KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Terjerat Utang dengan Lintah Darat, Ini Hukumnya

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Terjerat Utang dengan Lintah Darat, Ini Hukumnya

Terjerat Utang dengan Lintah Darat, Ini Hukumnya
Tredi Wibisaka, S.H. Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Terjerat Utang dengan Lintah Darat, Ini Hukumnya

PERTANYAAN

Saya mempunyai seorang tante (bulik). Tidak tahu kenapa akhir-akhir ini bulik saya itu sering utang banyak untuk keperluan yang tidak diketahui (kemungkinan foya-foya). Bodohnya, bulik utang ke lintah darat dengan bunga yang semena-mena.

  1. Apakah tidak ada aturan bunga kredit pinjaman mengingat bulik saya harus membayar 3 kali lipat dari yang seharusnya?
  2. Keluarga melunasi utang bulik dengan janji bulik tidak akan utang lagi. Keluarga juga membuat perjanjian dengan lintah darat agar bulik saya tidak meminjam lagi. Tetapi, 2 bulan berlanjut dia utang lagi, sekarang utangnya justru lebih besar dari yang sebelumnya dengan lintah darat yang sama. Apakah perjanjian antara keluarga dan lintah darat tersebut bisa menggugurkan perjanjian pinjam-meminjam antara bulik saya dengan lintah darat?
  3. Kemudian bulik saya melarikan motor sewaan untuk dijual. Kalau dilaporkan ke polisi nanti delik pidana penggelapan atau perdata wanprestasi perjanjian sewa menyewa?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Lintah darat adalah orang yang meminjamkan uang dengan bunga yang sangat tinggi. Keberadaan lintah darat ini tidaklah melanggar peraturan perundang-undangan dan justru perbuatan pinjam-meminjam uang dengan lintah darat tetap tunduk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

    Begitu pula dengan pengenaan bunga pinjaman uang sebesar 3 kali lipat juga dapat diperjanjikan antara lintah darat (kreditur) dengan tante Anda selaku peminjam uang (debitur).

    Mengenai tante Anda yang menjual motor sewaan, ia dapat dituntut pidana penggelapan dan secara perdata, tante Anda bisa digugat oleh pemberi sewa karena telah melakukan wanprestasi.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bagaimana Jika Terjerat Utang dengan Lintah Darat? yang  pertama kali dipublikasikan pada 31 Mei 2011.

    KLINIK TERKAIT

    Etika Penagihan Utang oleh Debt Collector

    Etika Penagihan Utang oleh <i>Debt Collector</i>

     

    Lintah Darat dan Bunga Pinjaman

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Pada prinsipnya utang-piutang bersifat kekal atau abadi dan dapat diturunkan ke ahli waris. Karena sifatnya yang kekal oleh karena itu utang wajib dibayar, apabila utang tidak dibayar maka si orang yang berutang dapat dikenakan untuk membayar biaya, ganti rugi serta bunga. Hal ini dimuat dalam Pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan:

    Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya.

    Oleh karena itu, secara hukum perdata, pemberian bunga atas utang pokok pada dasarnya adalah untuk memaksa agar orang yang berutang tidak lalai atas kewajibannya untuk membayarkan utangnya. Namun, dalam praktiknya pemberian utang dari yang memberikan pinjaman dikenakan bunga yang tinggi, bahkan sering terjadi orang yang berutang membayar 3 kali lipat jumlahnya dari utang pokok.

    Secara hukum, praktik-praktik pemberian pinjaman dengan bunga yang tinggi oleh orang perorangan bukan lembaga keuangan di masyarakat disebut atau dikenal dengan “bank gelap”. Selain itu, istilah “lintah darat” sebagaimana Anda maksud dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pun diartikan sebagai orang yang meminjamkan uang dengan bunga yang sangat tinggi.

    Menurut hukum, pinjam-meminjam uang diberikan oleh pemberi utang (kreditur) kepada orang yang berutang (debitur), di mana debitur diberikan batas waktu untuk mengembalikan dalam waktu tertentu dan dikenakan bunga dikenal dengan istilah “kredit”.

    Kredit sendiri diartikan menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU 10/1998”), yang menyatakan:

    Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

    Oleh karenanya kredit di sini berarti pinjam-meminjam dengan pihak bank. Namun dalam perkembangannya, pemberian pinjaman dapat dilakukan oleh lembaga jasa keuangan lainya seperti pinjaman online (pinjol) yang marak di masyarakat saat ini.

