KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pengertian, Asas, dan Prinsip Hukum Humaniter Internasional

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Pengertian, Asas, dan Prinsip Hukum Humaniter Internasional

Pengertian, Asas, dan Prinsip Hukum Humaniter Internasional
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pengertian, Asas, dan Prinsip Hukum Humaniter Internasional

PERTANYAAN

Apa yang dimaksud dengan hukum humaniter internasional? Tolong jelaskan juga asas dan prinsip hukum humaniter internasional.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Hukum humaniter internasional atau HHI ini juga dikenal dengan sebutan hukum perang. Adapun perang merupakan kejadian yang tidak diinginkan umat manusia, karena peperangan menimbulkan kesengsaraan dan kerugian yang tidak ternilai harganya.

    Dalam peperangan, pihak yang bersengketa wajib menghormati Konvensi Jenewa 1949. Konflik bersenjata dibagi menjadi International Armed Conflict dan Non-International Armed Conflict. Namun, ketentuan dalam konvensi yang berlaku dalam masing-masing konflik tidaklah sama.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Hukum Humaniter Internasional: Asas dan Dasar Hukumnya yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 2 Agustus 2022.

    KLINIK TERKAIT

    Kejahatan Genosida dalam Konteks Hukum Internasional

    Kejahatan Genosida dalam Konteks Hukum Internasional

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

     

    Pengertian Hukum Humaniter Internasional

    Apa itu hukum humaniter internasional? Istilah hukum humaniter internasional adalah terjemahan dari bahasa Inggris yakni International Humanitarian Law.[1] Hukum humaniter internasional atau HHI ini juga dikenal dengan sebutan hukum perang. Menurut para ahli, hukum perang merupakan bagian paling tua dari hukum internasional.[2] Artinya, HHI atau hukum perang adalah cabang atau bagian dari hukum internasional.[3]

    Perbedaan istilah HHI dan hukum perang hanya terletak pada penekanannya. HHI menekankan pada akibat yang ditimbulkan oleh peperangan terhadap kemanusiaan, perlindungan korban perang dari luka atau penderitaan yang berlebih, dan pencegahan kerusakan yang hebat dan meluas. Sedangkan hukum perang lebih menekankan pada segi yuridis dan peristiwa perang, dalam arti lingkup berlakunya hukum ini saat terjadi perang. Namun, pada dasarnya penduduk sipil dalam hukum perang juga wajib dilindungi.[4] Menurut J. G. Starke, sesuai dengan perkembangan sejarahnya sekarang lebih sering digunakan istilah HHI.[5]

    Berikut adalah pengertian hukum humaniter internasional menurut para ahli:

    1. Mochtar Kusumaatmadja

    Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum humaniter internasional dibagi 2 (dua) menjadi:

    1. Jus ad Bellum, yaitu hukum tentang perang yang mengatur bagaimana suatu negara dibenarkan untuk menggunakan kekerasan senjata; dan
    2. Jus in Bello, yakni hukum yang berlaku dalam perang, dan dibedakan menjadi:
    1. Ketentuan hukum yang mengatur cara perang dilakukan (conduct of war).
    2. Ketentuan hukum yang mengatur perlindungan orang yang menjadi korban sipil atau militer (Konvensi Jenewa 1949/Geneva Convention 1949).[6]

     

    1. Geza Herzegh

    Hukum humaniter internasional adalah bagian dari hukum internasional publik yang memberikan perlindungan kepada individu pada waktu terjadinya konflik bersenjata. Sebagai bagian dari norma, hukum perang memberikan pertolongan kepada mereka yang luka dan sakit.[7]

     

    1. KGPH Haryomataram

    Hukum humaniter internasional adalah hukum yang memiliki tujuan utama memberikan perlindungan dan pertolongan kepada orang yang menderita atau menjadi korban perang, baik mereka yang secara aktif turut serta dalam permusuhan (kombatan/combatant) atau mereka yang tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil/ civilian population).[8]

     

    Kapan Hukum Humaniter Internasional berlaku?

