Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Luas Rumah KPR Berbeda dengan di IMB, Ini Konsekuensinya

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Luas Rumah KPR Berbeda dengan di IMB, Ini Konsekuensinya

Luas Rumah KPR Berbeda dengan di IMB, Ini Konsekuensinya
Dr. Faizal Kurniawan S.H., M.H. LL.M.Pusat Kajian Hukum Bisnis FH Unair
Pusat Kajian Hukum Bisnis FH Unair
Bacaan 10 Menit
Luas Rumah KPR Berbeda dengan di IMB, Ini Konsekuensinya

PERTANYAAN

Saya akan membeli rumah KPR subsidi. Menurut info developer, ukuran rumah adalah 42 m2, sedangkan yang tertera di IMB adalah 36 m2. Alasan mereka memanipulasi agar bisa disertakan ke dalam KPR subsidi. Sampai di sini menurut saya sudah terjadi ketidaksesuaian antar bangunan asli dengan IMB. Bagaimanakah aturan hukumnya? Dan apakah hal ini akan menjadi masalah di kemudian hari apabila saya tetap membeli rumah tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perlu kami luruskan bahwa izin mendirikan bangunan (“IMB”) dalam UU Cipta Kerja sudah tidak berlaku dan diganti dengan perizinan bangunan gedung (“PBG”). Akan tetapi jika memang IMB sudah terbit, maka IMB tetap berlaku. Adapun, jika terdapat ketidaksesuaian luas bangunan rumah antara fakta di lapangan dengan data yang termuat di IMB, pihak developer dan juga pembeli dapat dikenai sanksi baik sanksi administratif maupun sanksi pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Syarat Luas Bangunan Rumah KPR Bersubsidi

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa objek sengketa yaitu rumah KPR bersubsidi ini sudah dibangun sebelum berlakunya Permen PUPR 35/2021 yang menghapus KPR bersubsidi. Dengan demikian, berdasarkan atas asas non retroaktif, peraturan yang akan kami bahas untuk menjawab pertanyaan Anda adalah Permen PUPR 20/PRT/M/2019.

    KLINIK TERKAIT

    Batal Beli Rumah karena Force Majeure, Dapatkah Uang Kembali?

    Batal Beli Rumah karena <i>Force Majeure</i>, Dapatkah Uang Kembali?

    KPR bersubsidi menurut Pasal 1 angka 2 Permen PUPR 20/PRT/M/2019 berbunyi:

    Kredit/Pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi yang selanjutnya disebut KPR bersubsidi adalah kredit/pembiayaan pemilikan rumah yang mendapat bantuan dan/atau kemudahan pemilikan rumah dari pemerintah berupa dana murah jangka panjang dan/atau subsidi pemilikan rumah yang diterbitkan oleh bank pelaksana baik secara konvensional maupun dengan prinsip syariah.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Adapun syarat-syarat KPR bersubsidi tentang luas tanah maupun bangunan diatur dalam Pasal 18 dan Pasal 19 Permen PUPR 20/PRT/M/2019 yang berbunyi :

    Pasal 18

    (1) Kepemilikan Rumah Umum Tapak dan Sarusun Umum yang diperoleh melalui KPR Bersubsidi harus memenuhi persyaratan pengaturan mengenai luas tanah, luas lantai, harga jual Rumah Umum Tapak atau Sarusun Umum, lokasi Rumah Umum Tapak atau Sarusun Umum, bangunan rumah, prasarana, sarana, dan utilitas umum.

    (2) Dalam hal terdapat kelebihan luas tanah dan peningkatan mutu bangunan, harga jual tidak melebihi batasan harga yang telah ditetapkan.

    (3) Harga jual rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harga jual rumah sesuai dengan akta jual beli atau perjanjian pendahuluan/pengikatan jual beli.

    (4) Harga jual Rumah Umum Tapak atau Sarusun Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk pajak pertambahan nilai.

    (5) Ketentuan harga jual Rumah Umum Tapak dan Sarusun Umum yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai sesuai dengan ketentuan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

    Pasal 19

    Batasan luas tanah, luas lantai, dan harga jual Rumah Umum Tapak dan Sarusun Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

    Sedangkan untuk aturan tentang luas tanah dan bangunan diatur lebih rinci pada Lampiran huruf C Kepmen PUPR 995/Kpts/M/2021:

    NO

    Jenis Rumah

    Luas Tanah (M2)

    Luas Lantai Rumah (M2)

    Paling Rendah

    Paling Tinggi

    Paling Rendah

    Paling Tinggi

    1

    Rumah Umum Tapak

    60

    200

    21

    36

    2

    Satuan Rumah Susun Umum

    -

    -

    21

    36

    Berdasarkan pertanyaan yang Anda sampaikan, kami asumsikan bahwa Izin Mendirikan Bangunan (“IMB”) rumah KPR tersebut sudah terbit.

