KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sanksi Travel Warning Jika Tak Patuhi Keputusan Mahkamah Internasional

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Sanksi Travel Warning Jika Tak Patuhi Keputusan Mahkamah Internasional

Sanksi <i>Travel Warning</i>  Jika Tak Patuhi Keputusan Mahkamah Internasional
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Sanksi <i>Travel Warning</i>  Jika Tak Patuhi Keputusan Mahkamah Internasional

PERTANYAAN

Apakah terdapat sanksi berupa travel warning bagi negara yang tidak mematuhi keputusan Mahkamah Internasional?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Ketidakpatuhan negara terhadap keputusan Mahkamah Internasional merupakan pelanggaran hukum internasional. Namun, di lain sisi tidak ada satupun entitas yang dapat memaksakan pelaksanaan hukum internasional terhadap suatu negara. Walau demikian, tetap terdapat sanksi dan tanggung jawab bagi negara yang tidak mematuhi keputusan Mahkamah Internasional, salah satunya travel warning.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda mengenai sanksi travel warning terhadap negara yang tidak mematuhi keputusan Mahkamah Internasional, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu definisi dan dasar hukum Mahkamah Internasional, sanksi internasional, dan keputusan Mahkamah Internasional.

    KLINIK TERKAIT

    Pengertian, Asas, dan Prinsip Hukum Humaniter Internasional

    Pengertian, Asas, dan Prinsip Hukum Humaniter Internasional

    Peran Mahkamah Internasional

    Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (“ICJ”) merupakan lembaga kehakiman Perserikatan Bangsa-Bangsa (“PBB”) yang didirikan pada tahun 1945 di Den Haag, Belanda.[1]

    Definisi yuridis ICJ terdapat dalam Pasal 1 Statuta ICJ, yang berbunyi:[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    The International Court of Justice established by the Charter of the United Nations as the principal judicial organ of the United Nations shall be constituted and shall function in accordance with the provisions of the present Statute.

    Sederhananya, ICJ merupakan lembaga peradilan yang didirikan berdasarkan Piagam PBB. Keberadaan ICJ sebagai organ utama PBB diperkuat dengan Pasal 7 ayat (1) Piagam PBB yakni terdiri dari majelis umum (general assembly), dewan keamanan (security council), dewan ekonomi dan sosial (economic and social council), dewan perwalian (trusteeship council), mahkamah peradilan internasional (ICJ), dan sekretariat (secretariat).[3]

    Peran ICJ adalah untuk menyelesaikan sengketa hukum yang diajukan negara, sesuai dengan kaidah hukum internasional, dengan cara memberikan pendapat atas pertanyaan hukum yang dirujuk oleh organ PBB.[4]

    Keputusan Mahkamah Internasional atau ICJ

    Pasal 94 ayat (1) Piagam PBB mengatur bahwa setiap negara anggota PBB wajib mematuhi keputusan ICJ.[5] Berdasarkan Pasal 59 Statuta ICJ, keputusan ICJ hanya memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak (negara) yang bersangkutan.[6]

    Terdapat beberapa alasan kuat mengapa negara mematuhi keputusan ICJ antara lain dipengaruhi oleh tekanan dari komunitas internasional untuk patuh, tekanan dari organisasi internasional salah satunya PBB, hubungan baik (close relations) antar negara, dan reputasi negara.[7]

    Namun, bagaimana jika terdapat negara yang tidak mematuhi keputusan ICJ? Berdasarkan Pasal 94 ayat (2) Piagam PBB, jika salah satu pihak dalam suatu sengketa gagal untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan padanya berdasarkan keputusan ICJ, maka pihak lainnya dapat meminta bantuan Dewan Keamanan PBB untuk membuat rekomendasi atau memutuskan langkah-langkah yang diperlukan untuk memberlakukan keputusan tersebut.[8]

    Ketidakpatuhan negara terhadap keputusan ICJ bukan hanya merupakan pelanggaran hukum internasional, melainkan juga pelanggaran terhadap Piagam PBB.[9]

