KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Batas Zona Maritim dan Penyelesaian Sengketa Hukum Laut Internasional

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Batas Zona Maritim dan Penyelesaian Sengketa Hukum Laut Internasional

Batas Zona Maritim dan Penyelesaian Sengketa Hukum Laut Internasional
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Batas Zona Maritim dan Penyelesaian Sengketa Hukum Laut Internasional

PERTANYAAN

Apa saja batas zona maritim yang diatur oleh hukum laut internasional? Serta apakah terdapat cara menyelesaikan sengketa kelautan berdasarkan hukum internasional?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Hukum laut internasional diatur dalam sebuah perjanjian internasional bernama United Nations on the Law of the Sea 1982 (“UNCLOS 1982"). UNCLOS 1982 tidak hanya mengatur batas laut atau batas zona maritim saja, melainkan juga memberikan opsi penyelesaian sengketa kelautan.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Zona Maritim Menurut UNCLOS 1982

    Dalam Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 atau United Nations on the Law of the Sea 1982 (“UNCLOS 1982") terdapat delapan pembagian zona maritim antara lain:

    KLINIK TERKAIT

    Pengertian, Asas, dan Prinsip Hukum Humaniter Internasional

    Pengertian, Asas, dan Prinsip Hukum Humaniter Internasional
    1. Perairan Pedalaman (Archipelagic Waters atau Internal Waters)

    Perairan pedalaman diatur adalah perairan yang terletak ke arah dalam dari garis batas pengukur laut teritorial.[1]

    Perairan pedalaman secara umum terdiri dari teluk, muara, pelabuhan dan perairan-perairan yang tertutup oleh garis pangkal lurus (straight baselines). Negara pantai memiliki kedaulatan penuh atas internal waters, sehingga tidak terdapat hak lintas damai (innocent passage) bagi kapal-kapal asing.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. Laut Teritorial (Territorial Sea)

    Pada laut teritorial berlaku kedaulatan negara pantai selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya, serta meliputi suatu jalur laut yang berbatasan dengannya.[2] Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya.[3]

    Berdasarkan Pasal 3 UNCLOS 1982, setiap negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya sampai batas maksimum 12 mil laut diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai konvensi.

    Dalam konvensi hukum laut atau UNCLOS 1982 terdapat 3 macam garis pangkal, yaitu:

    1. Garis pangkal normal (normal baseline);[4]
    2. Garus pangkal lurus (straight baseline);[5]
    3. Garis pangkal lurus kepulauan (archipelagic straight baseline).[6]

    Perlu Anda ketahui bahwa, di wilayah laut teritorial, kapal-kapal dari semua negara memperoleh hak lintas damai (innocent passage) untuk melintasi atau berlayar di atasnya.

    Hak lintas damai wajib dilakukan dengan terus menerus dan secepat mungkin dan terdapat beberapa syarat yang diperlukan yaitu:[7]

    1. Kapal melintasi laut teritorial tanpa memasuki perairan pedalaman atau berkunjung ke pelabuhan;
    2. Kapal berlayar ke atau dari perairan pedalaman atau singgah ke pelabuhan.
    1. Zona Tambahan (Contiguous Zone)

    Zona tambahan adalah zona yang berbatasan dengan laut teritorial. Zona ini diukur sejauh 24 mil laut (nautical miles) dari garis pangkal dimana laut teritorial diukur.[8]

    Dalam zona tambahan, negara pantai dapat melakukan pengawasan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran terhadap peraturan bea cukai, perpajakan atau fiskal, imigrasi dan kesehatan pada laut teritorialnya dan menghukum pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut yang dilakukan di dalam laut teritorialnya.[9]

    1. Landas Kontinen (Continental Shelf)

    Dalam UNCLOS 1982 terdapat beberapa aturan mengenai landas kontinen, antara lain:

    1. jarak sampai 200 mil laut jika tepian luar kontinen tidak mencapai jarak 200 mil laut;
    2. kelanjutan alamiah (natural prolongation) wilayah daratan di bawah laut hingga tepian luar kontinen yang lebarnya tidak boleh melebihi 350 mil laut yang diukur dari garis dasar laut teritorial jika di luar 200 mil laut masih terdapat daerah dasar laut yang merupakan kelanjutan alamiah dari wilayah daratan dan jika memenuhi kriteria kedalaman sedimentasi yang ditetapkan dalam konvensi; atau
    3. tidak boleh melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman 2500 meter isobath.

    Aturan selengkapnya mengenai landas kontinen dapat Anda baca pada Pasal 76-85 UNCLOS 1982.

