penelusuran kami, pengawas ketenagakerjaan ini merupakan Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[1]
Adapun unit kerjanya berada pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota pada kementerian di bidang ketenagakerjaan,[2] atau yang sering dikenal dengan Dinas Ketenagakerjaan.
Selain itu, Dinas Ketenagakerjaan juga bisa mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran yang dilakukan perusahaan alih daya. Misalnya, perusahaan alih daya belum mendapatkan bukti pendaftaran perjanjian tapi tetap melaksanakan pekerjaan, ia akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dari Dinas Ketenagakerjaan Provinsi.[3]
Maka menjawab pertanyaan Anda, dapat disimpulkan bahwa yang melakukan pengawasan pelaksanaan outsourcing adalah pengawas ketenagakerjaan pada unit kerja pengawas ketenagakerjaan di Dinas Ketenagakerjaan.
Adapun untuk mekanisme atau tata cara pengawasan ketenagakerjaan selengkapnya diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 23 Perpres 21/2010.
Bingung menentukan keterkaitan pasal dan kewajiban bisnis Anda, serta keberlakuan peraturannya? Ketahui kewajiban dan sanksi hukum perusahaan Anda dalam satu platform integratif dengan Regulatory Compliance System dari Hukumonline, klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.