KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Kasus Wanprestasi Bisa Dilaporkan Jadi Penipuan?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Apakah Kasus Wanprestasi Bisa Dilaporkan Jadi Penipuan?

Apakah Kasus Wanprestasi Bisa Dilaporkan Jadi Penipuan?
Rifdah Rudi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Kasus Wanprestasi Bisa Dilaporkan Jadi Penipuan?

PERTANYAAN

Saya punya pertanyaan, unsur apa yang harus terpenuhi sehingga perkara wanprestasi bisa dilaporkan pidana penipuan? Apakah kasus wanprestasi bisa dilaporkan jadi tindak penipuan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, wanprestasi adalah perbuatan seseorang yang tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, dan termasuk ke dalam ranah hukum perdata. Sedangkan, tindak penipuan termasuk ke dalam ranah hukum pidana yang diatur dalam Pasal 378 KUHP lama dan Pasal 492 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku tahun 2026.

    Lantas, apakah kasus wanprestasi bisa dilaporkan jadi penipuan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Alfin Sulaiman, S.H., M.H. dari DPC Peradi Jakarta Selatan dan dipublikasikan pada 24 Juni 2011.

    KLINIK TERKAIT

    Apa yang Dimaksud dengan Cek Kosong dan Cek Bertanggal Mundur?

    Apa yang Dimaksud dengan Cek Kosong dan Cek Bertanggal Mundur?

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Pengertian Wanprestasi

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, mari kita simak terlebih dahulu definisi wanprestasi dan penipuan. Pada dasarnya, wanprestasi sering dikaitkan dengan permasalahan dalam pelaksanaan perjanjian/perikatan dalam ranah hukum perdata. Wanprestasi adalah perbuatan seseorang yang tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.[1]

    Adapun secara yuridis, pengertian dari wanprestasi dapat ditemukan dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut:

    Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

    Melalui isi pasal tersebut, terdapat 3 unsur wanprestasi, yaitu:

    1. ada perjanjian;
    2. ada pihak yang ingkar janji atau melanggar perjanjian; dan
    3. telah dinyatakan lalai, namun tetap tidak melaksanakan isi perjanjian.

    Kemudian, sebagaimana dijelaskan dalam Perbedaan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum, hal yang dapat menyebabkan timbulnya wanprestasi adalah karena adanya cidera janji dalam perjanjian yang menyebabkan salah satu pihak ingkar akan janjinya atau melanggar janji. Maka, pihak yang cidera janji harus bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

    Adapun tindakan debitur yang dapat dikategorikan sebagai wanprestasi di antaranya:[2]

    1. tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan;
    2. memenuhi prestasi dengan tidak sebagaimana semestinya;
    3. memenuhi prestasi tidak sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan dan
    4. melakukan hal yang dilarang menurut kontrak yang disepakati.

    Selengkapnya mengenai wanprestasi dapat Anda baca pada Bunyi Pasal 1243 KUH Perdata tentang Wanprestasi.

    Pengertian Penipuan dan Dasar Hukumnya

    Selanjutnya, penipuan merupakan suatu tindak pidana dan masuk ke dalam ranah hukum pidana. Penipuan adalah tindakan apabila ada keterangan yang tidak benar (palsu) disertai kelicikan atau tipu muslihat dan harus ada rangkaian kebohongan yang mengakibatkan orang menjadi percaya. Dalam hal ini, pihak tersebut bertindak secara aktif untuk menjerumuskan seseorang.[3]

    Tindak pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 492 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[4] yaitu tahun 2026, sebagai berikut:

    Pasal 378 KUHPPasal 492 UU 1/2023
    Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[5]

    Menurut R. Sugandhi dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya (hal. 396-397), unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam Pasal 378 KUHP adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak.

    Kemudian, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 261) menjelaskan bahwa kejahatan pada Pasal 378 KUHP dinamakan “penipuan”, yang mana penipu itu pekerjaannya:

    1. membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang;
    2. maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
    3. membujuknya itu dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, akal cerdik (tipu muslihat), atau karangan perkataan bohong.