    Hukum humaniter internasional hanya berlaku pada saat terjadinya perang atau konflik bersenjata. Dengan perkataan lain, HHI tidak berlaku pada masa damai. Hukum humaniter internasional juga tidak berlaku pada situasi kerusuhan, huru-hara, dan ketegangan.[9]

    Lantas, apa yang dimaksud dengan perang? Perang adalah kejadian yang tidak diinginkan umat manusia, karena peperangan menimbulkan kesengsaraan dan kerugian yang tidak ternilai harganya. Dalam setiap perang terjadi perbuatan yang kejam dan bertentangan dengan perikemanusiaan.[10]

    Konflik bersenjata digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:

    1. International Armed Conflict (“IAC”) atau konflik bersenjata bersifat internasional, yakni konflik yang terjadi antar negara. Misalnya 2 (dua) negara atau lebih bertikai satu sama lain. Contohnya Perang Dunia I dan II.
    2. Non-International Armed Conflict (“NIAC”) atau konflik bersenjata tidak bersifat internasional, yaitu konflik yang terjadi di dalam wilayah negara (internal conflict). Contohnya pihak Pemerintah Indonesia melawan pemberontak Gerakan Aceh Merdeka, Pemerintah Filipina melawan pemberontak Front Pembebasan Islam Moro.[11]

    Ketentuan hukum humaniter internasional yang berlaku dalam IAC dan NIAC tidak sama. Dalam IAC, yang berlaku adalah Konvensi Jenewa 1949 dan/atau Protokol Tambahan I 1997. Sedangkan dalam NIAC, yang berlaku hanya Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 yang mengatur perlindungan terhadap korban perang dan/atau Protokol Tambahan II 1997.[12]

     

    Selayang Pandang Konvensi Jenewa 1949

    Konvensi Jenewa 1949 adalah konvensi yang penerimaannya paling luas di dunia, karena seluruh dunia menjadi pihak yang terikat dalam konvensi tersebut. Konferensi internasional di Jenewa, merupakan realisasi dari gagasan Henry Dunant, yang pada akhirnya melahirkan Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.[13]

    Konvensi Jenewa 1949 terdiri dari beberapa bagian, yakni:[14]

    1. Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan yang Luka dan Sakit dalam Angkatan Perang di Medan Pertempuran Darat (Konvensi I).
    2. Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang di Laut yang Luka, Sakit, dan Korban Karam (Konvensi II).
    3. Konvensi Jenewa mengenai Perlakuan Tawanan Perang (Konvensi III).
    4. Konvensi Jenewa mengenai Perlindungan Orang Sipil di Waktu Perang (Konvensi IV).

    Sebagaimana diketahui, terdapat ketentuan baru yang melengkapi Konvensi Jenewa 1949. Pertama, Protokol Tambahan I 1997 (“Protokol I”), yang dibentuk karena metode perang yang digunakan negara berkembang, demikian pula dengan aturan tata cara berperang. Protokol I menentukan bahwa hak dari para pihak yang bersengketa untuk memilih alat dan cara berperang adalah tidak tak terbatas, dan dilarang menggunakan senjata proyektil dan alat lainnya yang dapat mengakibatkan luka berlebih atau penderitaan yang tidak perlu.[15]

    Kedua, Protokol Tambahan II 1997 (“Protokol II”) terbentuk karena pada nyatanya konflik setelah Perang Dunia II yang terjadi adalah NIAC. Satu-satunya ketentuan NIAC terdapat dalam Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 dinilai sangat rinci, namun belum cukup memadai untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan yang serius akibat NIAC. Maka, prinsip yang telah diatur dalam Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 ditegaskan kembali dalam Protokol II.[16]

     

    Asas-Asas Hukum Humaniter Internasional

    Ada 3 asas hukum humaniter internasional, yaitu:[17]

    1. Asas kepentingan militer (military necessity), yakni pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang.
    2. Asas perikemanusiaan (humanity), yaitu pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan, di mana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu.
    3. Asas kesatriaan (chivalry), yaitu dalam perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat tidak terhormat, berbagai macam tipu muslihat dan cara yang bersifat khianat dilarang.

