Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason dalam Persaingan Usaha

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason dalam Persaingan Usaha

Pendekatan <i>Per Se Illegal</i> dan <i>Rule of Reason</i> dalam Persaingan Usaha
Dr. Zahry Vandawati Chumaida, S.H., M.H.Pusat Kajian Hukum Bisnis FH Unair
Pusat Kajian Hukum Bisnis FH Unair
Bacaan 10 Menit
Pendekatan <i>Per Se Illegal</i> dan <i>Rule of Reason</i> dalam Persaingan Usaha

PERTANYAAN

Mohon jelaskan apa yang dimaksud dengan per se illegal dan rule of reason dalam hukum persaingan usaha. Sebenarnya apa pentingnya prinsip-prinsip tersebut? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam hukum persaingan usaha, terdapat dua pendekatan untuk menilai apakah suatu kegiatan atau perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha melanggar UU 5/1999 atau tidak. Dua pendekatan tersebut adalah per se illegal dan rule of reason.

    Lalu, apa perbedaan pendekatan per se illegal dan rule of reason?  

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Pentingnya Prinsip “per se” dan “rule of reason” di UU Persaingan Usaha yang dibuat oleh Ranyta Yusran dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 10 Maret 2010.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Larangan Praktik Monopoli Lengkap dengan Sanksinya

    Larangan Praktik Monopoli Lengkap dengan Sanksinya

    Perbedaan Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason

    Pendekatan rule of reason dan pendekatan per se illegal digunakan untuk menilai apakah suatu perjanjian atau kegiatan tertentu yang dilakukan oleh pelaku usaha melanggar UU 5/1999.[1]

    1. Pendekatan Per Se Illegal

    Pendekatan per se illegal adalah metode pendekatan yang menganggap setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atau menyelidiki lebih dahulu dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian atau kegiatan usaha tersebut terhadap persaingan.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Kegiatan yang dianggap sebagai per se illegal biasanya meliputi penetapan harga secara kolusif atas produk tertentu serta pengaturan harga penjualan kembali.[3]

    Pendekatan per se illegal ini dapat diketahui dari ketentuan pasal yang memuat kata “dilarang” tanpa anak kalimat “yang dapat mengakibatkan”. Misalnya penyelidikan terhadap beberapa perjanjian atau kegiatan usaha.

    Lantas, per se illegal pasal berapa? Contohnya yaitu tentang perjanjian penetapan harga (Pasal 5 UU 5/1999), penetapan harga diskriminasi (Pasal 6 UU 5/1999), boikot (Pasal 10 UU 5/1999), perjanjian tertutup (Pasal 15 UU 5/1999), persekongkolan dalam menghambat produk/pemasaran pesaing (Pasal 24 UU 5/1999 jo. Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016), penyalahgunaan posisi dominan (Pasal 25 UU 5/1999), dan tentang pemilikan saham mayoritas (Pasal 27 UU 5/1999).

    Pada prinsipnya, ada 2 syarat melakukan pendekatan per se illegal yaitu:

    1. Harus ditujukan kepada perilaku bisnis daripada situasi pasar, karena keputusan melawan hukum dijatuhkan tanpa disertai pemeriksaan lebih lanjut, misalnya mengenai akibat dan hal-hal yang melingkupinya. Perbuatan ilegal tersebut merupakan tindakan sengaja pelaku usaha yang seharusnya dapat dihindari.
    2. Adanya identifikasi secara cepat atau mudah terkait dengan jenis praktik atau batasan perilaku yang terlarang. Artinya, penilaian atas tindakan dari pelaku usaha baik di pasar maupun dalam proses pengadilan harus dapat ditentukan dengan mudah.[4]

     

    1. Pendekatan Rule of Reason

    Apa yang dimaksud dengan rule of reason? Pendekatan rule of reason adalah pendekatan yang digunakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”) untuk mengevaluasi akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu yang dilakukan pelaku usaha, guna menentukan apakah perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan.[5]

