Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Mencalonkan Diri Menjadi Anggota Legislatif Jika Pernah Dipidana?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Bisakah Mencalonkan Diri Menjadi Anggota Legislatif Jika Pernah Dipidana?

Bisakah Mencalonkan Diri Menjadi Anggota Legislatif Jika Pernah Dipidana?
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bisakah Mencalonkan Diri Menjadi Anggota Legislatif Jika Pernah Dipidana?

PERTANYAAN

Apakah seseorang yang divonis dengan hukuman percobaan karena melanggar Pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 bisa mencalonkan menjadi anggota legislatif sesuai UU No. 10 Tahun 2008 Pasal 50 ayat (1) poin g?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Seseorang yang pernah dipidana karena tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun tidak memenuhi syarat untuk dapat menjadi calon anggota legislatif.
     
    Hal ini karena menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang dilihat adalah ancaman pidana dari suatu tindak pidananya, bukan hukuman yang dijatuhkan. Meskipun hukuman yang dijatuhkan oleh hakim kepadanya hanya hukuman percobaan, tetapi ancaman pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan adalah penjara paling lama 5 tahun.
     
    Orang tersebut dapat mencalonkan diri menjadi anggota legislatif apabila secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 06 April 2012.
     
    Intisari :
     
     
    Seseorang yang pernah dipidana karena tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun tidak memenuhi syarat untuk dapat menjadi calon anggota legislatif.
     
    Hal ini karena menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang dilihat adalah ancaman pidana dari suatu tindak pidananya, bukan hukuman yang dijatuhkan. Meskipun hukuman yang dijatuhkan oleh hakim kepadanya hanya hukuman percobaan, tetapi ancaman pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan adalah penjara paling lama 5 tahun.
     
    Orang tersebut dapat mencalonkan diri menjadi anggota legislatif apabila secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Ancaman Pidana Pelaku KDRT
    Pasal yang Anda sebutkan yaitu Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”) mengatur ancaman pidana bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga (“KDRT”):
     
    Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta.
     
    Jadi, ancaman pidana bagi pelaku kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta.
     
    Persyaratan Menjadi Anggota Legislatif
    Selanjutnya mengenai pertanyaan apakah seseorang dapat mencalonkan diri menjadi anggota legislatif jika pernah divonis dengan hukuman percobaan karena melakukan KDRT, untuk menjawabnya, kita harus melihat pada persyaratan untuk seseorang dapat dicalonkan menjadi anggota legislatif yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”).
     
    Dasar hukum persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD yang Anda sebutkan dalam pertanyaan yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang  Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang kemudian juga telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”). Oleh karenanya, dasar hukum yang berlaku saat ini adalah UU Pemilu.
     
    Untuk memilih anggota legislatif (anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD) dilaksanakan dalam proses pemilihan yang disebut dengan pemilihan umum (“Pemilu”).[1]
     
    Persyaratan untuk dapat menjadi calon anggota legislatif diatur dalam Pasal 240 ayat (1) UU Pemilu sebagai berikut:
     
    Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan:
    1. telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;
    2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
    3. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    4. dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia;
    5. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat;
    6. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
    7. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;
    8. sehat jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika;
    9. terdaftar sebagai pemilih;
    10. bersedia bekerja penuh waktu;
    11. mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, aparatur sipil negara, anggotaTentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris,dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milidaerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali;
    12. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, atau tidak" melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    13. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris,dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milikdaerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;
    14. menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu;
    15. dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan
    16. dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan.
     
    Analisis
    Jadi dari uraian di atas, menurut hemat kami, seseorang yang pernah dipidana karena tindak pidana KDRT yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun tidak memenuhi syarat sebagaimana yang kami jelaskan.
     
    Hal ini karena menurut UU Pemilu, yang dilihat adalah ancaman pidana dari suatu tindak pidananya, bukan hukuman yang dijatuhkan. Meskipun hukuman yang dijatuhkan oleh hakim kepadanya hanya hukuman percobaan, tetapi ancaman pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan adalah penjara paling lama 5 tahun.
     
    Orang tersebut dapat mencalonkan diri menjadi anggota legislatif apabila secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
     
    Sebagai informasi tambahan mengenai narapidana mencalonkan diri menjadi calon legislatif, sebagaimana pernah dijelasakan dalam artikel MA Putuskan Mantan Narapidana Korupsi Boleh Nyaleg, Mahkamah Agung (“MA”) melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 46 P/HUM/2018 telah membatalkan Pasal 4 ayat (3), Pasal 11 ayat (1) huruf d dan Lampiran Model B.3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota (“PerKPU 20/2018”) terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019. Mahkamah Agung menyatakan peraturan dimaksud bertentangan dengan UU  Pasal 240 ayat (1) huruf g Pemilu. Menurut MA, Pasal 240 ayat (1) huruf g  UU Pemilu sama sekali tidak mengatur norma atau aturan larangan mencalonkan diri bagi mantan terpidana korupsi sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (3), Pasal 11 ayat (1) huruf d, dan Lampiran Model B.3 Pakta Integritas pengajuan bakal Caleg.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Agung Nomor 46 P/HUM/2018.

    [1] Pasal 1 angka 1 UU Pemilu

    Tags

    narapidana
    mantan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

    20 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!