KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sumber Hukum Materiil dan Formil

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Sumber Hukum Materiil dan Formil

Sumber Hukum Materiil dan Formil
Renie Aryandani, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Sumber Hukum Materiil dan Formil

PERTANYAAN

Apa itu sumber hukum materiil dan formil? Apa saja contoh sumber hukum materiil dan formil? Lalu, sumber hukum formil yang banyak digunakan oleh hakim untuk memutuskan sebuah perkara disebut dengan apa saja?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Singkatnya, sumber hukum lebih menunjuk kepada pengertian tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal. Sumber hukum juga dapat diartikan sebagai tempat kita dapat menemukan atau menggali hukum.

    Sepanjang penelusuran kami, sumber hukum dibedakan menjadi sumber hukum materiil dan sumber hukum formil. Apa pengertian dan apa saja yang termasuk kedua sumber hukum tersebut?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formal yang dibuat oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. dan dipublikasikan pada 18 Mei 2022.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Pengertian Rule of Law dan Penerapannya di Indonesia

    Pengertian <i>Rule of Law</i> dan Penerapannya di Indonesia

    Apa itu Sumber Hukum?

    Pada hakikatnya, yang dimaksud dengan sumber hukum adalah tempat kita dapat menemukan atau menggali hukum.[1] Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya berjudul Pengantar Ilmu Hukum menjelaskan bahwa sumber hukum adalah bahan-bahan yang digunakan sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutus perkara (hal. 255).

    Berbeda dengan yang dijelaskan Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, sumber hukum sebenarnya berasal dari “dasar hukum”, “landasan hukum”, ataupun “payung hukum”. Dasar hukum atau landasan hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum (hal. 121).

    Masih bersumber dari buku yang sama, perkataan sumber hukum adalah lebih menunjuk kepada pengertian tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal (hal. 121).

    Pengertian Sumber Hukum Materiil dan Formil

    Sebelumnya, dalam TAP MPR III/2000 disebutkan sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan.[2] Sumber hukum terdiri dari sumber hukum tertulis dan tidak tertulis.[3] Adapun sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu:[4]

    1. Ketuhanan yang Maha Esa;
    2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
    3. Persatuan Indonesia; dan
    4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;
    5. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; dan
    6. Batang tubuh UUD 1945.

    Dalam Pasal 2 UU 12/2011 juga disebutkan bahwa sumber segala sumber hukum negara adalah Pancasila.

    Selanjutnya, Peter dalam buku yang sama menerangkan dalam alam pikir Anglo-American dibedakan antara sumber hukum dalam arti formil dan sumber hukum dalam arti materiil. Sumber hukum formil adalah bersifat operasional yang berhubungan langsung dengan penerapan hukum. Sementara itu, sumber hukum materiil adalah sumber berasal dari substansi hukum (hal. 257-158).

    Senada dengan penjelasan di paragraf sebelumnya, Jimly membedakan sumber hukum formil dan sumber hukum materiil. Menurutnya, kebanyakan sarjana hukum biasanya lebih mengutamakan sumber hukum formil, baru setelah itu sumber hukum materiil apabila dipandang perlu (hal. 127).

    Kemudian, berdasarkan pendapat Algra yang dikutip Sudikno Mertokusumo, sumber hukum materiil adalah tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil adalah faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalu lintas), perkembangan internasional, keadaan geografis. Hal-hal tersebut merupakan objek studi penting bagi sosiologi hukum.[5] Berkaitan dengan definisi sumber hukum materiil, Fais Yonas Bo’a dalam jurnalnya Pancasila Sebagai Sumber Hukum dalam Sistem Hukum Nasional menyebutkan bahwa sumber hukum materiil di Indonesia juga termasuk Pancasila (hal. 31).

