Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul
Aturan Pengambilan Hak atas Tanah Akibat Pelebaran Jalan yang dibuat oleh
LBH Jakarta dan dipublikasikan pertama kali pada Rabu, 13 April 2005.
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Secara umum, pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak untuk kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
[1]Pengadaan tanah tersebut wajib diselenggarakan oleh pemerintah dan tanahnya selanjutnya dimiliki pemerintah pusat atau pemerintah daerah,
[2] atau menjadi milik badan usaha milik negara (“BUMN”) dalam hal instansi yang memerlukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah BUMN.
[3]
Wajib Memberikan Ganti Kerugian
Patut diperhatikan, pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil
[4] yang diberikan secara langsung kepada pihak yang berhak,
[5] antara lain:
[6]pemegang hak atas tanah;
pemegang hak pengelolaan;
nadzir, untuk tanah wakaf;
pemilik tanah bekas milik adat;
masyarakat hukum adat;
pihak yang menguasai tanah negara dengan iktikad baik antara lain tanah terlantar, tanah bekas hak barat;
pemegang dasar penguasaan atas tanah; dan/atau
pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.
Dalam hal ini, bentuk ganti kerugian dapat berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
[7]
Sebagai informasi tambahan, jika dalam pengadaan tanah terdapat sisa dari bidang tanah tertentu yang terkena pengadaan tanah yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, pihak yang berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya.
[8]
Sebagai contoh, jika pengadaan tanah tersebut mengakibatkan rumah hunian terbagi sehingga sebagian lagi tidak dapat digunakan sebagai rumah hunian, pihak yang menguasai/memiliki tanah dapat meminta ganti kerugian atas seluruh tanahnya.
[9]
Dengan demikian, berkenaan dengan pertanyaan Anda, maka dalam hal tanah yang merupakan hak milik warga tersebut terkena pelebaran jalan, seharusnya pemegang hak milik atas tanah terkait memperoleh ganti kerugian yang layak dan adil, yang penetapan besar dan bentuknya dilakukan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Jika pemegang hak milik atas tanah belum menerima ganti kerugian sebagaimana yang kami jelaskan di atas dan belum ada putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap mengenai hal ini, maka ia tidak wajib melepaskan tanahnya.
[10] Sehingga, instansi yang memerlukan tanah tersebut belum berhak melakukan pembangunan pelebaran jalan terhadap tanah tersebut.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1 angka 2 dan angka 6 UU 2/2012
[2] Pasal 11 ayat (1) UU 2/2012
[3] Pasal 11 ayat (2) UU 2/2012
[4] Pasal 9 ayat (2) UU 2/2012
[6] Penjelasan Pasal 123 angka 10 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 40 UU 2/2012
[7] Pasal 123 angka 9 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 36 ayat (1) UU 2/2012
[9] Penjelasan Pasal 35 UU 2/2012