KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Menghadapi Tetangga Baru yang Meresahkan

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Menghadapi Tetangga Baru yang Meresahkan

Menghadapi Tetangga Baru yang Meresahkan
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Menghadapi Tetangga Baru yang Meresahkan

PERTANYAAN

Apabila ada tetangga stres/setengah gila, dan saya ingin mengusir tetangga tersebut karena sering meresahkan, tindakan apa yang harus dilakukan? Tetangga saya masih baru dan belum tercatat sebagai warga di RT dan kelurahan tempat saya tinggal.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Setiap perpindahan penduduk harus dilaporkan kepada Kepala Desa/Lurah tempat tujuan dengan menunjukkan Surat Keterangan Pindah untuk kemudian akan mendapatkan Surat Keterangan Pindah Datang yang nantinya berfungsi untuk proses penerbitan Kartu Keluarga (“KK”) dan Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) dengan alamat baru maupun perekaman ke dalam database kependudukan
     
    Dalam praktiknya, umumnya setiap pendatang diwajibkan melapor kepada Ketua RT setempat setelah datang ke suatu tempat dan tinggal melebihi waktu 1x24 jam.
     
    Dalam hal ini, ada baiknya Anda melaporkan kepada Kepala Desa atau Ketua RT/RW atau Lurah setempat terkait dengan pindah datangnya orang tersebut (tetangga Anda) dan keresahan yang ditimbulkannya.
     
    Jika upaya tersebut tidak berhasil, apabila Anda merasa hak Anda dilanggar dan merugikan kepentingan Anda karena tindakan dari tetangga tersebut, maka perbuatan tetangga Anda tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (“PMH”). Anda dapat menggugat tetangga Anda secara perdata untuk meminta ganti kerugian atas dasar PMH.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Kartika Febryanti dan Diana Kusumasari dan pertama kali dipublikasikan Jumat, 20 Januari 2012.
     
    Intisari :
     
     
    Setiap perpindahan penduduk harus dilaporkan kepada Kepala Desa/Lurah tempat tujuan dengan menunjukkan Surat Keterangan Pindah untuk kemudian akan mendapatkan Surat Keterangan Pindah Datang yang nantinya berfungsi untuk proses penerbitan Kartu Keluarga (“KK”) dan Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) dengan alamat baru maupun perekaman ke dalam database kependudukan
     
    Dalam praktiknya, umumnya setiap pendatang diwajibkan melapor kepada Ketua RT setempat setelah datang ke suatu tempat dan tinggal melebihi waktu 1x24 jam.
     
    Dalam hal ini, ada baiknya Anda melaporkan kepada Kepala Desa atau Ketua RT/RW atau Lurah setempat terkait dengan pindah datangnya orang tersebut (tetangga Anda) dan keresahan yang ditimbulkannya.
     
    Jika upaya tersebut tidak berhasil, apabila Anda merasa hak Anda dilanggar dan merugikan kepentingan Anda karena tindakan dari tetangga tersebut, maka perbuatan tetangga Anda tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (“PMH”). Anda dapat menggugat tetangga Anda secara perdata untuk meminta ganti kerugian atas dasar PMH.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Wajib Lapor Kedatangan Penduduk
    Kami sarankan agar Anda mengupayakan cara-cara kekeluargaan terlebih dahulu. Jika tidak berhasil, menurut kami, tindakan yang dapat Anda lakukan adalah melaporkan gangguan yang mengakibatkan keresahan tersebut kepada Kepala Desa, Ketua RT/RW atau Lurah setempat. Terutama juga karena orang baru tersebut belum tercatat sebagai warga di RT dan kelurahan tempat Anda tinggal.
     
    Pada dasarnya, setiap perpindahan penduduk menurut Pasal 1 angka 11 jo. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Administrasi Kependudukan”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU 24/2013”) adalah termasuk peristiwa kependudukan yaitu kejadian yang dialami Penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga (“KK”), Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.
     
    Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 25 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 25/2008”), yaitu setiap penduduk wajib melaporkan kedatangannya kepada kepala desa/lurah tempat tujuan dengan menunjukkan Surat Keterangan Pindah.
     
