Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Cara Menghitung Pajak Penjual dan Pembeli dalam Jual Beli Tanah

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Cara Menghitung Pajak Penjual dan Pembeli dalam Jual Beli Tanah

Cara Menghitung Pajak Penjual dan Pembeli dalam Jual Beli Tanah
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Cara Menghitung Pajak Penjual dan Pembeli dalam Jual Beli Tanah

PERTANYAAN

Apakah dalam jual beli tanah dan bangunan, pihak penjual dan pembeli akan dikenakan pajak? Jika ya, bagaimana cara perhitungannya dan bagaimana cara menghitungnya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Dalam transaksi jual beli tanah, baik penjual maupun pembeli dikenakan pajak. Untuk penjual, dikenakan Pajak Penghasilan (“PPh”). Dasar hukum pengenaan PPh untuk penjual tanah adalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya.
     
    Besarnya pajak penghasilan adalah 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
     
    Contoh Cara perhitungan:
     
    Bu Shinta menjual rumah dengan luas 600m2 dan luas tanah 1200m2 dengan harga Rp 1 miliar. Berapa PPh yang harus dibayarkan oleh Bu Shinta?
     
    Besaran PPh terutang adalah:
     
    2.5 % x 1.000.000.000 = Rp 25.000.000.
     
    Untuk pembeli, dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”), yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dasar hukumnya adalah Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) huruf a angka 1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta peraturan daerah setempat. Seperti misalnya di DKI Jakarta, BPHTB diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (“Perda DKI Jakarta 18/2010”). Berdasarkan Perda DKI Jakarta 18/2010, tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen)
     
    Cara Menghitung BPHTB:
     
    Tarif BPTHB x (Nilai Perolehan Objek Pajak– Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak)
     
    Contoh perhitungannya sebagai berikut:
     
    Wajib Pajak “A” membeli tanah dan bangunan dengan:
    NPOP : Rp 150.000.000,00
    NPOPTKP : RP 80.000.000,00 (-)
    NPOP Kena Pajak : Rp 70.000.000,00
    BPHTB Terhutang : 5% x Rp 70.000.000,00 = Rp 3.500.000,00
     
    Penjelasan lebih lanjut, silakan simak ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul “Pajak Jual Beli Tanah” yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pernah dipublikasikan pada Selasa, 15 Maret 2011
     
    Intisari:
     
     
    Dalam transaksi jual beli tanah, baik penjual maupun pembeli dikenakan pajak. Untuk penjual, dikenakan Pajak Penghasilan (“PPh”). Dasar hukum pengenaan PPh untuk penjual tanah adalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya.
     
    Besarnya pajak penghasilan adalah 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
     
    Contoh Cara perhitungan:
     
    Bu Shinta menjual rumah dengan luas 600m2 dan luas tanah 1200m2 dengan harga Rp 1 miliar. Berapa PPh yang harus dibayarkan oleh Bu Shinta?
     
    Besaran PPh terutang adalah:
     
    2.5 % x 1.000.000.000 = Rp 25.000.000.
     
    Untuk pembeli, dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”), yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dasar hukumnya adalah Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) huruf a angka 1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta peraturan daerah setempat. Seperti misalnya di DKI Jakarta, BPHTB diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (“Perda DKI Jakarta 18/2010”). Berdasarkan Perda DKI Jakarta 18/2010, tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen)
     
    Cara Menghitung BPHTB:
     
    Tarif BPTHB x (Nilai Perolehan Objek Pajak– Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak)
     
    Contoh perhitungannya sebagai berikut:
     
    Wajib Pajak “A” membeli tanah dan bangunan dengan:
    NPOP : Rp 150.000.000,00
    NPOPTKP : RP 80.000.000,00 (-)
    NPOP Kena Pajak : Rp 70.000.000,00
    BPHTB Terhutang : 5% x Rp 70.000.000,00 = Rp 3.500.000,00
     
    Penjelasan lebih lanjut, silakan simak ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Dalam transaksi jual beli tanah, baik penjual maupun pembeli dikenakan pajak. Untuk penjual, dikenakan Pajak Penghasilan (“PPh”). Dasar hukum pengenaan PPh untuk penjual tanah adalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya (“PP 34/2016”) sebagai berikut:
     
    1. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari:
      1. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
      2. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya,
    terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
    1. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.
     
    Besarnya PPh dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar:[1]
    1. 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
    2. 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
    3. 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
     
    Kami asumsikan Wajib Pajak yang Anda maksud bukanlah Wajib Pajak yang usaha pokoknya mealakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan juga bukanlah pengalihan yang ditujukan kepada pemerintah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah.
     
