Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Penipu Menyalahgunakan Data Pribadi untuk Pinjol? Lakukan Ini

Share
copy-paste Share Icon
Teknologi

Penipu Menyalahgunakan Data Pribadi untuk Pinjol? Lakukan Ini

Penipu Menyalahgunakan Data Pribadi untuk Pinjol? Lakukan Ini
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Penipu Menyalahgunakan Data Pribadi untuk Pinjol? Lakukan Ini

PERTANYAAN

Saya terkena penipuan di mana saya sudah terlanjur mengungkapkan data berupa NIK, alamat, tanggal lahir, nomor HP, lampiran video wajah pribadi, namun tidak berupa nomor rekening kepada oknum yang mengatasnamakan polisi. Apabila nantinya data tersebut disalahgunakan untuk pinjaman online (“pinjol”) yang mengatasnamakan diri saya, adakah perlawanan hukum yang bisa saya lakukan agar tidak membayar sepeserpun pinjaman tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Penyalahgunaan data pribadi pada pinjaman online kini kian meningkat. Hal ini dikarenakan pula proses untuk mendaftarkan data pribadi pada pinjaman online tergolong mudah.

    Padahal, pemrosesan data pribadi pada dasarnya harus berdasarkan dasar pemrosesan yang sah. Bagaimana jika terjadi penyalahgunaan data pribadi oleh penipu untuk didaftarkan pinjaman online?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Danny Kobrata, S.H.,LLM dari Asosiasi Praktisi Pelindungan Data Indonesia (APPDI) dan dipublikasikan pertama kali pada 15 November 2022.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    KLINIK TERKAIT

    Perbedaan Layanan Pinjaman Bank Digital dengan Pinjol

    Perbedaan Layanan Pinjaman Bank Digital dengan Pinjol

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Tindak Pidana Penipuan Menurut KUHP

    Pertama, Anda menyebutkan telah ditipu oleh orang yang mengaku sebagai polisi. Adapun ancaman pidana atas tindak pidana penipuan tertuang dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1]  yaitu tahun 2026.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    Pasal 378 KUHPPasal 492 UU 1/2023
    Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[2]

     

    Disarikan dari Bunyi dan Unsur Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, R. Sugandhi, menjelaskan bahwa unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam Pasal 378 KUHP adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak.[3]

    Lalu, menurut R. Soesilo, kejahatan pada Pasal 378 KUHP dinamakan “penipuan”, yang mana penipu itu pekerjaannya:[4]

    1. membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang;
    2. maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
    3. membujuknya itu dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, akal cerdik (tipu muslihat), atau karangan perkataan bohong.

    Baca juga: Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    Kemudian, berdasarkan Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023, pasal ini adalah ketentuan tentang tindak pidana penipuan, yaitu tindak pidana terhadap harta benda. Perbuatan materiel dari penipuan adalah membujuk seseorang dengan berbagai cara, untuk memberikan barang, membuat utang atau menghapus piutang. Dengan demikian, perbuatan yang langsung merugikan itu tidak dilakukan oleh pelaku tindak pidana, tetapi oleh pihak yang dirugikan sendiri. Perbuatan penipuan baru selesai dengan terjadinya perbuatan dari pihak yang dirugikan sebagaimana dikehendaki pelaku.

    Baca juga: Jika Orang yang Direkomendasikan Terlibat Pasal Penipuan

    Tindak Pidana Penipuan Online Menurut UU ITE

    Namun, untuk pasal penipuan yang dilakukan secara daring atau online dapat merujuk pada UU ITE dan perubahannya. Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur perbuatan yang dilarang sebagai berikut:

    Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

    Lalu, orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE berpotensi dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016.

    Perlu Anda ketahui, dalam artikel DPR Beberkan 20 Perubahan dan Sisipan UU ITE Terbaru, Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (“RUU”) tentang perubahan kedua UU ITE dalam rapat paripurna.

    Lalu, dalam RUU Perubahan Kedua UU ITE (“RUU ITE”) yang telah disahkan oleh DPR, perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (1) berbunyi sebagai berikut:

    Setiap Orang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik.

     Kemudian, orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) RUU ITE dapat dipenjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) RUU ITE.

    Jenis-jenis Data Pribadi yang Dilindungi

    Sebelum menjawab inti pertanyaan, Anda perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan data pribadi. Data pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik.[5]  Sedangkan PDP atau Perlindungan Data Pribadi adalah keseluruhan upaya untuk melindungi data pribadi dalam rangkaian pemrosesan data pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek data pribadi.[6]

    Lalu, setidaknya terdapat 2 jenis data pribadi yaitu sebagai berikut.[7]

    1. Data pribadi yang bersifat spesifik, meliputi:
      1. data dan informasi kesehatan;
      2. data biometrik;
      3. data genetika;
      4. catatan kejahatan;
      5. data anak;
      6. data keuangan pribadi; dan/ atau
      7. data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

     

    1. Data pribadi yang bersifat umum, meliputi:
    1. nama lengkap;
    2. jenis kelamin;
    3. kewarganegaraan;
    4. agama;
    5. status perkawinan; dan/ atau
    6. data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka jenis data berupa Nomor Induk Kependudukan (“NIK”), alamat, tanggal lahir dan nomor ponsel sebagaimana Anda sebutkan merupakan jenis data pribadi yang bersifat umum.