    Pendaftaran penduduk Warga Negara Indonesia di desa/kelurahan dilakukan dengan tata cara:[1]
    1. Penduduk mengisi dan menandatangani Formulir Permohonan Pindah Datang untuk mendapatkan Surat Keterangan Pindah Datang;
    2. Petugas registrasi mencatat dalam Buku Harian Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting;
    3. Petugas registrasi melakukan verifikasi dan validasi data penduduk; dan
    4. Kepala desa/lurah atas nama kepala instansi pelaksana menerbitkan dan menandatangani Surat Keterangan Pindah Datang.
     
    Surat Keterangan Pindah Datang, digunakan sebagai dasar:[2]
    1. proses penerbitan KK dan KTP dengan alamat baru; dan
    2. perekaman ke dalam database kependudukan.
     
    Jadi apabila ada perpindahan penduduk, maka harus dilaporkan kepada Kepala Desa/Lurah tempat tujuan dengan menunjukkan Surat Keterangan Pindah untuk kemudian akan mendapatkan Surat Keterangan Pindah Datang yang nantinya berfungsi untuk proses penerbitan KK dan KTP dengan alamat baru maupun perekaman ke dalam database kependudukan.
     
    Dalam praktiknya, umumnya setiap pendatang diwajibkan melapor kepada Ketua RT setempat setelah datang ke suatu tempat dan tinggal melebihi waktu 1x24 jam.
     
    Solusi Menghadapi Tetangga Baru yang Meresahkan
    Dalam hal ini, ada baiknya Anda melaporkan kepada Kepala Desa atau Ketua RT/RW atau Lurah setempat terkait dengan pindah datangnya orang tersebut dan keresahan yang ditimbulkannya.
     
    Jika upaya tersebut tidak berhasil, apabila Anda merasa hak Anda dilanggar dan merugikan kepentingan Anda karena tindakan dari tetangga tersebut, maka perbuatan tetangga Anda tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (“PMH”). Anda dapat menggugat tetangga Anda secara perdata untuk meminta ganti kerugian atas dasar PMH sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”):
     
    Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
     
    Seperti yang sering dijelaskan dalam beberapa artikel sebelumnya, salah satunya dalam artikel Merasa Dirugikan Tetangga yang Menyetel Musik Keras-keras, dikatakan oleh Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, seperti dikutip Rosa Agustina dalam buku Perbuatan Melawan Hukum (hal. 36) yang menjabarkan unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) sebagai berikut:
    1. Harus ada perbuatan (positif maupun negatif);
    2. Perbuatan itu harus melawan hukum;
    3. Ada kerugian;
    4. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;
    5. Ada kesalahan.
     
    Menurut Rosa Agustina dalam buku yang sama, (hal. 117) yang dimaksud dengan “perbuatan melawan hukum”, antara lain:
    1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
    2. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
    3. Bertentangan dengan kesusilaan;
    4. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
     
    Namun perlu dicatat, apabila tetangga Anda benar merupakan orang gila atau terganggu kejiwaannya, maka secara hukum, menurut Pasal 434 KUH Perdata ditempatkan di bawah pengampuan. Adapun pihak yang menjadi pengampu bagi seseorang yang memiliki gangguan jiwa adalah keluarga sedarah dalam garis lurus dan oleh para keluarga semendanya dalam garis menyimpang sampai dengan derajat ke empat.
     
    Keluarga juga merupakan pihak yang menanggung orang yang memiliki gangguan jiwa. Artinya, pihak keluargalah yang menanggung perbuatan yang dilakukan oleh orang yang di bawah tanggungannya, yaitu tetangga Anda yang mengalami gangguan jiwa itu. Hal ini berdasarkan Pasal 1367 ayat (1) KUH Perdata:
     
    Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
     
    Dengan demikian, apabila timbul suatu kerugian yang diakibatkan oleh meresahkannya tetangga Anda, maka keluarganya wajib bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan dan digugat atas dasar PMH. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak artikel Orang Gila Mengamuk, Bisakah Keluarganya Dimintakan Ganti Rugi?.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Referensi:
    Rosa Agustina. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia.

    [1] Pasal 25 ayat (2) Perpres 25/2008
    [2] Pasal 25 ayat (3) Perpres 25/2008

    Tags

    hukumonline
    kelurahan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    1 Sep 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!