Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya Jika Yayasan Telat Bayar Gaji Karyawan

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Hukumnya Jika Yayasan Telat Bayar Gaji Karyawan

Hukumnya Jika Yayasan Telat Bayar Gaji Karyawan
Mochammad Ridwan, S.H., M.H.Klinik Hukum Universitas Pancasila
Klinik Hukum Universitas Pancasila
Bacaan 10 Menit
Hukumnya Jika Yayasan Telat Bayar Gaji Karyawan

PERTANYAAN

  1. Bisakah yayasan didenda kalau telat bayar gaji karyawan?
  2. Apa hukumnya jika yayasan tidak membayar BPJS ketenagakerjaan?
  3. Apakah yayasan juga tunduk pada UU Ketenagakerjaan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Yayasan termasuk sebagai pemberi kerja atau perusahaan dalam UU Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, segala hal yang berkaitan dengan hak-hak karyawan yayasan termasuk pembayaran gaji karyawan tunduk pada UU Ketenagakerjaan dan peraturan turunannya.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Karyawan Yayasan Berhak Terima Gaji

    Berdasarkan Pasal 2 UU Yayasan, organ yayasan terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas. Dalam tindakan kepengurusan serta kegiatan operasional sehari-hari yayasan diemban oleh pengurus, di mana pengurus bertanggung jawab penuh dalam pengelolaan yayasan. Pengurus yayasan juga tidak boleh merangkap sebagai pembina atau pengawas.[1]

    KLINIK TERKAIT

    Karyawan Sakit Tetap Berhak Terima Gaji, Ini Aturannya

    Karyawan Sakit Tetap Berhak Terima Gaji, Ini Aturannya

    Berjalannya kegiatan yayasan tentu tidak terlepas dari peran para karyawan yayasan. Pengurus tidak mungkin melaksanakan kegiatan sosial yayasan tanpa bantuan dari perangkat di bawahnya. Konsep ini sama dengan organ direksi PT yang tidak mungkin untuk melaksanakan kegiatan usaha PT tanpa dibantu karyawan.

    Ketentuan masalah gaji secara eksplisit telah dituangkan dalam Pasal 5 ayat (1) UU 28/2004 yang selengkapnya berbunyi:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.

    Namun ada pengecualian yang dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar yayasan bahwa pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal pengurus yayasan:[2]

    1. bukan pendiri yayasan dan tidak terafiliasi (hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat ketiga, baik horizontal maupun vertikal) dengan pendiri, pembina, dan pengawas; dan
    2. melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh (melaksanakan tugas kepengurusan sesuai ketentuan hari dan jam kerja yayasan bukan bekerja paruh waktu/part time).

    Adapun penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium ditetapkan oleh pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan yayasan.[3]

    Dikutip dari Karyawan Yayasan Boleh Digaji, ketentuan Pasal 5 UU Yayasan (sebelum perubahan) bersifat rigid dan dapat diinterpretasikan, kekayaan yayasan dilarang untuk dialihkan atau dibagikan secara langsung kepada pihak-pihak yang disebutkan. Akibatnya, karyawan yayasan juga tidak akan bisa menikmati hasil kerja kerasnya tiap bulan (hal. 1).

    Masih dalam laman yang sama, Abdul Gani Abdullah, Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Depkeh HAM pada periode itu menjelaskan bahwa karyawan yayasan boleh digaji. Larangan menerima gaji hanya berlaku untuk organ yayasan (hal. 1).

    Abdul Gani berpendapat organ yayasan tidak boleh digaji, kecuali anggota organ yayasan. Seperti kalau di rumah sakit, dokter harus dibayar karena keahliannya yang bekerja. Begitu juga seorang profesor yang menjadi ketua yayasan dan dia menjadi dosen di universitas di mana yayasan didirikan (hal. 2).

    Untuk penggajian karyawan yayasan, alokasinya diambil dari anggaran-anggaran yayasan itu sendiri. Abdul Gani menjelaskan bahwa komponen gaji karyawan yayasan masuk ke salah satu anggaran pengeluaran Yayasan (hal. 2).

