Tetangga menjalankan industri menggunakan mesin-mesin dan alat-alat berat. Mesin-mesin tersebut seperti mesin diesel, mesin potong yang menimbulkan gangguan seperti getaran, guncangan, bahkan bau dan serbuk besi yang sangat mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Warga sudah protes melalui pendekatan kekeluargaan, RT, RW, namun tidak juga diindahkan. Mengingat usaha tersebut berada di lingkungan perumahan, bukan daerah industri, pasti usaha tersebut ilegal.
Bagaimana warga dapat menuntut mereka untuk pindah lokasi?
Apabila kami sudah tidak tahan dengan gangguan yang ditimbulkan, apa yang bisa kami lakukan?
Mohon jika ada contoh kasus/putusan serupa yang bisa jadi pedoman.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perusahaan industri yang akan menjalankan industri wajib berlokasi di kawasan industri. Jika dilanggar, perusahaan industri akan dikenai sanksi administratif. Lalu, langkah hukum apa yang dapat dilakukan warga yang terganggu?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang Gangguan Mesin-mesin Pabrik? yang dibuat oleh Si Pokrol dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 13 Agustus 2001.
Pasal 44 angka 13 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 106 ayat (1) UU Perindustrian menyatakan perusahaan industri yang akan menjalankan industri wajib berlokasi di kawasan industri. Kewajiban berlokasi di kawasan industri dikecualikan bagi perusahaan industri yang akan menjalankan industri dan berlokasi di daerah kabupaten/kota yang:[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
belum memiliki kawasan industri;
telah memiliki kawasan industri tetapi seluruh kaveling industri dalam kawasan industrinya telah habis; atau
terdapat kawasan ekonomi khusus yang memiliki zona industri.
Pengecualian terhadap kewajiban berlokasi di kawasan industri juga berlaku bagi:[2]
industri kecil dan industri menengah yang tidak berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan hidup yang berdampak luas; atau
industri yang menggunakan bahan baku khusus dan/atau proses produksinya memerlukan lokasi khusus.
Kemudian pada Pasal 107 ayat (2) dan (3) UU Perindustrian menegaskan perusahaan industri yang tidak berlokasi di kawasan industri akan mendapatkan sanksi administratif berupa:
peringatan tertulis;
denda administratif;
penutupan sementara;
pembekuan izin usaha industri atau izin usaha kawasan industri; dan/atau
pencabutan izin usaha industri atau izin usaha kawasan industri.
Di sisi lain, terkait peran serta masyarakat juga diatur bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan industri yang diwujudkan dalam bentuk:[3]
pemberian saran, pendapat, dan usul; dan/atau
penyampaian informasi dan/atau laporan.
Masyarakat pun berhak mendapatkan perlindungan dari dampak negatif kegiatan usaha industri.[4]
Langkah Hukum
Kemudian menjawab pertanyaan Anda, kami menyarankan agar Anda dan warga lainnya melaporkan kondisi ini kepada Suku Dinas Perindustrian di wilayah kota/kabupaten tempat Anda tinggal.
Nantinya Suku Dinas Perindustrian akan melakukan pengecekan dan apabila ditemukan pelanggaran, maka perusahaan industri akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana diterangkan sebelumnya.
Langkah hukum lainnya yang dapat Anda tempuh adalah dengan mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dengan mempertimbangkan unsur-unsur sebagai berikut.
Perbuatan
Melawan hukum
Suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai PMH apabila memenuhi kriteria:
bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
bertentangan dengan kesusilaan; dan
bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Kesalahan
Pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkannya apabila perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya. Kesalahan dapat diartikan secara luas mencakup kealpaan atau kelalaian dan kesengajaan, sedangkan dalam arti sempit hanya mencakup kesengajaan saja.
Kerugian
Kerugian dapat berupa kerugian materiil (kekayaan) maupun kerugian immateriil. Kerugian materiil dapat berupa ganti rugi atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang seharusnya dapat diperolehnya, sedangkan kerugian immateriil dapat berupa kerugian terhadap rasa takut, sakit atau kehilangan kesenangan hidup.
Sebab Akibat
Hubungan sebab akibat atau kausalitas diperlukan untuk meneliti adakah hubungan kausal antara PMH dengan kerugian yang ditimbulkan.
Contoh Putusan
Guna mempermudah pemahaman Anda, berikut ini kami contohkan kasus PMH antara penggugat dengan tergugat berupa PT bidang usaha tekstil.
Pada tingkat kasasi dalam Putusan MA No. 1191/K/Pdt/2009, Mahkamah Agung (“MA”) membatalkan Putusan PT Semarang No. 311/PDT/2008/PT.SMg. Oleh karena itu, gugatan penggugat dikabulkan untuk sebagian. Selain itu, amar putusan menyatakan antara lain (hal. 13-14):
Pembuatan dinding tembok bangunan baru setinggi ± 9 m di sebelah selatan yang didirikan oleh tergugat di pekarangan pabrik miliknya yang berdiri tepat di batas pekarangan penggugat dan tetangga lainnya, tanpa meminta izin/persetujuan dari penggugat dan tetangga lainnya sehingga menimbulkan berbagai macam gangguan adalah perbuatan melawan hukum;
Beroperasinya Ketel Uap Batu Bara (mesin boiler batu bara) milik tergugat, telah menimbulkan dampak gangguan terhadap kesehatan, kebisingan, kotoran berupa debu/abu, yang sewaktu-waktu dapat meledak dan dapat mengancam keselamatan jiwa manusia, sehingga menimbulkan kerugian bagi penggugat.
Perbuatan tergugat membendung parit atau selokan milik umum tepat di depan pabrik miliknya yang digunakan membuang limbah
pabrik tanpa meminta izin/persetujuan dari penggugat adalah perbuatan melawan hukum;
Akibat dari dibendungnya parit atau selokan tersebut mempunyai dampak buruk berupa gangguan tersumbatnya air di parit atau
selokan di depan rumah penggugat yang berakibat mengganggu kesehatan, kenyamanan hidup, menimbulkan bibit penyakit, menjadi sarang serangga
dan nyamuk, menimbulkan bau busuk dan tidak sedap yang menimbulkan kerugian bagi penggugat.
Dengan demikian, tergugat dihukum untuk membayar ganti rugi materiil kepada penggugat sebesar Rp225 juta (hal. 14).