KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia (SBKRI)

Share
copy-paste Share Icon
Hak Asasi Manusia

Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia (SBKRI)

Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia (SBKRI)
Alfi Renata, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia (SBKRI)

PERTANYAAN

1. Apa perlu surat bukti (SBKRI) untuk membuktikan seseorang adalah warga negara Indonesia? 2. Apakah penerbitan SBKRI terhadap WNI keturunan oleh Kantor Mentri Kehakiman bisa dikategorikan pelanggaran HAM dan/atau diskrminasi mengingat WNI yang bukan keturunan cukup dengan KTP untuk membuktikan kewarga-negaraannya?; 3. Apakah seorang WNI keturunan bisa mencalonkan diri jadi presiden ( mengingat Gus Dur mengakui dia ada keturunan Cina dari garis keturunan dari ibunya ); 4. Apakah masih ada pembatasan baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi untuk WNI keturunan, untuk masuk keperguruan tinggi negri seperti ITB, UI, UGM, UNPAD dan lain-lain?; 5. Apakah di negara kita masih ada Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan SK. Menteri yang bersifat diskriminasi terhadap WNI keturunan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    1)     Tidak perlu. Ketentuan yang mempersyaratkan penggunaan SBKRI telah dihapus dengan Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1996 Tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun 1996 Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1996.

    Pasal 4 Keppres No. 56 Tahun 1996 menentukan sebagai berikut.
    1. Untuk kepentingan tertentu yang memerlukan bukti kewarganegaraan Republik Indonesia, isteri dan atau anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2, cukup mempergunakan Keputusan Presiden mengenai pemberian kewarganegaraan suami/ayah atau ibunya beserta berita acara pengambilan sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, atau Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Keluarga, atau Akte Kelahiran yang bersangkutan.
    2. Bagi warga negara Republik Indonesia yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Keluarga, atau Akte Kelahiran, pemenuhan kebutuhan persyaratan untuk kepentingan tertentu tersebut cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Keluarga, atau Akte Kelahiran tersebut.
     

    Pasal 5 Keppres No. 56 Tahun 1996 menetapkan bahwa dengan berlakunya Keppresi, maka segala peraturan perundang-undangan yang untuk kepentingan tertentu mempersyaratkan SBKRI, dinyatakan tidak berlaku lagi.

    Instruksi Mendagri No. 25 Tahun 1996 menetapkan bahwa Akta Kelahiran, Kartu Keluarga, atau Kartu Tanda Penduduk sebagai bukti diri WNI, serta menghapus semua produk hukum daerah yang mewajibkan bagi isteri dan anak-anak, untuk kepentingan tertentu melampirkan SBKRI.
     

    2)     Tidak. Penerbitan SBKRI oleh Menteri Kehakiman bukan pelanggaran HAM dan bukan diskriminasi. 

    Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekomomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik. yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya. dan aspek kehidupan lainnya (pasal 1 angka 3 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia). 

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (pasal 1 angka 3 UU No. 39 Tahun 1999). 

    Menjawab pertanyaan Saudara, penerbitan SBKRI untuk WNI keturunan sebenarnya tidak perlu, apalagi orang tua dari WNI keturunan sudah memiliki SBKRI. Namun demikian, dalam kenyataannya WNI keturunan seringkali merasa perlu untuk memiliki SBKRI. Dalam berbagai hal, pada kenyataannya WNI keturunan sering dimintakan SBKRI, yang mana apabila dikaji lebih lanjut, bisa jadi telah terjadi diskriminasi dan pelanggaran HAM disini. Pasal 26 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 menentukan bahwa setiap orang bebas memilih kewarganegaraannya dan tanpa diskriminasi berhak menikmati hak-hak yang bersumber dan melekat pada kewarganegaraannya serta wajib melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keharusan menyertakan SBKRI dalam melakukan berbagai perbuatan (misalnya untuk mengurus paspor, KTP, dan sebagainya) itulah yang dapat menimbulkan pelanggaran HAM/diskriminasi di mana seharusnya setiap WNI memiliki hak untuk mendapatkan pengakuan yang sama sebagai WNI. Dengan kata lain, seseorang yang telah memiliki status WNI tidak memerlukan SBKRI. Mengenai penerbitan SBKRI itu sendiri, bukanlah diskriminasi dan bukan pelanggaran HAM karena diterbitkan atas dasar permohonan yang bersangkutan. 

    3)     Dapat. Warga Negara Indonesia keturunan bisa mencalonkan diri jadi presiden. Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 dan pasal 5 huruf b UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menentukan bahwa calon presiden harus warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri. Sepanjang memenuhi syarat tersebutl WNI keturunan bisa mencalonkan diri menjadi presiden. 

    4)     Setahu kami tidak ada pembatasan secara terang-terangan untuk masuk perguruan tinggi negeri seperti ITB, UI, UGM, UNPAD dan lain-lain. Mengenai pembatasan secara sembunyi-sembunyi atau terselubung, kami tidak mengetahuinya. 

    5)     Tidak ada UU, PP, dan SK Menteri yang bersifat diskriminatif. Sebagai tambahan, Anda dapat melihat UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, serta Undang-undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

    Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:

    1.      Undang-Undang Dasar 1945

    2.      UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

    3.      UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,

    4.      UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,

    5.      UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

    6.      Undang-undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis

    7.      Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1996 Tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia

    8.      Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1996

     

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Begini Cara Hitung Upah Lembur Pada Hari Raya Keagamaan

    12 Apr 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!