    Dengan kata lain, pendekatan rule of reason adalah pendekatan yang menggunakan analisis pasar serta dampaknya terhadap persaingan, sebelum dinyatakan sebagai melanggar undang-undang.[6]

    Rule of reason dalam UU 5/1999 dapat diketahui dari ketentuan pasal-pasal yang memuat frasa “yang dapat mengakibatkan” dan/atau “patut diduga”. Frasa-frasa tersebut menyiratkan perlunya penelitian terlebih dahulu secara mendalam apakah suatu tindakan dapat menimbulkan praktik monopoli yang bersifat menghambat persaingan atau tidak. Misalnya tentang kartel yang diatur di dalam Pasal 11 UU 5/1999 dan ketentuan mengenai larangan penetapan harga di bawah harga pasar dalam Pasal 7 UU 5/1999.  

    Pentingnya Per Se Illegal dan Rule of Reason dalam Persaingan Usaha

    Pentingnya pendekatan rule of reason dan per se illegal dalam persaingan usaha adalah sebagai berikut.

    1. Rule of Reason

    Pendekatan rule of reason digunakan untuk menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan yang dilakukan pelaku usaha tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan.

    Selain itu, rule of reason juga digunakan untuk menentukan apakah tindakan pelaku usaha menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat.

    Pendekatan ini memungkinkan pengadilan melakukan interpretasi terhadap undang-undang dengan mempertimbangkan faktor kompetitif dan menetapkan layak atau tidaknya suatu hambatan perdagangan.[7] Hal ini dikarenakan tidak semua perjanjian atau kegiatan usaha yang dilakukan pelaku usaha dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

    1. Per Se Illegal

    Dalam per se illegal, setiap perjanjian atau kegiatan usaha dianggap sebagai ilegal tanpa perlu pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari suatu perjanjian atau kegiatan tersebut.

    Manfaat dari penggunaan metode per se illegal adalah kemudahan dan kejelasannya dalam proses administratif. Selain itu, juga memiliki kekuatan mengikat yang lebih luas daripada larangan-larangan yang tergantung pada evaluasi mengenai pengaruh kondisi pasar yang kompleks.[8]

    Dengan demikian, pendekatan ini dapat memperpendek proses pada tingkatan tertentu dalam pelaksanaan undang-undang. Selain itu, juga dianggap relatif mudah dan sederhana, karena hanya meliputi identifikasi pelaku yang tidak sah dan pembuktian atas perbuatan ilegal tersebut. Sehingga tidak perlu penyelidikan terhadap situasi serta karakteristik pasar.[9]

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
    2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XIV/2016.

    Referensi:

    1. Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks. Jakarta: KPPU dan GIZ, 2009;
    2. Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks. Edisi Kedua. Jakarta: KPPU, 2017;
    3. Carl Kaysen dan Donald F. Turner. Antitrust Policy: An Economic and Legal Analysis. Cambridge Harvard University Press, 1972.

    [1] Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks. Edisi Kedua. Jakarta: KPPU, 2017, hal. 66

    [2] Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks. Edisi Kedua. Jakarta: KPPU, 2017, hal. 66 dan 89

    [3]Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks. Edisi Kedua. Jakarta: KPPU, 2017,  hal. 66

    [4] Carl Kaysen dan Donald F. Turner. Antitrust Policy: An Economic and Legal Analysis. Cambridge Harvard University Press, 1972, hal. 143

    [5] Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks. Edisi Kedua. Jakarta: KPPU, 2017, hal. 66

    [6] Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks. Edisi Kedua. Jakarta: KPPU, 2017, hal. 89

    [7] Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks. Edisi Kedua. Jakarta: KPPU, 2017, hal. 75

    [8] Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks. Jakarta: KPPU dan GIZ, 2009, hal. 60

    [9] Andi Fahmi Lubis dkk. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks. Jakarta: KPPU dan GIZ, 2009, hal. 60

    Tags

    hukum persaingan usaha
    persaingan usaha

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!