    1. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone)

    Zone Ekonomi Eksklusif (“ZEE”) merupakan zona maritim yang berada di luar dan berdampingan dengan laut teritorial sejauh 200 mil laut,[10] yang bernilai ekonomis tunduk pada pengaturan khusus (exclusive).[11]

    Dalam Pasal 56 ayat (1) UNCLOS 1982, terhadap ZEE berlaku hak berdaulat dan yurisdiksi dalam hal sebagai berikut:

    1. Hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan sumber kekayaan alam hayati dan non hayati;
    2. Yurisdiksi untuk membuat dan memakai pulau buatan, instalasi dan bangunan, riset ilmiah kelautan, pelindungan dan pelestarian lingkungan laut.

    Sebagai informasi, kedaulatan dan hak berdaulat memiliki pengertian berbeda. Kedaulatan (sovereignty) adalah manifestasi tertinggi dari kepemilikan dan kekuasaan atas wilayah atau teritorial. Sedangkan hak berdaulat (sovereign rights) adalah hak-hak eksklusif yang dilaksanakan oleh negara pantai dan berlaku terhadap sumber-sumber daya alam dalam batas tertentu yang telah ditetapkan.[12]

    Baca juga: Kenali ZEE dan Hak-hak Berdaulatnya

    1. Laut Lepas (High Seas)

    UNCLOS 1982 tidak memberikan definisi tentang laut lepas atau laut bebas, hanya dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai zona maritim tersebut diterapkan terhadap semua bagian laut yang tidak termasuk dalam ZEE, laut teritorial, atau perairan pedalaman dari suatu negara, atau perairan kepulauan dari suatu negara kepulauan.[13]

    Di zona laut lepas, semua negara dapat melaksanakan kebebasan, yakni kebebasan berlayar, terbang, pemasangan pipa kabel, pembangunan instalasi dan pulau buatan, dan riset ilmiah kelautan.[14]

    Di laut lepas berlaku prinsip universal jurisdiction, yaitu prinsip hukum yang mengizinkan dan mengharusnya suatu negara untuk memproses tindakan kejahatan, terlepas dari lokasi kejahatan terjadi, kebangsaan pelaku ataupun korban.[15] 

    Penerapan universal jurisdiction terdapat dalam Pasal 100 UNCLOS 1982, yaitu:

    All States shall cooperate to the fullest possible extent in the repression of piracy on the high seas or in any other place outside the jurisdiction of any State.

    Artinya, setiap negara memiliki kewajiban untuk bekerja sama dalam menumpas tindak kejahatan perompakan di laut lepas, maupun di luar yurisdiksi suatu negara.

    Kemudian, tidak ada satupun negara dapat menundukkan kegiatan di laut bebas, di bawah kedaulatan negara tersebut, serta setiap negara berhak melayarkan kapal di laut lepas, dengan mengibarkan bendera kapalnya.[16]

    1. Dasar Laut Samudra atau Kawasan (Seabed or The Area)

    Di dalam preambul UNCLOS 1982 pengertian dasar laut samudra atau kawasan adalah  area dasar laut terdiri atas dasar laut, dasar samudra, dan tanah di bawahnya di luar yurisdiksi nasional.

    Pada kawasan ini berlaku prinsip common heritage of mandkind, yakni warisan bersama umat manusia. Artinya, setiap negara bebas melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah ini dan memiliki tanggung jawab bersama untuk mengawasi dan menjaga wilayah tersebut dari kerusakan.[17]

    Dasar laut samudra selengkapnya diatur di dalam Pasal 133-191 UNCLOS 1982.

    1. Selat Internasional (International Strait)

    Selat internasional merupakan sebuah jalur laut yang dibatasi pantai yang berseberangan, menghubungkan dua bagian dari laut lepas, dan digunakan untuk navigasi internasional.[18] Adapun yang bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran internasional adalah negara yang berbatasan dengan selat tersebut.[19]

    Selat internasional juga dapat diartikan sebagai wilayah yang menjadi tempat perlintasan dengan ukuran area tidak melebihi luas dari dua kali lebar laut teritorial negara pantai. Selain itu, selat internasional memisahkan dua daratan, menghubungkan laut lepas negara dengan laut lepas negara lain, atau menghubungkan ZEE dengan ZEE lain, serta menghubungkan perairan pedalaman atau perairan kepulauan yang digunakan untuk pelayaran internasional.[20]

    Adapun, berbagai zona maritim dapat digambarkan seperti ini:[21]

     

    Penyelesaian Sengketa Berdasarkan UNCLOS 1982

    Ketika terjadi sengketa kelautan, terdapat alternatif dan prosedur penyelesaian sengketa (dispute setlement) bagi negara yang memiliki masalah hukum di bidang kelautan.

    Di dalam UNCLOS 1982, terdapat empat pilihan penyelesaian sengketa antara lain:[22]

    1. Mahkamah Hukum Laut Internasional (International Tribunal for the Law of the Sea  atau ITLOS);
    2. Mahkamah Internasional (International Court of Justice atau ICJ);
    3. Mahkamah Arbitrase (Arbitral Tribunal);
    4. Mahkamah Arbitrase Khusus (Special Arbitral Tribunal).

