Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Ciptaan yang Melanggar Suatu Undang-Undang Bisa Dicatatkan?

Share
copy-paste Share Icon
Kekayaan Intelektual

Apakah Ciptaan yang Melanggar Suatu Undang-Undang Bisa Dicatatkan?

Apakah Ciptaan yang Melanggar Suatu Undang-Undang Bisa Dicatatkan?
Risa Amrikasari S.S., S.H., M.H.IPAS Institute
IPAS Institute
Bacaan 10 Menit
Apakah Ciptaan yang Melanggar Suatu Undang-Undang Bisa Dicatatkan?

PERTANYAAN

Apakah ciptaan yang melanggar UU lain (contoh UU Pornografi) bisa didaftarkan untuk mendapatkan Hak cipta? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaannya.
     

    Sebelum menjawab pertanyaan mengenai pendaftaran hak cipta, ada baiknya kita melihat dulu apa yang dimaksud sebagai Ciptaan menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UUHC 2014”).

     

    Ciptaan, menurut Pasal 1 angka 3 UUHC 2014, adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

     

    Ketika seseorang memiliki suatu karya dan melihat definisi ciptaan di atas, maka ia bisa saja mengkategorikan bahwa apa yang dihasilkannya adalah suatu ciptaan. Tetapi apakah ciptaannya tersebut memiliki hak cipta? Mari kita lihat definisi hak cipta.

    KLINIK TERKAIT

    Kedudukan Lembaga Manajemen Kolektif dalam UU Hak Cipta yang Baru

    Kedudukan Lembaga Manajemen Kolektif dalam UU Hak Cipta yang Baru
     

    Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Pasal 1 angka 1 UUHC 2014).

     

    Terkait dengan karya cipta yang mengandung pornografi, ada kasus menarik di Amerika Serikat di mana banyak orang digugat oleh sebuah perusahaan industri film porno atas tuduhan mengunduh film-film porno mereka secara online tanpa izin. Perusahaan ini melakukan penelusuran atas alamat IP para pengunduh film-film mereka dan mengajukan gugatan atas pelanggaran hak cipta.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Dalam hukum hak cipta Amerika Serikat memang masih belum secara tegas dinyatakan karya pornografi tidak termasuk karya cipta yang dilindungi oleh undang-undang hak cipta dengan alasan undang-undang hak cipta Amerika Serikat merumuskan “promote the progress of science and useful arts” (mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan seni yang bermanfaat) dan banyak orang memasukkan kategori “pornografi normal” sebagai “useful art”. Sebaliknya, ketentuan mengenai hal tersebut pulalah yang dipakai oleh sebagian orang untuk menentang karya cipta pornografi sebagai karya cipta yang memiliki perlindungan hak cipta. Beberapa orang yang terkena masalah terkait gugatan pelanggaran hak cipta film porno yang diunduh secara online tanpa izin ini meskipun tak merasa bersalah, berpikir untuk menyelesaikannya di luar pengadilan ketimbang membayar biaya lawyer yang mereka anggap jauh lebih mahal.

     

    Contoh kasus menarik lainnya adalah kasus yang ada di Taiwan. Pengadilan Hak Kekayaan Intelektual di Taiwan pada bulan April 2014 memutuskan bahwa video porno luar negeri berada di bawah perlindungan hak cipta di Taiwan dan menetapkan preseden untuk kasus-kasus jenis yang sama di masa yang akan datang.

     

    Produsen sah pornografi Jepang telah mengajukan tuntutan kepada 2 (dua) orang yang dianggap melakukan pelanggaran atas hak cipta mereka dan kedua orang tersebut harus menjalani hukuman penjara. Ini adalah sejarah baru bagi hukum kekayaan intelektual di negara ini sejak adanya Pengadilan Hak Kekayaan Intelektual sendiri yang terpisah dari pengadilan lain setelah selama bertahun-tahun Mahkamah Agung di negara ini menentang karya cipta pornografi sebagai karya cipta yang bisa mendapatkan perlindungan hak cipta.

     

    Sementara di Indonesia, mengenai pornografi diatur dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“UU Pornografi”). Pasal 1 angka 1 UU Pornografi menyatakan:

     

    “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”

     
    Larangan dan pembatasan diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi sebagai berikut:
     

    Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

    a.    persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

    b.    kekerasan seksual;

    c.    masturbasi atau onani;

    d.    ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

    e.    alat kelamin; atau

    f.     pornografi anak.

                                                       

    Jika kita merujuk pada definisi hak cipta yang ada pada UUHC 2014, maka dari sisi timbulnya hak eksklusif saja, di mana hak tersebut timbul tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-perundangan yang artinya adalah bahwa hak eksklusif yang timbul dari hak cipta tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, termasuk dalam hal ini UU Pornografi, maka karya cipta yang mengandung unsur pornografi tidak mendapatkan perlindungan hak cipta.

     

    Jika secara hak eksklusif saja sudah tidak timbul, maka tentunya tidak ada yang dapat dicatatkan sebagai hak cipta.

     

    Sebagai tambahan informasi, dalam UUHC 2014, istilah PENDAFTARAN telah diubah menjadi PENCATATAN. Pencatatan ciptaan bukanlah syarat untuk mendapatkan hak cipta. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 64 ayat (2) UUHC 2014 sebagai berikut:

     

    “Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Cipta dan Hak Terkait.”

     
    Demikian jawaban saya, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:

    Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. 

    Tags

    hak cipta

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!