     

    Prinsip-Prinsip Hukum Humaniter Internasional

    Sedangkan, menurut Ambarwati terdapat 8 prinsip hukum humaniter internasional. Adapun prinsip-prinsip hukum humaniter internasional adalah sebagai berikut.[18]

    1. Kemanusiaan, yakni non kombatan harus dijauhkan sebisa mungkin dari arena pertempuran, dan korban luka harus diusahakan seminimal mungkin.
    2. Kepentingan, yaitu yang dapat dijadikan sasaran serangan dalam pertempuran adalah objek militer.
    3. Proporsional, yaitu setiap serangan dalam operasi militer harus didahului dengan tindakan yang memastikan bahwa serangan tidak akan menyebabkan korban dan kerusakan yang berlebihan.
    4. Pembedaan, yakni dalam konflik bersenjata harus dibedakan kombatan dan orang sipil.
    5. Larangan menyebabkan penderitaan tidak seharusnya, yaitu prinsip pembatasan. Artinya, prinsip ini berkaitan dengan metode dan alat perang. Misalnya larangan menggunakan racun, peluru, senjata biologi, dan lainnya.
    6. Pemisahan Jus ad Bellum dan Jus in Bello.
    7. Ketentuan minimal HHI, yakni Konvensi Jenewa 1949.
    8. Tanggung jawab dalam pelaksanaan dan penegakan HHI, artinya HHI wajib dihormati pemerintah dan warga negara yang bersangkutan.

    Kesimpulannya, secara definitif perang adalah kondisi tertinggi dari bentuk konflik antar manusia.[19] Terhadap situasi tersebut, maka dibentuklah HHI yang mengatur tata cara metode berperang, perlindungan kepada individu pada waktu terjadinya konflik bersenjata, perlakuan terhadap tawanan perang, dan lainnya. Hal-hal tersebut diatur dalam Konvensi Jenewa 1949, Protokol I, dan Protokol II. Dalam HHI juga terdapat 3 (tiga) asas penting seperti military necessity, humanity, dan chivalry. Pada intinya, perang bukan berarti dapat melakukan segala hal dengan tidak terbatas, namun wajib memperhatikan prinsip kemanusiaan.

    Demikian jawaban dari kami terkait hukum humaniter internasional sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Konvensi Jenewa 1949, yang diakses pada 7 September 2023, pukul 15.02 WIB;
    2. Protokol Tambahan I 1997, yang diakses pada 7 September 2023, pukul 15.00 WIB;
    3. Protokol Tambahan II 1997, yang diakses pada 7 September 2023, pukul 16.30 WIB.

    Referensi:

    1. Ambarwati (et.al), Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009;
    2. Andrey Sujatmoko, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016;
    3. Arlina Permanasari (et.al), Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: ICRC, 1999;
    4. GPH Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1994;
    5. Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Palang Merah Tahun 1949, Bandung: Bina Cipta, 1986;
    6. Ria Wierma Putri, Hukum Humaniter Internasional, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2011.

    [1] Ria Wierma Putri, Hukum Humaniter Internasional, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2011, hal. 1

    [2] GPH Haryomataram, Sekelumit Tentang Hukum Humaniter, Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1994, hal. 1

    [3] Andrey Sujatmoko, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016, hal. 169

    [4] Ria Wierma Putri, Hukum Humaniter Internasional, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2011, hal. 2

    [5] Ria Wierma Putri, Hukum Humaniter Internasional, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2011, hal. 1

    [6] Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Palang Merah Tahun 1949, Bandung: Bina Cipta, 1986, hal. 12

    [7] Ria Wierma Putri, Hukum Humaniter Internasional, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2011, hal. 3

    [8] Andrey Sujatmoko, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016, hal. 172

    [9] Andrey Sujatmoko, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016, hal. 173

    [10] GPH Haryomataram, Sekelumit Tentang Hukum Humaniter, Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1994, hal. 8

    [11] Andrey Sujatmoko, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016, hal. 173

    [12] Andrey Sujatmoko, Hukum HAM dan Hukum Humaniter, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016, hal. 173-174

    [13] Ambarwati (et.al), Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009, hal. xix

    [14] Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Palang Merah Tahun 1949, Bandung: Bina Cipta, 1986, hal. 3

    [15] Arlina Permanasari (et.al), Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: ICRC, 1999, hal. 129 

    [16] Arlina Permanasari (et.al), Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: ICRC, 1999, hal. 131

    [17] Arlina Permanasari (et.al), Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: ICRC, 1999, hal. 11

    [18] Ambarwati (et.al), Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009, hal. 41-52

    [19]  Ambarwati (et.al), Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009, hal. 2

    Tags

    hukum humaniter
    hukum internasional

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!