    Jadi rumus cara menghitung PPh untuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:
     
    PPh = 2.5% X jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
     
    Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam hal jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan hak kepada pemerintah dan pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang, adalah nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh.[2]
     
    Hubungan istimewa dianggap ada apabila:[3]
    1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
    2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
    3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
     
    Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan, salah satunya adalah orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp 60 juta dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.[4]
     
    Contoh Cara perhitungan:
    Bu Shinta menjual rumah dengan luas bangunan 600m2 dan luas tanah 1200m2 dengan harga Rp 1 miliar. Berapa PPh yang harus dibayarkan oleh Bu Shinta?
     
    Besaran PPh terutang adalah:
     
    2.5 % x 1.000.000.000 = Rp 25.000.000
     
    Cara Menghitung Pajak Bagi Pembeli
    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU 28/2009”), untuk pembeli, dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”), yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.[5] Hal ini didasarkan pada  Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) huruf a angka 1) UU 28/2009 yang mengatur bahwa yang menjadi Objek Pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut salah satunya meliputi pemindahan hak karena jual beli.
     
    Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).[6] Tarif BPHTB ditetapkan dengan Peraturan Daerah.[7]
     
    Untuk itu, mengenai BPTHB Anda perlu melihat kembali peraturan di daerah setempat. Seperti misalnya di DKI Jakarta, BPHTB diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (“Perda DKI Jakarta 18/2010”) serta Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 126 Tahun 2017 tentang Pengenaan 0% (Nol Persen) Atas Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Terhadap Perolehan Hak Pertama Kali dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (Dua Miliar Rupiah) (“Pergub DKI Jakarta 126/2017”).
     
    Berdasarkan Perda DKI Jakarta 18/2010, tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen).[8]
     
    Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (“NPOP”).[9] Dalam hal jual beli, Nilai Perolehan Objek Pajak adalah harga transaksi, sementara dalam hal hibah, hibah wasiat, dan waris adalah nilai pasar.[10] Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (“NJOP”) yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan.[11]
     
    Cara Menghitung BPHTB:[12]
    Tarif BPTHB x (Nilai Perolehan Objek Pajak – Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak)
     
    Besaran Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (“NPOPTKP”) di DKI Jakarta ditetapkan sebagai berikut:[13]
    1. besaran Rp 80 juta untuk setiap Wajib Pajak; dan
    2. besaran Rp 350 juta untuk Waris dan Hibah Wasiat.
     
    Berkaitan dengan pengalihan hak yang tidak terdapat hubungan istimewa di dalamnya pada kasus Anda, dalam Penjelasan Pasal 7 Perda DKI Jakarta 18/2010, diuraikan juga contoh perhitungannya sebagai berikut:
     
    Wajib Pajak “A” membeli tanah dan bangunan dengan:
    NPOP : Rp 150.000.000,00
    NPOPTKP : RP 80.000.000,00 (-)
    NPOP Kena Pajak : Rp 70.000.000,00
    BPHTB Terhutang : 5% x Rp 70.000.000,00 = Rp 3.500.000,00
     
    Akan tetapi, perlu diketahui bahwa terdapat pengenaan 0% atas BPHTB terhadap perolehan hak untuk pertama kali meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru, sebagaimana diatur dalam Pergub DKI Jakarta 126/2017.
     
    Pengenaan 0% atas BPHTB terhadap perolehan hak pertama kali karena pemindahan hak atau pemberian hak baru ini hanya berlaku bagi wajib pajak orang pribadi, yang merupakan Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta paling sedikit selama 2 (dua) tahun berturut-turut, serta dengan Nilai Perolehan Objek Pajak sampai dengan Rp2 miliar.[14]
     
    Uraian selengkapnya mengenai pajak jual beli tanah dapat Anda simak dalam artikel Pajak Penjual dan Pembeli dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Cara Memperoleh Pengenaan 0% Atas BPHTB di Jakarta.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;

    [1] Pasal 2 ayat (1) PP 34/2016
    [2] Pasal 2 ayat (2) huruf d PP 34/2016
    [3] Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
    [4] Pasal 6 huruf a PP 34/2016
    [5] Pasal 1 angka 41 UU 28/2009
    [6] Pasal 88 ayat (1) UU 28/2009
    [7] Pasal 88 ayat (2) UU 28/2009
    [8] Pasal 6 Perda DKI Jakarta 18/2010
    [9] Pasal 87 ayat (1) UU 28/2009 dan Pasal 5 ayat (1) Perda DKI Jakarta 18/2010
    [10] Pasal 87 ayat (2) UU 28/2009 dan Pasal 5 ayat (2) Perda DKI Jakarta 18/2010
    [11] Pasal 87 ayat (3) UU 28/2009 dan Pasal 5 ayat (3) Perda DKI Jakarta 18/2010
    [12] Pasal 89 ayat (1) UU 28/2009 dan Pasal 7 ayat (1) Perda DKI Jakarta 18/2010
    [13] Pasal 13 ayat (1) Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2011 tentang Prosedur Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
    [14] Pasal 3 ayat (1) Pergub DKI Jakarta 126/2017

    Tags

    pertanahan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

    20 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!