    Lebih lanjut, penting untuk diketahui bahwa pemrosesan data pribadi harus berdasarkan pada dasar pemrosesan yang sah, meliputi:[8]

    1. persetujuan yang sah secara eksplisit dari subjek data pribadi untuk satu atau beberapa tujuan tertentu yang telah disampaikan oleh pengendali data pribadi kepada subjek data pribadi;
    2. pemenuhan kewajiban perjanjian dalam hal subjek data pribadi merupakan salah satu pihak atau untuk memenuhi permintaan subjek data pribadi pada saat akan melakukan perjanjian;
    3. pemenuhan kewajiban hukum dari pengendali data pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    4. pemenuhan pelindungan kepentingan vital subjek data pribadi;
    5. pelaksanaan tugas dalam rangka kepentingan umum, pelayanan publik, atau pelaksanaan kewenangan pengendali data pribadi berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan/atau
    6. pemenuhan kepentingan yang sah lainnya dengan memperhatikan tujuan, kebutuhan, dan keseimbangan kepentingan pengendali data pribadi dan hak subjek data pribadi.

    Baca juga: UU PDP: Landasan Hukum Pelindungan Data Pribadi

    Jerat Hukum Penyalahguna Data Pribadi untuk Pinjol

    Menyambung pertanyaan Anda, diduga penipu menyalahgunakan data pribadi milik Anda untuk mengajukan pinjaman online (“pinjol”) atas nama diri Anda. Artinya, penipu telah melakukan pemrosesan data pribadi tanpa dasar pemrosesan yang sah dan termasuk perbuatan pidana berdasarkan UU PDP.

    Pasal 65 ayat (3) jo. Pasal 67 ayat (3) UU PDP mengatur bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja dan secara melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya, dan bagi orang yang melanggar ketentuan tersebut dapat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.

    Selain jerat pidana menggunakan data pribadi yang bukan miliknya, penipu yang memalsukan identitas dengan menggunakan data-data Anda untuk mendapatkan pinjaman online dapat dijerat Pasal 66 jo. Pasal 68 UU PDP dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 6 miliar.

    Baca juga: Jerat Hukum bagi Polisi Gadungan

    Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan

    Dengan demikian, telah jelas terjadi pelanggaran data pribadi apabila penipu menggunakan data-data Anda untuk mendaftar pinjaman online. Atas kejadian ini, kami menyarankan agar Anda segera menempuh langkah-langkah hukum berikut:

    1. Melaporkan tindak pidana pelanggaran data pribadi kepada pihak polisi. Anda dapat membaca prosedurnya dalam Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.
    2. Mengajukan gugatan pada lembaga arbitrase atau pengadilan atau menggunakan lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya untuk mendapatkan ganti rugi.[9]
    3. Menjelaskan pada pihak pinjaman online bahwa Anda tidak pernah mengajukan pinjaman dan telah menjadi korban penipuan dan kejahatan di bidang pelindungan data pribadi, sehingga Anda tidak wajib membayar pinjaman yang diajukan oleh penipu tersebut.
    4. Meminta data pribadi yang telah diproses tanpa persetujuan Anda untuk dihapus, dimusnahkan dan/atau dihentikan pemrosesannya.[10] Hal ini dapat Anda baca selengkapnya dalam Hukumnya Jika Perusahaan Pinjam Uang ke Pinjol Pakai Data Karyawan.
    5. Apabila oknum yang melakukan perbuatan tersebut adalah benar anggota Kepolisian Republik Indonesia (“Polri”), maka Anda juga bisa melaporkan anggota Polri tersebut ke Divisi Profesi dan Pengamanan (“Div Propam”) melalui prosedur yang dijelaskan dalam Prosedur Melaporkan Anggota Polri dan Sanksi Bagi yang Melanggar Kode Etik.

    Baca juga: Polisi Melakukan Tindak Pidana, Begini Proses Peradilannya

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan RUU Perubahan Kedua UU ITE yang telah disahkan oleh DPR;
    3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi;
    4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    Referensi:

    1. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1986;
    2. R. Sugandhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional. 1980.

    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [2] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

    [3] R. Sugandhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional. 1980, hal. 396-397

    [4] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1986, hal. 261

    [5] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”)

    [6] Pasal 1 angka 2 UU PDP

    [7] Pasal 4 UU PDP

    [8] Pasal 20 UU PDP

    [9] Pasal 64 ayat (1) jo. Pasal 12 ayat (1) UU PDP

    [10] Pasal 8 UU PDP

    Tags

    data pribadi
    pelindungan data pribadi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Simak! Ini 5 Langkah Merger PT

    22 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!