Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hak Asasi Manusia: Pengertian, Sejarah, dan Prinsipnya

Share
copy-paste Share Icon
Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia: Pengertian, Sejarah, dan Prinsipnya

Hak Asasi Manusia: Pengertian, Sejarah, dan Prinsipnya
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hak Asasi Manusia: Pengertian, Sejarah, dan Prinsipnya

PERTANYAAN

Di media sosial sering banget dikoar-koarkan soal hak asasi manusia. Saya jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa yang dimaksud dengan hak asasi manusia? Sejak kapan konsep hak asasi manusia ini muncul? Mohon penjelasannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Hak asasi manusia (“HAM”) adalah hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, melekat pada diri manusia sejak manusia ada di muka bumi, dan tidak dapat dihilangkan. Namun, dari mana asal muasal pemikiran HAM tersebut? Bagaimana sejarah perkembangan HAM dan prinsip dasar HAM?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pengertian Hak Asasi Manusia

    Hak asasi manusia (“HAM”) adalah hak dasar atau pokok yang dimiliki manusia. Secara harfiah, istilah HAM berasal dari bahasa Prancis “droits de ‘I home” , dalam bahasa Inggris “human rights” , dan dalam bahasa Arab “huquq al- insan”. HAM merupakan hak yang melekat pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan HAM dibawa sejak manusia ada di muka bumi, sehingga HAM bersifat kodrati dan bukan pemberian manusia atau negara.[1]

    KLINIK TERKAIT

    17 Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dan Penjelasannya

    17 Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dan Penjelasannya

    Berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai arti HAM:

    1. Baharudin Lopa

    HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta, yakni hak yang sifatnya kodrati.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. John Locke

    Manusia sejak dilahirkan telah memiliki kebebasan dan hak-hak asasi. Hak asasi tersebut adalah kehidupan, kemerdekaan dan harta milik. Hak ini merupakan hak yang dimiliki manusia secara alami, yang inheren pada saat kelahirannya dan HAM tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, dan tidak dapat diperoleh atau dicabut oleh negara, terkecuali atas persetujuan pemiliknya.[3]

    1. Mariam Budiarjo

    HAM adalah hak yang dimiliki oleh manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran dan kehadirannya dalam hidup masyarakat. Hak ini ada pada manusia tanpa membedakan bangsa, ras, agama, golongan, jenis kelamin, karena itu bersifat asasi dan universal. Dasar dari semua hak asasi adalah bahwa semua orang harus memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya.[4]

    Baca juga: Mengenal Perbedaan Hak Warga Negara dan Hak Asasi Manusia

    Sejarah Perkembangan HAM

    Seorang ahli hukum Prancis, Karel Vasak membagi perkembangan substansi hak-hak yang terkandung dalam konsep HAM. Karel Vasak menggunakan istilah “generasi” untuk menunjukkan ruang lingkup hak yang diprioritaskan dalam suatu zaman. Kategori generasi tersebut terinspirasi dari slogan Revolusi Prancis yakni “kebebasan, persamaan, dan persaudaraan”.[5]

    Berikut adalah pembagian generasi HAM menurut Karel Vasak:

    1. Generasi Pertama HAM

    Kebebasan atau hak-hak generasi pertama mewakili hak sipil dan politik, yaitu HAM yang bersifat klasik. Hak tersebut muncul dari tuntutan untuk melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara yang muncul di Amerika Serikat dan Prancis pada abad ke-17 dan ke-18. Hak yang termasuk dalam generasi pertama adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan bergerak, hak suaka dari penindasan, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, kebebasan untuk berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari hukum yang berlaku surut, dan hak mendapatkan proses peradilan yang adil.[6]

    Hak pada generasi pertama disebut dengan hak-hak negatif, yakni merujuk pada tidak adanya campur tangan negara terhadap hak dan kebebasan individual. Hak ini menjamin ruang kebebasan bagi individu untuk menentukan dirinya sendiri. Dalam pengertian lain, negara tidak boleh berperan aktif (positif) terhadap individu. Jika negara ikut berperan atau campur tangan, maka dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak dan kebebasan tersebut.[7]

    1. Generasi Kedua HAM

    Generasi kedua HAM menganut prinsip persamaan dan mewakili perlindungan bagi hak ekonomi, sosial dan budaya. Berbagai hak tersebut muncul dari tuntutan agar negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar setiap orang, mulai dari makan sampai pada kesehatan.