    Namun demikian, perlu Anda ketahui bahwa sejak UU Cipta Kerja diundangkan pada, ketentuan IMB telah dihapus dan diganti dengan Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”). Namun, berdasarkan Pasal 346 PP 16/2021 sebagai aturan pelaksana dari UU Cipta Kerja, jika IMB sudah terbit maka IMB tersebut tetap berlaku. Sehingga, apabila dalam kasus ini kita asumsikan IMB sudah terbit, maka IMB tersebut tetap berlaku sebagaimana mestinya yang diatur dalam UU Bangunan Gedung.

    Adapun, berdasarkan definisi bangunan gedung dalam Pasal 24 angka 1 UU Cipta Kerja yang dimaksud adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

    Berdasarkan pertanyaan Anda, rumah KPR bersubsidi termasuk kategori bangunan gedung yakni dalam bentuk hunian atau tempat tinggal sehingga wajib memenuhi syarat pembangunan bangunan gedung yaitu harus memenuhi standar teknis bangunan gedung.[1]

    Konsekuensi Jika Luas Rumah KPR Bersubsidi Berbeda dengan IMB

    Perlu Anda ketahui, konsekuensi yang timbul jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka akan dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Ketentuan mengenai sanksi administratif dalam UU Bangunan Gedung telah diperbaharui oleh UU Cipta Kerja.

    Sanksi Administratif

    Setiap penyedia jasa konstruksi yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung akan dikenai sanksi administratif.[2]

    Sanksi yang dikenakan dalam Pasal 24 angka 42 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 45 ayat (1) UU Bangunan Gedung adalah sebagai berikut:

    1. Peringatan tertulis;
    2. Pembatasan kegiatan pembangunan;
    3. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;
    4. Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
    5. Pembekuan persetujuan bangunan gedung;
    6. Pencabutan persetujuan bangunan gedung;
    7. Pembekuan SLF bangunan gedung;
    8. Pencabutan SLF fungsi bangunan gedung; atau
    9. Perintah pembongkaran bangunan gedung.

    Kemudian berdasarkan Lampiran E Permen PUPR 20/PRT/M/2019 memuat mengenai lampiran Surat Pernyataan Pemohon KPR Bersubsidi. Salah satu klausanya menyatakan bahwa semua dokumen persyaratan untuk memperoleh subsidi (dalam kasus ini kita asumsikan termasuk IMB) harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya, jika nantinya ditemukan ketidaksesuaian maka pemohon KPR bersubsidi harus bersedia mengembalikan seluruh subsidi dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Sanksi Pidana

    Dengan demikian dalam hal kasus ini baik developer dan/atau pembeli berpotensi dapat dikenai sanksi, bahkan sanksi pidana. Pihak developer berpotensi dapat dikenakan ketentuan pidana dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

    Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuai kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

    Dalam hal ini, apabila developer memiliki niat dengan rangkaian kebohongan, memanipulasi data terkait luasan rumah yang diperjualbelikannya, baik dengan maksud untuk menguntungkan dirinya sendiri (agar unit rumah cepat laku) atau orang lain, dalam hal ini pembeli, agar memperoleh kredit KPR bersubsidi segera cair yang mana jika berdasarkan ketentuan yang ada, kredit itu berpotensi tidak dapat diberikan karena tidak memenuhi persyaratan  yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam hal demikian, maka developer dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan dalam Pasal 378 KUHP.

    Lebih jauh lagi dalam hal apabila pengajuan kredit berupa KPR bersubsidi itu nantinya secara administrasi dituangkan dalam suatu akta otentik, antara lain akta perjanjian kredit secara notariil, maka terhadap pihak developer berpotensi dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 264 ayat (1) KUHP, sedangkan dalam hal pembeli mengetahuinya dan menyetujui tindakan developer, dapat dikenai ketentuan mengenai penyertaan dalam tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP.

    Satu hal yang perlu dipahami oleh pembeli, pada saat pengajuan KPR bersubsidi, sebelum pengajuan disetujui oleh pihak bank pemberi kredit, tentunya akan diawali dengan proses administrasi dan survei lapangan, dimana dalam hal apabila ditemukan adanya perbedaan luasan hasil pengukuran dari tim survei/ tim teknis yang ditunjuk oleh pihak bank pemberi kredit dengan luasan yang tercantum dalam IMB, maka ada kemungkinan pengajuan KPR bersubsidi akan ditolak, sehingga pembeli berpotensi dirugikan akibat hal ini.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
    3. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002;
    5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 20/PRT/M/2019 Tentang Kemudahan Dan Bantuan Pemilikan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 35 Tahun 2021 tentang Kemudahan dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah;
    6. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 995 /Kpts/M/2021 Tentang Batasan Penghasilan Tertentu, Suku Bunga/Marjin Pembiayaan Bersubsidi, Masa Subsidi, Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah, Batasan Luas Tanah, Batasan Luas Lantai, Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak Dan Satuan Rumah Susun Umum, Dan Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka

    [1] Pasal 24 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”)

    [2] Pasal 24 angka 41 UU Cipta Kerja

    Tags

    bangunan
    bangunan gedung

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    15 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!