    Contoh sengketa yang berkaitan dengan kelautan adalah The South China Sea v. Philippines, yakni sebuah sengketa kelautan tentang perbatasan dan tumpang tindih klaim negara-negara di sekitarnya. Kasus tersebut diselesaikan oleh Mahkamah Arbitrase Internasional.

    Baca juga: Konflik Laut China Selatan Perlu Penanganan Bersama, Ini yang Perlu Dilakukan Pemerintah Terkait Putusan Laut Cina Selatan

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. United Nations on the Law of the Sea 1982;
    2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut).

    Putusan:

    The South China Sea v. Philippines

    Referensi:

    1. Ana G. Lopez Martin. International Straits: Concept, Classification, and Rules of Passage. Heidelberg: Springer, 2010;
    2. Dwi Astuti Palupi. Hukum Laut Internasional. Sumbar: LPPM Universitas Bung Hatta, 2022;
    3. John H. Currie. Public International Law: Second Edition. Toronto: Irwin Law Inc., 2008;
    4. M. Ilham F. Putuhena. Urgensi Pengaturan Mengenai Eksplorasi dan Eksploitasi Pertambangan di Area Dasar Laut Internasional. Jurnal Rechtsvinding, Vol. 8, No. 2, 2019;
    5. Muhammad Nasir. Pentingnya Pembentukan Undang-Undang Lintas Transit di Selat Malaka Bagi Indonesia dan Malaysia. MMH, Vol. 42, No. 4, 2013;
    6. Retno Windari. Hukum Laut, Zona-Zona Maritim Sesuai UNCLOS 1982 dan Konvensi-Konvensi Bidang Maritim. Jakarta: Badan Koordinasi Keamanan Laut, 2009;
    7. The Scope and Application of the Principle of Universal Jurisdiction: The Report of the Sixth Committee A/64/452-Res 64/117, diakses pada Rabu, 22 Juni 2022, pukul 12.32 WITA;
    8. Workshop on International Tribunal for The Law of The Sea Procedures, Dewan Sengketa Indonesia & ITLOS, dilaksanakan Rabu, 6 April 2022, pukul 14.00-16.00 WIB.

    [1] Pasal 8 United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (“UNCLOS 1982”). 2

    [2] Pasal 2 ayat (1) UNCLOS 1982

    [3] Pasal 2 ayat (2) UNCLOS 1982.

    [4] Pasal 5 UNCLOS 1982

    [5] Pasal 7 ayat (1) UNCLOS 1982

    [6] Pasal 47 ayat (1) UNCLOS 1982

    [7] Pasal 18 ayat (1) dan (2) UNCLOS 1982

    [8] Pasal 33 ayat (2) UNCLOS 1982

    [9] Pasal 33 ayat (1) UNCLOS 1982.

    [10] Pasal 57 UNCLOS 1982.

    [11] Dwi Astuti Palupi, Hukum Laut Internasional, Sumbar: LPPM Universitas Bung Hatta, 2022, hal. 53.

    [12] Retno Windari, Hukum Laut, Zona-Zona Maritim Sesuai UNCLOS 1982 dan Konvensi-Konvensi Bidang Maritim, Jakarta: Badan Koordinasi Keamanan Laut, 2009, hal. 24

    [13] Retno Windari, Hukum Laut, Zona-Zona Maritim Sesuai UNCLOS 1982 dan Konvensi-Konvensi Bidang Maritim, Jakarta: Badan Koordinasi Keamanan Laut, 2009, hal. 26

    [14] Pasal 87 UNCLOS 1982

    [15] The Scope and Application of the Principle of Universal Jurisdiction: The Report of the Sixth Committee A/64/452-Res 64/117, diakses pada Rabu, 22 Juni 2022, pukul 12.32 WITA.

     

    [16] Pasal 89 dan Pasal 90 UNCLOS 1982

    [17] M. Ilham F. Putuhena, Urgensi Pengaturan Mengenai Eksplorasi dan Eksploitasi Pertambangan di Area Dasar Laut Internasional, Jurnal Rechtsvinding, Vol. 8, No. 2, 2019, hal. 174.

    [18] John H. Currie, Public International Law: Second Edition, Toronto: Irwin Law Inc., 2008, hlm. 300.

    [19] Muhammad Nasir, Pentingnya Pembentukan Undang-Undang Lintas Transit di Selat Malaka Bagi Indonesia dan Malaysia, MMH, Vol. 42, No. 4, 2013, hal. 476.

    [20] Ana G. Lopez Martin, International Straits: Concept, Classification, and Rules of Passage, Heidelberg: Springer, 2010, hal. 61.

    [21] Workshop on International Tribunal for The Law of The Sea Procedures, Dewan Sengketa Indonesia & ITLOS, dilaksanakan Rabu, 6 April 2022, pukul 14.00-16.00 WIB.

    [22] Pasal 287 ayat (1) UNCLOS 1982

    Tags

    anak hukum
    fakultas hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    15 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!