Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Tata Cara Pengajuan Pembebasan Tanah kepada Perusahaan Tambang Batubara

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Tata Cara Pengajuan Pembebasan Tanah kepada Perusahaan Tambang Batubara

Tata Cara Pengajuan Pembebasan Tanah kepada Perusahaan Tambang Batubara
Radian Adi, S.H.Mitra Klinik Hukum
Mitra Klinik Hukum
Bacaan 10 Menit
Tata Cara Pengajuan Pembebasan Tanah kepada Perusahaan Tambang Batubara

PERTANYAAN

Saya ingin bertanya, landasan hukum untuk mengajukan pembebasan lahan masyarakat ke perusahaan tambang batubara seperti apa? Menyangkut lingkungan tempat tinggal yang sudah tidak sehat. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan yang diajukan kepada kami.

     

    Kami mengasumsikan maksud dari pertanyaan saudara bahwa masyarakat ingin menjual tanah milik mereka kepada perusahaan tambang batubara yang beroperasi di sekitar wilayah tanah tersebut. Simak jawaban kami di bawah ini:

    KLINIK TERKAIT

    Tanah Warga Terkena Pelebaran Jalan, Begini Aturannya

    Tanah Warga Terkena Pelebaran Jalan, Begini Aturannya
     
    A. Hak Asasi Manusia Atas Lingkungan Hidup

    1.    Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

    “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    2.    Pasal 65 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

     

    (1)   Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.

    (2)   Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

    (3)   Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

    (4)   Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang‑undangan.

    (5)   Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

    (6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri

     

    3.    Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

     

    “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”

    B. Jual Beli dan Peralihan Hak Atas Tanah
     

    Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Perdata (“KUHPerdata”), yang dimaksud dengan jual beli adalah “suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Dengan kata lain, jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.

     

    Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal lainnya tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Sedangkan, definisi jual beli tanah menurut Prof. Boedi Harsono adalah “penyerahan hak atas tanah yang dijual kepada pembeli yang pada saat yang sama membayar penuh kepada penjual harga yang telah disetujui bersama.” Berdasarkan Pasal 5 UUPA maka jual beli tanah setelah berlakunya UU ini mempergunakan sistem dan asas dalam hukum adat.

     

    Karena pengadaan tanah yang dilakukan oleh perusahaan tambang batubara adalah diperuntukkan dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan bukan diperuntukkan untuk kepentingan umum sehingga tata cara perolehan tanahnya berbeda dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Terkait dengan ketentuan tata cara pengadaan tanah dalam kasus ini kita bisa melihat Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa “Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan”.

     

    (lihat juga: Pembebasan Tanah)

     

    Menurut hemat penulis, langkah-langkah yang dapat Anda tempuh untuk mengajukan pembebasan tanah milik warga masyarakat kepada perusahaan tambang batubara, antara lain:

     

    1.     Masyarakat pemilik tanah yang ingin melepas tanah mereka membuat suatu surat petisi kepada pihak Perusahaan tambang batubara yang isinya menyatakan bahwa mereka ingin menjual tanah miliknya tersebut kepada pihak Perusahaan beserta alasannya. Dicantumkan juga luas tanah per pemilik beserta harga yang ingin diajukan. Kepala Desa dan Kepala Padang (apabila ada) juga turut menandatangani petisi tersebut untuk menguatkannya.

    2.     Apabila pihak Perusahaan menyetujui surat petisi tersebut, maka proses bisa dilanjutkan ke proses jual beli tanah antara warga masyarakat dengan pihak Perusahaan. Pihak perusahaan akan membayar ganti rugi kepada pemilik tanah dan pemilik tanah menyerahkan Sertipikat (bagi tanah yang bersertipikat) atau Surat Keterangan Penguasaan Fisik atau Surat Keterangan Tanah (bagi tanah yang belum bersertipikat) kepada pihak perusahaan. Apabila pemilik tanah tidak memiliki Surat Keterangan Penguasaan Fisik atau Surat Keterangan Tanah dan dokumen tanah sejenis, maka secepatnya warga masyarakat pemilik tanah harus segera membuatnya.

     

    Catatan: Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan tambang batubara tentu memiliki perhitungan yang matang saat memutuskan akan membebaskan suatu bidang tanah untuk ditambang dan/atau dimanfaatkan. Apakah jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), kalori (calorie) yang terkandung dalam batubara di suatu bidang tanah tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Maka diharapkan warga masyarakat pemilik tanah yang telah mengajukan petisi tersebut dapat mengizinkan pihak Perusahaan apabila pihak Perusahaan berencana untuk melakukan pengecekan kadar kandungan batubara terlebih dahulu sebelum dilakukan proses jual beli (apabila tanah yang akan dijual berada di Wilayah Izin Usaha Pertambangan perusahaan tersebut).

    3.     Surat Keterangan Penguasaan Fisik atau Surat Keterangan Tanah dibuat oleh pemilik tanah sendiri yang diketahui oleh Kepala Desa setempat dan dihadiri oleh minimal 2 (dua) orang saksi.

    4.     Pihak perusahaan sebagai pembeli harus melakukan verifikasi terkait dengan kondisi fisik tanah (luasan dan bentuk tanah), status hukum tanah dan status hukum pemilik tanah tersebut.

    5.     Surat dan dokumen yang harus diserahkan oleh warga masyarakat pemilik tanah antara lain :

    5.1. Bukti Kepemilikan.

    Berupa sertipikat atau bukan sertipikat (Surat Keterangan Penguasaan Fisik atau Surat Keterangan Tanah)

    5.2. Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku

    5.3. Surat Persetujuan Pasangan untuk yang telah berkeluarga

    5.4. Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan minimal 3 tahun terakhir

    5.5. Surat Pernyataan dari pemilik tanah bahwa tanah miliknya tidak berada dalam sengketa

    5.6. Surat Keterangan Riwayat Tanah dari Kepala Desa setempat yang kemudian dikuatkan oleh Camat setempat

    5.7. Untuk tanah yang telah bersertipikat maka dilampirkan juga Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)

    6.     Proses pelaksanaan jual beli tanah dan pembuatan Akta Jual Beli tanah dilakukan didepan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”). Namun, apabila dalam wilayah Anda belum banyak terdapat PPAT atau formasi PPAT di wilayah Kabupaten atau Kotamadya tersebut belum tertutup, maka sesuai dengan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo. Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 1998 tentang Pelimpahan Wewenang Pengangkatan dan Pemberhentian Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat setempat dapat diangkat menjadi PPAT oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional

     

    Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga dapat bermanfaat.

     
    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

    2.    Kitab Undang-Undang Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);

    3.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria;

    4.    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

    5.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

    6.    Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;

    7.    Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

    8.    Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pelimpahan Wewenang Pengangkatan dan Pemberhentian Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    27 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!