    Apabila ketentuan Pasal 5 UU Yayasan lama diterapkan, dikhawatirkan tidak akan ada yang bersedia menjadi pengurus yayasan secara cuma-cuma, sementara untuk jabatan pengurus dan karyawan yang telah meluangkan waktu serta tenaganya tidak mendapatkan balasan yang setimpal.[4]

    Sehingga, revisi UU Yayasan dalam UU 28/2004 menambahkan pengecualian, artinya tidak dilarang jika pengurus atau karyawan diberikan gaji, upah atau honorarium dengan kriteria tertentu.

     

    Langkah Hukum Jika Yayasan Telat Bayar Gaji

    Sementara itu, jika melihat dari ketentuan UU Ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.[5]

    Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.[6]

    Menurut hemat kami, yayasan termasuk sebagai pemberi kerja, yang menurut UU Ketenagakerjaan wajib membayar upah kepada karyawan.

    Jika yayasan sebagai pemberi kerja telat membayar gaji karyawannya, Anda dapat membaca Langkah Hukum Jika Gaji Tak Dibayar Pengusaha untuk mengetahui langkah hukum tepat yang bisa dilakukan untuk mendapatkan pembayaran gaji karyawan, berikut denda yang dikenakan bagi yayasan yang telat bayar gaji.

    Sementara itu, tidak ada alasan bahwa gaji boleh tidak dibayarkan karena yayasan tidak punya uang. Justru ini dapat menimbulkan perselisihan hubungan industrial, dan karyawan berhak menuntut pembayaran gaji.

    Baca juga: THR Belum Dibayar, Bisakah Jadi Dasar untuk Mempailitkan Perusahaan?

     

    Sanksi Administratif Tidak Mendaftarkan BPJS Ketenagakerjaan

    Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 orang atau lebih, atau membayar upah minimal Rp1 juta sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja, demikian yang disarikan dari Masih Haruskah Perusahaan Mendaftar BPJS Jika Sudah Ikut Asuransi Lain?

    Karena yayasan juga sebagai pemberi kerja atau dalam hal ini pengusaha, kami berpendapat, yayasan wajib mendaftarkan karyawannya dan wajib memungut maupun membayar iuran dan menyetorkannya kepada BPJS.[7]

    Lebih lanjut, bersumber dari laman yang sama, program yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan terdiri atas:

    1. jaminan kecelakaan kerja;
    2. jaminan hari tua;
    3. jaminan pensiun;
    4. jaminan kematian; dan
    5. jaminan kehilangan pekerjaan.

    Menjawab pertanyaan Anda, kami mengasumsikan “tidak membayar BPJS” dalam artian “tidak mendaftarkan BPJS”. Maka, apabila benar yayasan tidak mendaftarkan BPJS Ketenagakerjaan, ia akan diberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu.[8]

     

    Apakah Yayasan Tunduk Pada UU Ketenagakerjaan?

    Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya mengenai yayasan telat bayar gaji karyawan serta berangkat dari definisi yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.[9]

    Kemudian merujuk pula pada pengertian pemberi kerja maupun perusahaan dalam UU Ketenagakerjaan,[10] maka terdapat benang merah dengan yayasan itu sendiri.

    Dengan demikian, yayasan dapat dikategorikan sebagai pemberi kerja atau perusahaan, sehingga Yayasan tunduk pada UU Ketenagakerjaan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

      1.  
    1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan;
    2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
    4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

     

    Referensi:

    Rudhi Prasetya. Yayasan dan Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.


    [1] Pasal 31 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU Yayasan”)

    [2] Pasal 5 ayat (2) dan penjelasannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (“UU 28/2004”)

    [3] Pasal 5 ayat (3) UU 28/2004

    [4] Rudhi Prasetya. Yayasan dan Teori dan Praktik. Jakarta:  Sinar Grafika, 2014, hal. 71

    [5] Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [6] Pasal 1 angka 4 UU Ketenagakerjaan

    [7] Pasal 19 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU BPJS”)

    [8] Pasal 17 ayat (1) dan (2) UU BPJS

    [9] Pasal 1 angka 1 UU Yayasan

    [10] Pasal 1 angka 4 dan 6 UU Ketenagakerjaan

    Tags

    gaji
    pengupahan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!