Apa hukumnya jika dalam sebuah platform berbayar seperti Spotify atau Apple Music ada lagu-lagu remix bukan buatan pencipta? Bukankah ini melanggar hukum hak cipta jika dilakukan tanpa izin pencipta? Jika pelanggaran, apakah pencipta bisa menuntut pembuat lagu remix sekaligus platform?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Indikator suatu aplikasi streaming musik dikatakan telah melanggar hak cipta terdapat pada ketersediaan izin atau lisensi dan/atau telah membayarkan royalti kepada pemegang hak cipta dan/atau Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Apabila aplikasi streaming musik terbukti tidak melakukan pembayaran royalti dan/atau mendapatkan lisensi atas penggunaan hak ekonomi berupa mechanical rights dan performing rights, apa akibat hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Terlebih dahulu kami sampaikan bahwa di dalam aplikasi streaming musik setidak-tidaknya terdapat dua penggunaan hak ekonomi atas suatu ciptaan lagu berupa:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pengumuman ciptaan atau performing rights, merupakan hak yang diberikan untuk mempergunakan suatu karya cipta meliputi kegiatan menyanyikan, memutar, dan/atau memperdengarkan lagu untuk tujuan komersil;[1] dan
Pengaransemenan atau pentransformasian ciptaan atau mechanical rights, meliputi kegiatan melakukan mengalihwujudkan suatu karya cipta yang sudah ada menjadi suatu karya cipta baru.[2]
Agar dapat menggunakan hak ekonomi berupa pengumuman ciptaan/performing rights dan/atau pengaransemenan atau pentransformasian ciptaan/mechanical rights atas ciptaan lagu tersebut, maka pengguna tersebut wajib mendapatkan izin tertulis berupa lisensi dan/atau membayarkan kompensasi berupa royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemegang hak terkait (“pemegang hak”) sebagaimana diatur sebagai berikut:
Kecuali diperjanjikan lain, pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2).
Pasal 80 ayat (3) UU Hak Cipta
Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai kewajiban penerima Lisensi untuk memberikan Royalti kepada Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait selama jangka waktu Lisensi.
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional
Namun dalam praktiknya, penggunaan hak ekonomi berupa performing rights dan/atau mechanical rights tidak selalu didahului dengan persetujuan dari pencipta. Hal tersebut dikarenakan di dalam industri musik terdapat beberapa pihak yang terlibat dan memiliki perannya masing-masing untuk mengkomersialisasikan suatu ciptaan.
Penggunaan hak ekonomi berupa performing rights dilakukan dengan membayarkan sejumlah royalti kepada pemegang hak melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (“LMKN”), lembaga yang mendapatkan kewenangan atributif dari UU Hak Cipta, untuk mengelola royalti.[3]
Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan mengajukan permohonan lisensi kepada pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait melalui LMKN, dan tetap membayar royalti melalui LMKN.[4]
Namun untuk penggunaan secara komersial untuk suatu pertunjukan dapat menggunakan lagu dan/atau musik tanpa perjanjian lisensi dengan tetap membayar royalti melalui LMKN dan harus dilakukan segera setelahnya.[5]
Sedangkan penggunaan hak ekonomi berupa mechanical rights, dilakukan dengan membuat perjanjian lisensi serta membayarkan sejumlah royalti langsung kepada pencipta.
Dalam praktiknya, pencipta umumnya telah mengalihkan sebagian atau sepenuhnya hak ekonomi untuk mengkomersialisasikan ciptaannya kepada pemegang hak cipta dalam hal ini publisher atau produser atau pihak lainnya, sehingga seorang yang ingin melaksanakan mechanical rights, wajib mendapatkan lisensi dan membayarkan royalti melalui pemegang hak cipta.[6]
Meskipun begitu, adakalanya pemberian lisensi serta pembayaran royalti untuk melaksanakan hak ekonomi berupa mechanical rights dilakukan melalui LMKN. Contohnya terhadap media berbasis internet (over the top) seperti YouTube yang membayarkan penggunaan hak ekonomi berupa mechanical rights melalui LMKN. Hal tersebut dikarenakan YouTube melaksanakan mechanical rights secara masif yang mengakibatkan YouTube tidak dapat menjangkau seluruh pencipta dan/atau pemegang hak cipta untuk mengadakan perjanjian lisensi mechanical rights.
Menjawab pertanyaan Anda, maka perlu dilakukan penelusuran terlebih dahulu apakah aplikasi streaming musik seperti Spotify dan Apple Music sebagaimana Anda sebutkan telah melakukan pembayaran royalti dan/atau mendapatkan lisensi atas penggunaan hak ekonomi berupa mechanical rights dan performing rights.
Apabila aplikasi streaming musik terbukti tidak melakukan pembayaran royalti dan/atau mendapatkan lisensi atas penggunaan hak ekonomi berupa mechanical rights dan performing rights, maka pemegang hak dapat mengajukan gugatan pelanggaran hak cipta melalui Pengadilan Niaga atau mengajukan laporan pelanggaran hak cipta ke polisi atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Sebaliknya, apabila terbukti bahwa suatu aplikasi streaming musik telah mendapatkan lisensi dan/atau membayarkan royalti atas penggunaan hak ekonomi berupa mechanical rights dan performing rights, maka aplikasi streaming musik tersebut berhak menggunakan hak ekonomi atas ciptaan lagu di dalam aplikasi tersebut.