Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sahkah Perkawinan Mualaf yang Belum Ber-KTP Islam?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Sahkah Perkawinan Mualaf yang Belum Ber-KTP Islam?

Sahkah Perkawinan Mualaf yang Belum Ber-KTP Islam?
Liza Elfitri, S.H., M.H.Mitra Klinik Hukum
Mitra Klinik Hukum
Bacaan 10 Menit
Sahkah Perkawinan Mualaf yang Belum Ber-KTP Islam?

PERTANYAAN

Saya mau tanya di dalam 1. Pernikahan Islam melalui pembantu penghulu/amil kelurahan. sah atau tidak? 2. Di KTP saya beragama Budha dan istri saya di KTP agama Kristen karena saya ikut keluarga tapi saya pindah agama Islam dan istri saya ikut menjadi Islam dan telah melakukan nikah secara Islam, sah atau tidak? Memangnya memeluk agama Islam dari Kristen harus ada sertifikat?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Saudara Gunawan yang Terhormat,

     

    Sebagai informasi bagi Saudara bahwa ketentuan atau aturan yang mengatur mengenai perkawinan adalah UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”) dan PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan untuk yang beragama islam perkawinan juga diatur lebih lanjut dengan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).

    KLINIK TERKAIT

    Perbuatan yang Termasuk Delik Penistaan Agama

    Perbuatan yang Termasuk Delik Penistaan Agama
     

    Perkawinan menurut Pasal 1 UUP adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan menurut Pasal 2 KHI perkawinan adalah Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon ghooliidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

     

    Berikut ini pemahaman dan jawaban kami terhadap pertanyaan dari Saudara:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    1.         Syarat sahnya Menikah secara Islam

    Pasal 4 KHI menyebutkan bahwa:

    Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.  Dan Pasal 2 ayat (1) UUP menyebutkan bahwa: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu

    Dengan arti kata, bahwa perkawinan dalam Islam adalah sah apabila memenuhi rukun dan syaratnya perkawinan menurut hukum Islam yakni harus ada (Pasal 14 KHI):

    1)    Calon suami ;

    2)    Calon istri ;

    3)    Wali nikah ;

    4)    Dua orang saksi dan ;

    5)    Ijab dan qabul

     

    Berdasarkan ketentuan Pasal 14 KHI ini, dapatlah dipahami dan diketahui bahwa tidak ada satupun syarat dan rukun mengenai sah atau tidaknya perkawinan karena dilaksanakan melalui pembantu penghulu atau amil kelurahan, sebagaimana Saudara sampaikan. Sepanjang perkawinan itu memenuhi syarat dan rukun sebagaimana disebut di atas, maka perkawinan tersebut secara hukum Islam adalah sah.

     

    Namun demikian, karena negara Indonesia adalah negara hukum yang segala sesuatu peristiwa harus dicatat, maka perkawinan tersebut harus dicatat sebagai bukti bahwa telah terjadi sebuah perkawinan (Pasal 2 ayat [2] UUP).

     

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pentingnya pencatatan perkawinan dapat Saudara lihat dan baca ketentuan Pasal 5 KHI, yang menyebutkan:

    1)     Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.

    2)    Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954.

     

    Selanjutnya, di dalam Pasal 6 KHI diatur bahwa:

    1)    Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

    2)    Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

     

    Dengan demikian, apabila merujuk pada ketentuan undang-undang, maka perkawinan seharusnya dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (Kantor Urusan Agama setempat) supaya perkawinan Saudara tercatat dan mendapatkan Kutipan Akta Nikah serta perkawinan Saudara dapat dibuktikan secara hukum;

     

    2.         Dalam Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) masih ditulis beragama non-Islam, namun melangsungkan perkawinan secara hukum Islam.

     

    Melangsungkan perkawinan secara hukum Islam adalah bentuk penundukan hukum dari Saudara, yang tentunya wajib memenuhi rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam.

     

    Jika pada saat melangsungkan perkawinan secara hukum Islam tapi di dalam KTP Saudara masih tertulis agama lain, hal itu adalah persoalan administrasi kependudukan saja. Dalam hal ini, seharusnya Saudara memperbaharui data kependudukan Saudara. Namun, menurut kami, sepanjang Saudara dan istri saat melangsungkan perkawinan telah memeluk agama Islam (muallaf) dan memenuhi syarat dan rukun perkawinan, sebagaimana ketentuan Pasal 2 UUP dan Pasal 4 KHI sebagaimana disebut di atas, maka perkawinan Saudara tersebut adalah sah.

     

    3.         Prosedur Pindah Agama/Kepercayaan

     

    Sepanjang yang kami ketahui tidak ada “akta” (sertifikat, red.) sebagai syarat yang ditentukan untuk bisa masuk Islam. Karena, sepanjang pemahaman kami, seseorang yang hendak masuk Islam persyaratan utamanya adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Hal ini sebagaimana hadist diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau berkata kepadanya: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum ahli kitab, maka hendaklah pertama kali yang engkau ajakkan kepada mereka adalah syahadat La Ilaha Illallah.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dan dalam riwayat lain: “Ajaklah mereka untuk bersyahadat La Ilaha Illallah Wa Anna Muhammadan Rasulullah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Tata cara masuk Islam di beberapa masjid di Indonesia, contohnya Masjid Istiqlal tidak ada persyaratan sertifikat sebagaimana yang Saudara tanyakan. Meskipun ada persyaratan, itu hanya persyaratan administratif saja, misalnya mengisi formulir pendaftaran, membawa KTP, dsb. Lebih lanjut Saudara bisa melihat di alamat webnya Masjid Istiqlal di : masjidistiqlal.or.id

     

    Namun, secara status kependudukan Saudara harus melaporkan perubahan status agama di KTP dengan mengisi formulir isian di Kantor Kelurahan sesuai domisili Saudara.

     
    Demikian Jawaban dari kami, semoga bermanfaat. 
     
    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    2.    Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    3.    Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam

     
     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!