KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

3 Macam Silogisme dalam Penalaran Hukum dan Contohnya

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

3 Macam Silogisme dalam Penalaran Hukum dan Contohnya

3 Macam Silogisme dalam Penalaran Hukum dan Contohnya
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
3 Macam Silogisme dalam Penalaran Hukum dan Contohnya

PERTANYAAN

Dalam menarik suatu kesimpulan, termasuk dalam hukum, ada metode silogisme. Apa macam-macam silogisme dan apa saja contohnya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Ilmu logika akan selalu berkaitan dengan penalaran hukum dan penarikan kesimpulan. Dalam ilmu logika, terdapat beberapa metode penalaran hukum yang diperkenalkan oleh para ahli. Salah satunya adalah silogisme yang memiliki beberapa bentuk. Apa saja bentuk dan contoh dari silogisme?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Dalam mempelajari ilmu logika, Anda akan bersinggungan dengan beberapa inferensi logika atau yang disebut dengan kesimpulan/penyimpulan. Hal ini merupakan proses logis berupa penurunan sebuah proposisi (pernyataan).[1] 

    KLINIK TERKAIT

    Mengenal Fungsi dan Tujuan Konstitusi

    Mengenal Fungsi dan Tujuan Konstitusi

    Anda juga harus menguasai dasar-dasar, bentuk-bentuk serta hukum-hukum dari silogisme. Sebab, penguasaan, khususnya terhadap bentuk serta hukum-hukum silogisme merupakan inti penting dalam pembelajaran logika.[2]

    Silogisme dan Bentuknya

    Pada pembahasan ini, kami akan jelaskan beberapa bentuk silogisme disertai contoh penarikan kesimpulan.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. Silogisme Kategoris

    Silogisme kategoris merupakan argumen deduktif yang terdiri dari 2 premis dan 1 kesimpulan. Bentuk dari kesimpulan silogisme kategoris mengandung term subjek (“Ts”), term predikat (“Tp”). Tp dari kesimpulan disebut term mayor silogisme, sedangkan Ts dari kesimpulan disebut term minor silogisme.[3]

    Berikut adalah hukum-hukum silogisme kategorik:[4]

    1. Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga. Contoh:

    Semua yang halal dimakan menyehatkan. (mayor)

    Sebagian makanan tidak menyehatkan. (minor)

    Jadi, sebagian makanan tidak halal dimakan. (konklusi)

    1. Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga. Contoh:

    Semua korupsi tidak disenangi. (mayor)

    Sebagian pejabat korupsi. (minor)

    Jadi, sebagian pejabat tidak disenangi. (konklusi)

    1. Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan. Contoh:

    Beberapa politikus tidak jujur. (premis 1)

    Bapak X adalah politikus. (premis2)

    Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan, bukan kepastian. Maka, Bapak X mungkin tidak jujur. (konklusi)

    1. Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika salah satu premisnya positif. Contoh:

    Buku logika bukan bunga mawar. (premis 1)

    Kucing bukan bunga mawar. (premis 2)
    Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan.

    1. Apabila term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Contoh:

    Semua ikan berdarah dingin.

    Binatang ini berdarah dingin.

    Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin saja binatang melata.

    1. Tp dalam kesimpulan harus konsisten dengan Tp yang ada pada premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya akan salah. Contoh:

    Kuda adalah binatang. (premis 1)

    Kambing bukan kuda. (premis 2)

    Jadi, kambing bukan binatang?

    Binatang pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis 1 bersifat positif.

    1. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain. Contoh:

    Bulan itu bersinar di langit.(mayor)

    Januari adalah bulan. (minor)

    Jadi, Januari bersinar di langit?

    1. Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek (S), predikat (P), dan term, tidak bisa diturunkan konklusinya. Contoh:

    Kucing adalah binatang. (premis 1)

    Domba adalah binatang. (premis 2)

    Beringin adalah tumbuhan. (premis 3)

    1. Silogisme Hipotesis

    Silogisme hipotesis merupakan argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetis, sedangkan premis minornya merupakan proposisi kategoris yang menetapkan atau mengingkari term anteseden (antecedent) atau term konsekuen premis mayornya.

    Premis mayor tersebut terdiri dari dua bagian. Bagian pertama mengandung syarat (sebab) yang dimulai dengan “jika”, dan lazimnya disebut anteseden. Lalu, bagian kedua mengandung apa yang disyaratkan (akibat) yang dimulai dengan “maka”, dan lazimnya disebut konsekuen.[5]

    Berikut adalah hukum-hukum silogisme hipotesis:[6]

    1. Silogisme hipotetis yang premis minornya mengakui bagian anteseden. Contoh:

    Jika hujan, saya naik becak.