    Sedangkan sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formil berlaku.[6]

    Faktor Riil dan Idiil Sumber Hukum Materiil

    Sejalan dengan penjelasan di atas, yang dimaksud dengan sumber hukum materiil adalah tempat dimana materiil hukum itu diambil, yaitu seluruh faktor yang membantu pembentukan isi hukum dan yang dapat menentukan isi hukum. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor idiil dan faktor riil.[7]

    Faktor idiil adalah pedoman yang tetap tentang keadilan yang harus ditaati oleh pembentuk undang-undang atau lembaga pembentuk hukum lainnya dalam menjalankan tugas-tugasnya. Sedangkan faktor riil adalah faktor-faktor kemasyarakatan yang membentuk hukum yang berasal dari keadaan yang aktual dalam lingkungan masyarakat atau faktor yang nyata hidup dalam masyarakat itu sendiri yang tunduk kepada aturan tata kehidupan masyarakat yang bersangkutan seperti struktur ekonomi, kebiasaan, hukum yang berlaku, tata-hukum negara-negara lain, keyakinan agama, kesusilaan, dan kesadaran hukum.[8]

    5 Sumber Hukum Formil

    Adapun bentuk sumber hukum formil, Jimly membedakannya menjadi (hal. 127):

    1. bentuk produk legislasi atau produk regulasi tertentu;
    2. bentuk perjanjian atau perikatan tertentu yang mengikat para pihak (contract, treaty);
    3. bentuk putusan hakim tertentu (vonis); atau
    4. bentuk-bentuk keputusan administratif (beschikking) tertentu dari pemegang kewenangan administrasi negara.

    Lebih lanjut, Theresia Ngutra dalam jurnalnya Hukum dan Sumber-sumber Hukum, mendefinisikan sumber hukum formil sebagai sumber hukum yang dilihat dari segi bentuknya yang lazim terdiri dari (hal. 210):

    1. Undang-undang

    Suatu perundang-undangan menghasilkan peraturan yang bercirikan:

    • bersifat umum dan komprehensif;
    • bersifat universal untuk menghadapi peristiwa yang akan datang belum jelas bentuk konkretnya;
    • memiliki kekuatan mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri, adalah lazim jika peraturan mencantumkan klausul yang memungkinkan dilakukan peninjauan kembali.
    1. Kebiasaan

    Kebiasaan adalah perbuatan tetap dilakukan berulang-ulang dalam masyarakat mengenai hal tertentu. Apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan selalu dilakukan berulang-ulang karena dirasakan sebagai sesuatu yang memang seharusnya, penyimpangan dari kebiasaan dianggap pelanggaran hukum yang hidup dalam masyarakat. Timbullah suatu kebiasaan hukum yang oleh pergaulan hidup masyarakat dipandang sebagai hukum (hal. 204).

    Hukum adat termasuk dalam hukum kebiasaan. Kadang-kadang kebiasaan disebut sebagai istilah adat. Hukum adat adalah hukum tak tertulis yang sejak lama ada di masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib (hal. 205).

    1. Traktat

    Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih, bila diadakan dua negara saja dinamakan perjanjian bilateral, sedangkan bila diadakan lebih dari dua negara dinamakan perjanjian multilateral (hal. 206). Traktat bisa jadi hukum formil jika memenuhi syarat formil seperti dengan ratifikasi (hal. 207).

    1. Yurisprudensi

    Yurisprudensi adalah putusan hakim (pengadilan) yang memuat peraturan sendiri kemudian diakui dan dijadikan dasar putusan hakim lain dalam perkara yang sama. Apabila kemudian putusan pertama itu mendapat perhatian dari masyarakat maka lama kelamaan jadi sumber yang memuat kaidah yang oleh umum diterima sebagai hukum (hal. 205).

    Mengapa hakim memakai putusan hakim lain sebelumnya atau yurisprudensi? Karena beberapa hal berikut ini (hal. 205):

    • Pertimbangan Psikologis

    Karena keputusan hakim mempunyai kekuatan hukum, terutama keputusan tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap.