    Selanjutnya menurut hemat kami, unsur poin nomor 3 di atas  dapat diartikan sebagai “dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan”. Cara penipuan adalah unsur pokok delik yang harus dipenuhi untuk mengkategorikan suatu perbuatan dikatakan sebagai penipuan. Hal tersebut nampak dalam Yurisprudensi MA No. 1601.K/Pid/1990 yang berbunyi:

    Unsur pokok delict penipuan (ex Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si pelaku delict untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang.

    Baca juga: Bunyi dan Unsur Pasal 378 KUHP tentang Penipuan

    Menjawab pertanyaan Anda, apakah kasus wanprestasi bisa dilaporkan jadi kasus penipuan? Sebagaimana telah dijelaskan, secara yuridis, wanprestasi dan penipuan adalah dua hal yang berbeda.

    Kemudian, dalam Yurisprudensi MA No. 4/Yur/Pid/2018 terdapat kaidah hukum yang berbunyi:

    Para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah perdata, kecuali jika perjanjian tersebut didasari dengan iktikad buruk/tidak baik.

    Dalam yurisprudensi tersebut, Mahkamah Agung menjelaskan bahwa seseorang yang tidak memenuhi kewajiban dalam sebuah perjanjian, dimana perjanjian tersebut dibuat secara sah dan tidak didasari iktikad buruk, maka perbuatan tersebut bukan penipuan, namun masalah keperdataan. Sehingga, orang tersebut harus dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum.

    Namun demikian, sebagaimana dijelaskan dalam Apakah Wanprestasi Sama dengan Penipuan?, tidak semua perbuatan tidak melaksanakan kewajiban perjanjian tidak dapat dipandang sebagai penipuan. Apabila perjanjian tersebut didasari iktikad buruk/tidak baik, niat jahat untuk merugikan orang lain, maka perbuatan tersebut bukan merupakan wanprestasi, tetapi tindak pidana penipuan.

    Oleh karena itu, untuk dapat menilai apakah suatu wanprestasi termasuk sebagai penipuan atau masalah keperdataan, maka harus dilihat apakah perjanjian tersebut didasari atas iktikad buruk/tidak baik atau tidak. Selain itu, unsur yang harus dipenuhi apabila perkara perdata berupa wanprestasi dilaporkan sebagai tindak pidana penipuan adalah apabila perjanjian telah dibuat dengan memakai nama palsu, martabat palsu/keadaan palsu, tipu muslihat atau rangkaian kebohongan.

    Contoh Kasus

    Untuk mempermudah pemahaman Anda, berikut kami berikan contoh kasus dalam Yurisprudensi MA No. 133 K/Kr/1973. Dalam yurisprudensi tersebut, pihak A memberikan pinjaman dana kepada B, kemudian B akan melakukan pengembalian dana berikut bunganya dengan menerbitkan cek dengan tanggal yang telah disepakati antara A dan B.

    Apabila B menerbitkan cek yang disadari olehnya bahwa cek tersebut tidak akan pernah ada dananya, padahal dia telah menjanjikan kepada A bahwa cek tersebut ada dananya, maka perbuatan B dapat dikategorikan sebagai perbuatan penipuan dengan cara tipu muslihat. Hal ini dapat dikecualikan apabila B tahu cek tersebut memang ada dananya pada saat diterbitkan, namun, jika saat tanggal jatuh tempo dananya tidak ada, maka perbuatan B baru dapat dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi murni.

    Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    Putusan:

    1. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 133 K/Kr/1973;
    2. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1601.K/Pid/1990;
    3. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pid/2018.

    Referensi:

    1. Agoes Parera. Perlindungan Hukum bagi Pemegang Polis Akibat Wanprestasi terkait dengan Perjanjian Baku dalam Polis Asuransi Jiwa. Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2022;
    2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1986;
    3. R. Sugandhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional. 1980;
    4. Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermassa, 1996.

    [1] Agoes Parera. Perlindungan Hukum bagi Pemegang Polis Akibat Wanprestasi terkait dengan Perjanjian Baku dalam Polis Asuransi Jiwa. Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2022, hal. 60

    [2] Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermassa, 1996, hal. 45

    [3] Agoes Parera. Perlindungan Hukum bagi Pemegang Polis Akibat Wanprestasi terkait dengan Perjanjian Baku dalam Polis Asuransi Jiwa. Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2022, hal. 144

    [4] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [5] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

    Tags

    wanprestasi
    penipuan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!