    Berbeda dengan generasi pertama, pada generasi kedua HAM, negara justru harus bertindak aktif, agar hak tersebut dapat terpenuhi atau tersedia. Hak generasi kedua dikenal dengan bahasa yang positif yaitu “hak atas” atau “right to”, bukan dalam bahasa negatif yaitu “bebas dari” atau “freedom from”. Hak yang diakui dalam generasi kedua HAM adalah hak atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat, dan hak atas perlindungan hasil karya ilmiah, kesusasteraan, dan kesenian.[8]

    Hak generasi kedua HAM dikatakan sebagai “hak-hak positif”. Artinya, pemenuhan hak sangat membutuhkan peran aktif dan keterlibatan dari negara. Sebagai contoh, untuk memenuhi hak atas pekerjaan bagi setiap orang, negara harus membuat kebijakan ekonomi yang dapat membuka lapangan kerja. Hal tersebut adalah contoh peran negara secara aktif dalam memenuhi HAM.[9]

    1. Generasi Ketiga HAM

    Persaudaraan atau hak-hak generasi ketiga mewakili tuntutan hak solidaritas atau hak bersama. Hak tersebut muncul dari tuntutan negara berkembang atau dunia ketiga atas tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan atas hak solidaritas tersebut, negara berkembang menginginkan adanya tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif untuk menjamin hak atas pembangunan, hak atas perdamaian, hak atas sumber daya alam sendiri, hak atas lingkungan hidup yang baik, serta hak atas warisan budaya sendiri.[10]

    Baca juga: Konsep Hak Asasi Manusia yang Digunakan di Indonesia

    Teori HAM

    Di kalangan para ahli hukum terdapat 3 teori utama yang menjelaskan asal muasal lahirnya pemikiran mengenai HAM, yakni:

    1. Teori Hukum Kodrati

    Tokoh yang dianggap paling berjasa dalam mendefinisikan dasar teori hukum kodrati adalah John Locke dan JJ Rousseau. John Locke mengemukakan pemikiran bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup, kebebasan dan kepemilikan, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dicabut oleh Negara. Melalui suatu kontrak sosial atau social contract, perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut diserahkan kepada negara. Jika penguasa negara mengabaikan kontrak sosial, maka rakyat di negara itu bebas menurunkan sang penguasa dan menggantinya dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormati hak tersebut.[11]

    Sedikit berbeda dengan John Locke, JJ Rousseau menegaskan bahwa hukum kodrati tidak menciptakan hak kodrati individu melainkan hak kedaulatan warga negara sebagai suatu kesatuan. Setiap hak yang diturunkan dari suatu hukum kodrati akan melekat pada warga  negara sebagai satu kesatuan. Pada intinya, teori hukum kodrati melihat HAM lahir dari Tuhan sebagai bagian dari kodrat manusia. Ketika manusia lahir maka HAM sudah melekat dalam dirinya dan hak tidak dapat diganti apalagi dihilangkan, apa pun latar belakang agama, etnis, kelas sosial, dan orientasi seksual mereka.[12]

    1. Teori Positivisme atau Utilitarian

    Menurut Jeremy Bentham, eksistensi manusia ditentukan oleh tujuan atau utilitas mencapai kebahagiaan bagi sebagian besar orang. Penerapan hak atau hukum ditentukan oleh apakah hak atau hukum tersebut memberikan kebahagiaan terbesar bagi sejumlah manusia yang paling banyak. Setiap orang pada dasarnya memiliki hak, namun hak tersebut bisa hilang jika bertentangan dengan kebahagiaan dari mayoritas orang lain. Artinya, kepentingan individu harus berada di bawah kepentingan masyarakat. Karena pandangan yang mengutamakan banyak orang tersebut, teori positivisme dikenal juga sebagai teori utilitarian.[13]

    1. Teori Keadilan

    Teori keadilan lahir dari kritik terhadap teori positivisme. Tokoh yang mencetuskan teori keadilan adalah Ronald Drowkin dan John Rawls. Teori Drowkin mendasari negara memiliki kewajiban untuk memperlakukan warganya secara sama. Artinya, negara menggunakan nilai moral, kekuasaan, dan pendasaran lainnya sebagai alasan untuk mengesampingkan HAM, kecuali prinsip perlakuan sama tersebut. Sedangkan, menurut Rawls, setiap individu memiliki hak dan kebebasan yang sama. Namun, hak dan kebebasan tersebut kerap tidak dinikmati secara bersama. Sebagai contoh, terdapat hak bagi setiap orang untuk memperoleh pendidikan, tapi hak ini pada faktanya tidak dapat dinikmati oleh semua orang karena kemiskinan. Untuk mengatasi isu tersebut, Rawls memperkenalkan asas perbedaan atau difference principle yang menyatakan bahwa distribusi sumber daya yang merata hendaknya diutamakan dalam masyarakat.[14]