    Baca juga: Hukumnya Jika Terlilit Utang Pinjol Ilegal

    Perlu diperhatikan pula, apabila ada orang yang bertindak seolah-olah sebagai bank dengan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian dijadikan sebagai mata pencaharian, justru ia berpotensi dijerat pidana sebagaimana diatur Pasal 46 ayat (1) UU 10/1998, yang menyatakan:

    Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar rupiah.

    Disarikan dari Dapatkah Rentenir Dipidana?, praktik lintah darat yang meminjamkan uang dengan bunga yang tinggi tidak termasuk unsur Pasal 46 ayat (1) UU 10/1998 tersebut, sehingga ia tidak dapat dikualifikasikan sebagai “bank gelap” seperti yang selama ini melekat di masyarakat.

    Dengan demikian, kami berpendapat, keberadaan dan konsekuensi hukum meminjam uang dari lintah darat ini tetap tunduk pada ketentuan pinjam-meminjam uang berdasarkan Pasal 1754 KUH Perdata:

    Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.

    Pemberian bunga sendiri juga diperbolehkan menurut Pasal 1765 KUH Perdata:

    Untuk peminjaman uang atau barang yang habis dalam pemakaian, diperbolehkan membuat syarat bahwa atas pinjaman itu akan dibayar bunga.

    Masih bersumber dari artikel yang sama, tidak ada pengaturan khusus sampai berapa besar bunga yang diperjanjikan oleh lintah darat. Penulis berpendapat, pengenaan bunga pinjaman yang tinggi ini justru dapat merupakan penyalahgunaan keadaan dalam hukum perdata.

    Untuk memahami lebih lanjut tentang penyalahgunaan keadaan, Anda dapat membacanya dalam “Memanfaatkan” Kelemahan Fisik Orang dalam Perjanjian Jubel Tanah.

     

    Memperjanjikan Tak Lagi Utang pada Lintah Darat

    Selanjutnya Anda menerangkan bahwa keluarga Anda dengan pihak lintah darat telah membuat perjanjian agar tante Anda tidak meminjam lagi dengan lintah darat tersebut. Kemudian sayangnya, tante Anda justru berutang lagi pada lintah darat yang sama.

    Menurut hemat kami, dengan pihak lintah darat meminjamkan uang kepada tante Anda, maka pihak lintah darat dapat dikatakan telah wanprestasi. Namun demikian, kami kurang mendapatkan informasi pihak siapa yang dimaksud “keluarga” dalam perjanjian dengan lintah darat. Sebab, perjanjian mengikat bagi para pihak yang membuatnya dan tidak dapat merugikan pihak ketiga.[1]

    Kecuali memang diadakan perjanjian untuk kepentingan orang ketiga, mengandung syarat semacam itu, maka syarat tak boleh ditarik kembali, jika pihak ketiga telah menyatakan akan mempergunakan syarat itu, atau dalam konteks ini kami mengasumsikan tante Anda sebagai orang ketiga dalam perjanjian antara keluarga dengan lintah darat.[2]

    Tapi perlu dipahami, meskipun lintah darat telah wanprestasi dengan memberikan utang kepada tante Anda, hubungan utang-piutang antara tante Anda dengan lintah darat tetaplah berlaku dan tunduk pada KUH Perdata. 

     

    Hukumnya Menjual Motor Sewaan

    Perbuatan tante Anda yang membawa lari atau menjual sepeda motor sewaan kepada orang lain dapat diancam jerat pidana penggelapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang menyatakan:

    Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

    R. Soesilo dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 258), mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “memiliki” adalah pemegang barang yang menguasai atau bertindak sebagai pemilik barang itu berlawanan dengan hukum yang mengikat padanya sebagai pemegang barang itu. Dipandang sebagai “memiliki” misalnya menjual, memakan, membuang, menggadaikan, membelanjakan uang, dan sebagainya.

    Selain itu, sebagaimana pernah diulas dalam Menjual Barang yang Disewa, Termasuk Tindak Pidana?, tante Anda selaku penyewa yang tidak dapat mengembalikan motor sewaan karena telah menjual motor sewaan dapat digugat atas dasar wanprestasi berdasarkan Pasal 1238 dan Pasal 1239 KUH Perdata.

    Jadi, secara pidana, tante Anda dapat dituntut atas pidana penggelapan. Sedangkan secara perdata, pemberi sewa dapat mengajukan gugatan wanprestasi kepada tante Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
    4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

     

    Referensi:

    1. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991;
    2. Lintah darat, diakses pada 7 Desember 2021, pukul 13.00 WIB.

    [1] Pasal 1338 dan Pasal 1340 KUH Perdata

    [2] Pasal 1317 KUH Perdata

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Upload Terjemahan Novel Agar Tak Langgar Hak Cipta

    20 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!