    • Pertimbangan Praktis

    Karena dalam kasus yang sama sudah pernah dijatuhkan putusan oleh hakim terlebih dahulu apabila putusan itu sudah diperkuat oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, maka lebih praktis kalau hakim berikutnya memberikan dengan putusan yang sama.

    Sebaliknya, bila keputusan hakim yang tingkatnya lebih rendah memberi keputusan yang berbeda dengan putusan hakim yang lebih tinggi, maka keputusan itu berpotensi akan dimintakan banding atau kasasi.

    • Pendapat yang Sama

    Karena hakim yang bersangkutan sependapat dengan isi keputusan hakim lain yang terlebih dahulu.

    1. Doktrin

    Doktrin adalah ahli-ahli hukum ternama yang punya pengaruh dalam pengambilan putusan pengadilan. Dalam pertimbangan hukum putusan pengadilan, seringkali hakim menjadikan pendapat ahli-ahli yang terkenal sebagai alasan putusannya, yaitu dengan mengutip pendapat-pendapat para ahli hukum tersebut. Dengan demikian putusan pengadilan terasa lebih berwibawa (hal. 208).

    Perlu diingat, doktrin yang belum digunakan hakim dalam mempertimbangkan keputusannya belum merupakan sumber hukum formil. Jadi, untuk dapat jadi sumber hukum formil, doktrin harus memenuhi syarat tertentu yaitu doktrin yang telah menjadi putusan hakim (hal. 208).

    Sumber Hukum Formil yang dapat digunakan Hakim

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, sumber hukum formil yang banyak digunakan oleh hakim untuk memutuskan sebuah perkara adalah undang-undang, kebiasaan, traktrat, yurisprudensi, dan doktrin.

    Biasanya, hakim dalam memutuskan perkara didasarkan pada undang-undang, perjanjian internasional, dan yurisprudensi. Apabila ternyata tidak ada sumber tersebut yang bisa memberikan jawaban tentang hukumnya, maka dicari pendapat para sarjana hukum atau ilmu hukum (hal. 208).

    Ilmu hukum adalah sumber hukum tetapi bukan hukum seperti undang-undang karena tidak mempunyai kekuatan mengikat. Meskipun tidak mempunyai kekuatan mengikat hukum, tetapi ilmu hukum itu cukup berwibawa karena dapat dukungan para sarjana hukum (hal. 208).

    Dengan demikian, bisa saja dikatakan bahwa sumber hukum formil yang banyak digunakan oleh hakim untuk memutuskan sebuah perkara disebut dengan undang-undang, perjanjian atau traktat, dan yurisprudensi.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan;
    3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

    Referensi:

    1. Fais Yonas Bo’a. Pancasila sebagai Sumber Hukum dalam Sistem Hukum Nasional. Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 1, Maret 2018;
    2. Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 2015;
    3. Ojak Nainggolan. Pengantar Ilmu Hukum. Medan: UHN Press, 2010;
    4. Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum, Edisi Revisi. Jakarta: Prenada Media Group, 2015;
    5. Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2010;
    6. Theresia Ngutra. Hukum dan Sumber-sumber Hukum. Jurnal Supremasi, Volume XI Nomor 2, Oktober 2016.

    [1] Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2010, hal. 107

    [2] Pasal 1 ayat (1) Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan (“TAP MPR III/2000”)

    [3] Pasal 1 ayat (2) TAP MPR III/2000

    [4] Pasal 1 ayat (3) TAP MPR III/2000

    [5] Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2010, hal. 108

    [6] Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2010, hal. 108

    [7] Ojak Nainggolan. Pengantar Ilmu Hukum. Medan: UHN Press, 2010, hal. 30

    [8] Ojak Nainggolan. Pengantar Ilmu Hukum. Medan: UHN Press, 2010, hal. 30

    Tags

    ilmu hukum
    dasar hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!