Suami Ingin Menanggung Hukuman Pidana Istri
PERTANYAAN
Selamat sore. Saya mau bertanya, bisakah seorang suami menggantikan masa tahanan penjara istrinya dalam kasus tindak pidana penggelapan uang karena istrinya tersebut sedang hamil? Terima kasih.
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Selamat sore. Saya mau bertanya, bisakah seorang suami menggantikan masa tahanan penjara istrinya dalam kasus tindak pidana penggelapan uang karena istrinya tersebut sedang hamil? Terima kasih.
E.Y.Kanter, S.H. dan S.R.Sianturi, S.H. dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya (hal.161) mengatakan bahwa pemidanaan didasarkan adanya kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja. Dalam hukum pidana dikenal adanya prinsip “tiada pemidanaan tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld) atau Actus non facit reum nisi mens sit rea dalam bahasa Latin.
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal.76) juga membenarkan prinsip tersebut dan menambahkan bahwa prinsip ini menjadi patokan di kalangan sarjana hukum sejak adanya putusan Hoge Raad Belanda di Amsterdam tanggal 14 Februari 1916. Pada dasarnya pengenaan hukuman pidana melekat pada diri pribadi seseorang sehingga pelaksanaan hukumannya tidak bisa digantikan oleh orang lain.
Mengenai hak tahanan wanita yang sedang hamil saat menjalani masa penahanannya tetap memiliki hak atas perawatan kesehatan kandungannya ke dokter sesuai Pasal 58 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):
”Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak.”
Selain itu M. Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal.199) menyebutkan bahwa hak tahanan atas perawatan kesehatan juga dijamin dalam Pasal 19 ayat (9) PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“PP 27/1983”) (yang saat ini telah diubah dengan PP No. 58 Tahun 2010,editor) dan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06/1983 yang intinya pada setiap RUTAN ditugaskan dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman, dokter tersebut bertugas memelihara dan merawat kesehatan para tahanan, dan untuk keperluan perawatan kesehatan tahanan, Kepala RUTAN dapat mengadakan kerja sama dengan dinas kesehatan setempat atau dengan rumah sakit yang terdekat.
Bila tidak cukup memadai untuk perawatan selama kehamilan atau untuk persalinan, maka berdasarkan Pasal 19 ayat (8) jo. Pasal 19 ayat (10) PP 27/1983 disebutkan bahwa dalam hal tertentu tahanan dapat diberi izin meninggalkan RUTAN untuk sementara dan untuk itu harus mendapat izin dari pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis terhadap tahanan tersebut, dan selama keluar dari RUTAN tahanan tersebut dikawal oleh dan dijaga oleh petugas Kepolisian.
Hak dari narapidana yang sedang hamil ini juga dijelaskan dalam Pasal 20 ayat (1) PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan jo. Pasal 28 ayat (3) PP No. 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan yang menentukan bahwa setiap tahanan atau narapidana yang hamil atau menyusui berhak mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter.
Jadi, walaupun dalam status sebagai tahanan, wanita yang sedang hamil tetap dijamin haknya untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Suami dari tahanan wanita tersebut tidak perlu dan tidak dapat menggantikan posisi istrinya untuk menjalani pidana, karena memang pidananya melekat pada diri istrinya.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
4. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan;
5. Peraturan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?