    Prinsip HAM

    Berikut adalah beberapa prinsip-prinsip HAM yang dikemukakan oleh para ahli:[15]

    1. Universal (universality), yaitu semua orang di seluruh belahan dunia, agama apa pun, warga negara manapun, bahasa apa pun, etnis manapun, tanpa memandang identitas politik dan antropologis apa pun, dan terlepas dari status disabilitasnya, memiliki hak yang sama.
    2. Tak terbagi, yaitu setiap orang memiliki seluruh kategori hak yang tidak dapat dibagi-bagi.
    3. Saling bergantung. Pada prinsip ini jenis hak tertentu akan selalu bergantung dengan hak yang lain. Sebagai contoh, hak atas pekerjaan akan bergantung pada terpenuhinya hak atas pendidikan
    4. Saling terkait, yakni sebuah hak akan terkait dengan hak yang lain, misalnya hak untuk hidup, hak menyatakan pendapat, dan hak memilih agama, dan lainnya.
    5. Kesetaraan mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, di mana pada situasi yang sama harus diperlakukan dengan sama, dan di mana ada situasi berbeda dengan sedikit perdebatan maka diperlakukan secara berbeda.
    6. Non Diskriminasi, yakni setiap orang harus diperlakukan dan memiliki kesempatan setara di hadapan hukum. Ketika orang tidak diperlakukan atau memiliki kesempatan tidak setara, maka disitulah diskriminasi terjadi.
    7. Tanggung jawab negara, yakni prinsip yang kemudian dibagi menjadi kewajiban untuk menghormati, kewajiban untuk memenuhi, dan kewajiban untuk melindungi.

    Baca juga: 3 Kewajiban Pokok Negara dalam Hukum HAM Internasional

    Kesimpulannya, HAM adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia, yang diberikan oleh Sang Pencipta dan melekat sejak manusia lahir, dan tidak dapat dihilangkan oleh siapapun, termasuk negara. Dalam mempelajari HAM, tentu kita juga perlu memahami perkembangan HAM yang ditandai dengan munculnya generasi pertama, kedua, dan ketiga, dengan slogan kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Selain itu, terdapat 3 teori utama yang menjelaskan asal muasal pemikiran HAM, yakni teori kodrati, positivisme, dan keadilan. Terakhir, kita juga perlu memahami berbagai prinsip HAM, antara lain HAM yang bersifat universal dan tidak terbagi.

    Demikian jawaban kami tentang hak asasi manusia, semoga bermanfaat.

    Referensi:

    1. Firdaus Arifin, Hak Asasi Manusia: Teori Perkembangan dan Pengaturan, Yogyakarta: Penerbit Thafa Media, 2019;
    2. Rhona K.M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, 2008;
    3. Serlika Aprita (et.al), Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2020;
    4. Sri Rahayu Wilujeng, Hak Asasi Manusia: Tinjauan dari Aspek Historis dan Yuridis, Jurnal Humanika, Vol. 18, No. 2, 2013.

    [1] Firdaus Arifin, Hak Asasi Manusia: Teori Perkembangan dan Pengaturan, Yogyakarta: Penerbit Thafa Media, 2019, hal. 1.

    [2] Firdaus Arifin, Hak Asasi Manusia: Teori Perkembangan dan Pengaturan, Yogyakarta: Penerbit Thafa Media, 2019, hal. 2.

    [3] Firdaus Arifin, Hak Asasi Manusia: Teori Perkembangan dan Pengaturan, Yogyakarta: Penerbit Thafa Media, 2019, hal. 5.

    [4] Sri Rahayu Wilujeng, Hak Asasi Manusia: Tinjauan dari Aspek Historis dan Yuridis, Jurnal Humanika, Vol. 18, No. 2, 2013, hal. 2.

    [5] Rhona K.M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, 2008, hal. 14.

    [6] Rhona K.M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, 2008, hal. 15.

    [7] Rhona K.M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, 2008, hal. 15.

    [8] Rhona K.M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, 2008, hal. 15-16.

    [9] Rhona K.M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, 2008, hal. 16.

    [10] Rhona K.M. Smith, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, 2008, hal. 16.

    [11] Serlika Aprita (et.al), Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2020, hal. 72.

    [12] Serlika Aprita (et.al), Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2020, hal. 72.

    [13] Serlika Aprita (et.al), Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2020, hal. 73.

    [14] Serlika Aprita (et.al), Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2020, hal. 73-74.

    [15] Serlika Aprita (et.al), Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2020, hal. 76-79.

    Tags

    hak asasi
    hak asasi manusia

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!