    Sekarang hujan.

    Jadi saya naik becak.

    1. Silogisme hipotetis yang premis minornya mengakui bagian konsekuensinya. Contoh:

    Jika hujan saya naik becak. (mayor)

    Sekarang hujan. (minor)

    Jadi, saya naik becak. (konklusi)

    1. Silogisme hipotetis yang premis minornya mengingkari anteseden. Contoh:

    Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.

    Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa, jadi kegelisahan tidak akan timbul.

    1. Silogisme hipotetis yang premis minornya mengingkari bagian konsekuensinya Contoh:

    Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.

    Pihak penguasa tidak gelisah, jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.

    1. Silogisme Disjungtif

    Silogisme disjungtif merupakan bentuk silogisme yang premis mayornya adalah keputusan disjungtif, sedangkan premis minornya bersifat kategoris yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Silogisme disjungtif kemudian dibagi menjadi silogisme disjungtif dalam arti sempit dan arti luas.[7]

    Silogisme dalam arti sempit, artinya mayornya memiliki alternatif kontradiktif. Misalnya:[8]

    Heri jujur atau berbohong. (premis1)

    Ternyata Heri berbohong. (premis2)

    Jadi, Heri tidak jujur. (konklusi)

    Sedangkan silogisme dalam arti luas, merupakan premis mayor yang memiliki alteratif bukan kontradiktif. Sebagai contoh:

    Hasan di rumah atau di pasar. (premis1)

    Ternyata tidak di rumah. (premis2)

    Jadi, Hasan di pasar. (konklusi)

    Berikut adalah hukum-hukum silogisme disjungtif:[9]

    1. Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid. Contoh:

    Hasan berbaju putih atau tidak putih.

    Ternyata Hasan berbaju putih.

    Jadi, Hasan bukan tidak berbaju putih.

    1. Silogisme disjungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya adalah bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah atau benar. Contoh:

    Budi menjadi guru atau pelaut.

    Budi adalah guru.

    Maka, Budi bukan pelaut.

    1. Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, maka konklusinya tidak sah atau salah. Contoh:

    Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogyakarta.

    Ternyata tidak lari ke Yogyakarta

    Jadi, dia lari ke Solo?

    Ini adalah konklusi yang salah karena bisa jadi dia lari ke kota lain.

    Baca juga: Logika, Penalaran Hukum, dan Argumentasi Hukum

    Demikian jawaban kami tentang silogisme dalam ilmu logika, semoga bermanfaat.

    Referensi:

    Musa Darwin Pane (et.al), Asas-Asas Berpikir Logika dalam Hukum, Bandung: Penerbit Cakra, 2018.


    [1] Musa Darwin Pane (et.al), Asas-Asas Berpikir Logika dalam Hukum, Bandung: Penerbit Cakra, 2018, hal. 141.

    [2] Musa Darwin Pane (et.al), Asas-Asas Berpikir Logika dalam Hukum, Bandung: Penerbit Cakra, 2018, hal. 145.

    [3] Musa Darwin Pane (et.al), Asas-Asas Berpikir Logika dalam Hukum, Bandung: Penerbit Cakra, 2018, hal. 150-157.

    [4] Musa Darwin Pane (et.al), Asas-Asas Berpikir Logika dalam Hukum, Bandung: Penerbit Cakra, 2018, hal. 150-157.

    [5] Musa Darwin Pane (et.al), Asas-Asas Berpikir Logika dalam Hukum, Bandung: Penerbit Cakra, 2018, hal. 157-159.

    [6] Musa Darwin Pane (et.al), Asas-Asas Berpikir Logika dalam Hukum, Bandung: Penerbit Cakra, 2018, hal. 157-159.

    [7] Musa Darwin Pane (et.al), Asas-Asas Berpikir Logika dalam Hukum, Bandung: Penerbit Cakra, 2018, hal. 159-161.

    [8] Musa Darwin Pane (et.al), Asas-Asas Berpikir Logika dalam Hukum, Bandung: Penerbit Cakra, 2018, hal. 159-161.

    [9] Musa Darwin Pane (et.al), Asas-Asas Berpikir Logika dalam Hukum, Bandung: Penerbit Cakra, 2018, hal. 159-161.

    Tags

    anak hukum
    fakultas hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Panduan Mengajukan Perceraian Tanpa Pengacara

    24 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!