    Sanksi Internasional dan Penerapannya

    Sanksi merupakan tindakan yang diberlakukan terhadap suatu negara untuk memaksa negara mematuhi hukum internasional, atau menghukum negara karena pelanggaran hukum internasional.[10]

    Beberapa contoh sanksi atau ganti rugi dalam hukum internasional dapat ditemukan dalam Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts, yakni sebuah aturan yang mencerminkan hukum kebiasaan internasional di bidang tanggung jawab negara. Sanksi atau ganti rugi tersebut diatur dalam Chapter II Reparation for Injury, yang terdiri dari reparasi (reparation), restitusi (restitution), kompensasi (compensation), pemuasan (satisfaction), bunga (interest), dan kontribusi terhadap kerugian negara (contribution to the injury).[11]

    Perlu Anda ketahui bahwa ada dasarnya hukum internasional merupakan positive morality, yakni hukum yang sanksinya tidak dapat dipaksakan oleh entitas apapun.[12] Dalam pengertian lain, keputusan ICJ tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.

    Namun demikian, hal tersebut tidak menyebabkan sebuah negara bebas dari sanksi dan tanggung jawab. Ketika negara tidak membayar kerugian atas sanksi yang dikenakan, atau tidak melaksanakan kewajiban yang dibebankan kepadanya, akan tetap terdapat sanksi politik maupun ekonomi yang harus ditanggung negara, antara lain hilangnya kepercayaan dari negara lain, dikucilkan dari pergaulan internasional, dicabut keanggotaannya dari suatu organisasi internasional,[13] pemutusan hubungan diplomatik, pembalasan oleh negara, embargo perniagaan dan perdagangan,[14] serta diberlakukan peringatan bahaya berkunjung ke negara tertentu (travel warning).[15]

    Unsur Travel Warning

    Travel warning adalah kebijakan suatu negara untuk memberikan informasi yang memuat pertimbangan dan peringatan kepada warga negaranya yang akan pergi ke luar negeri atau sedang berada di luar negeri.[16]  

    Adapun unsur-unsur dari travel warning adalah:[17]

    1. pemberitahuan resmi;
    2. diterbitkan atau dikeluarkan oleh pemerintah;
    3. ditujukan kepada warga negaranya;
    4. berbentuk imbauan atau larangan untuk tidak bepergian ke negara atau wilayah tertentu;
    5. diterbitkan dalam rangka merespon situasi berbahaya yang sedang terjadi di negara atau wilayah tertentu.

    Dalam praktik, pemberlakuan travel warning di setiap negara berbeda-beda. Contohnya negara Kanada yang memberlakukan 4 tingkatan travel warning, yaitu:[18]

    1. Exercise normal secutiry precaution untuk risiko terendah atau tidak ada masalah keselamatan dan keamanan di negara tujuan;
    2. Exercise a high degree of caution untuk identifikasi adanya masalah keamanan yang dapat berubah dengan sedikit pemberitahuan;
    3. Avoid non-essential travel  untuk menghindari perjalanan yang tidak penting karena ada kekhawatiran risiko terhadap keselamatan dan keamanan;
    4. Avoid all travel untuk untuk tidak bepergian ke negara lain karena ada risiko ekstrim atas keselamatan dan keamanan. Contohnya ke Korea Utara karena adanya program pengembangan senjata nuklir dan rezim pemerintahan yang represif.

    Baca juga: Peran Perjanjian Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional

    Kesimpulannya, walaupun tidak ada satupun entitas yang dapat memaksakan berlakunya sebuah hukum internasional terhadap negara, negara yang tidak mematuhi keputusan ICJ tetap memiliki tendensi untuk mendapatkan dampak atau sanksi secara politik dan ekonomi, salah satunya adalah travel warning.

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum

    1. Charter of the United Nations;
    2. Statute of International Court of Justice;
    3. Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts 2001.

    Referensi

    1. Amuda Kannike Abiodun (et.al), A Critical Examination of the enforcement of ICJ Decisions through the Organs of the United Nations, Journal of Law and Criminal Justice, Vol. 6, No. 1;
    2. Heather L. Jones, Why Comply? An Analysis on Trends in Compliance with Judgements of the International Court of Justice since Nicaragua, Chicago-Kent Journal of International and Comparative Law, Vol. 12, No. 1;
    3. I Made Budi Arsika dkk, Kebijakan Travel Warning dan Pembatasan Hak Berwisata, Jurnal Pandecta, Vol. 13 No. 1 Juni 2018;
    4. Indien Winarwati, Eksistensi Mahkamah Internasional Sebagai Lembaga Kehakiman Perserikatan Bangsa-bangsa, Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9, No. 1, 2014;
    5. Jonathan Law, A Dictionary of Law (Oxford Quick Reference) 10th Edition, 2022;
    6. Martin Dixon, Textbook on International Law, London: Blackstone Press, 2001;
    7. Schwarzenberger, International Law and Order, Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 1994;
    8. Sefriani, Ketaatan Masyarakat Internasional terhadap Hukum Internasional dalam Perspektif Flsafat Hukum, Jurnal Hukum, Vol.18, No. 3, 2011;
    9. International Court of Justice, diakses pada Senin, 1 Agustus 2022 pukul 23.59.

    [1] Indien Winarwati, Eksistensi Mahkamah Internasional Sebagai Lembaga Kehakiman Perserikatan Bangsa-bangsa, Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9, No. 1, 2014, hlm. 57.

    [2] Pasal 1, Statuta International Court of Justice (“ICJ”).

    [3] Pasal 7 ayat (1), Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (“Piagam PBB”).

    [4] International Court of Justice

    [5] Pasal 94 ayat (1) Piagam PBB

    [6] Pasal 59 Statuta ICJ

    [7] Heather L. Jones, Why Comply? An Analysis on Trends in Compliance with Judgements of the International Court of Justice since Nicaragua, Chicago-Kent Journal of International and Comparative Law, Vol. 12, No. 1, 2012, hlm. 60-69.

    [8] Pasal 94 ayat (2) Piagam PBB

    [9] Amuda Kannike Abiodun (et.al), A Critical Examination of the enforcement of ICJ Decisions through the Organs of the United Nations, Journal of Law and Criminal Justice, Vol. 6, No. 1, hlm. 21.

    [10] Jonathan Law, A Dictionary of Law (Oxford Quick Reference) 10th Edition, 2022, hlm. 2162.

    [11] Chapter II Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts

    [12] Schwarzenberger, International Law and Order, Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 1994, hlm. 22.

    [13] Martin Dixon, Textbook on International Law, London: Blackstone Press, 2001, hlm. 10.

    [14] Sefriani, Ketaatan Masyarakat Internasional terhadap Hukum Internasional dalam Perspektif Flsafat Hukum, Jurnal Hukum, Vol.18, No. 3, 2011, hlm. 409.

    [15] Indien Winarwati, Eksistensi Mahkamah Internasional Sebagai Lembaga Kehakiman Perserikatan Bangsa-bangsa, Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9, No. 1, 2014, hlm. 70.

    [16] I Made Budi Arsika dkk, Kebijakan Travel Warning dan Pembatasan Hak Berwisata, Jurnal Pandecta, Vol. 13 No. 1 Juni 2018, hal. 27

    [17] I Made Budi Arsika dkk, Kebijakan Travel Warning dan Pembatasan Hak Berwisata, Jurnal Pandecta, Vol. 13 No. 1 Juni 2018, hal. 27

    [18] I Made Budi Arsika dkk, Kebijakan Travel Warning dan Pembatasan Hak Berwisata, Jurnal Pandecta, Vol. 13 No. 1 Juni 2018, hal. 28 – 29

    Tags

    hukum internasional
    sanksi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!