Saya ingin bertanya seputar perjanjian pisah harta. Inti pertanyaannya adalah: 1. Atas kepemilikan harta (contoh: sebuah rumah) sebelum pernikahan kami telah membuat perjanjian di hadapan notaris atas rumah yang diperoleh tersebut adalah milik kami bersama-sama. Mohon pencerahannya. 2. Saat kami akan mencatatkan perkawinan kami di kantor catatan sipil, apakah kami boleh mengadakan perjanjian harta terpisah (untuk harta yang didapat setelah perkawinan)? Mohon pencerahannya. Terima kasih atas pencerahannya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pernah dipublikasikan padaSenin, 11 Pebruari 2013.
Pada dasarnya, perjanjian perkawinan secara tertulis diletakkan dalam suatu akta notaris dan boleh dibuat pada waktu, sebelum, atau selama dalam ikatan perkawinan. Mengenai bentuk dan isi perjanjian tersebut, kedua belah pihak diberikan hak seluas-luasnya selama tidak melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.
Dalam hal Anda memperjanjikan bahwa rumah yang diperoleh sebelum perkawinan menjadi harta bersama, hal tersebut diperbolehkan untuk dilakukan karena pada dasarnya kedua belah pihak diberikan kebebasan untuk membuat isi dan bentuk perjanjian perkawinan.
Kemudian mengenai perjanjian pisah harta, Anda masih dapat membuat perjanjian harta terpisah untuk harta yang didapat setelah perkawinan, karena perjanjian perkawinan dapat dibuat pada waktu, sebelum, atau selama dalam ikatan perkawinan.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
(1)Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
(2)Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
(3)Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.
(4)Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.
Mengenai bentuk dan isi perjanjian tersebut, kedua belah pihak diberikan hak seluas-luasnya selama tidak melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.[1]
Dalam hal Anda memperjanjikan bahwa rumah yang diperoleh sebelum perkawinan menjadi harta bersama, hal tersebut diperbolehkan untuk dilakukan karena pada dasarnya kedua belah pihak diberikan kebebasan untuk membuat isi dan bentuk perjanjian perkawinan.
2.Mengenai pembuatan perjanjian pisah harta, karena Anda mengatakan bahwa “akan mencatatkan perkawinan kami di kantor catatan sipil”, kami berasumsi bahwa Anda telah menikah secara agama, tetapi belum mencatatkannya di kantor catatan sipil. Dalam hal Anda belum mencatatkan perkawinan Anda di kantor catatan sipil, maka secara hukum negara, perkawinan Anda belum diakui.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, pada dasarnya, perjanjian perkawinan dibuat pada waktu, sebelum, atau selama dalam ikatan perkawinan. Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan jo. Putusan MK, perjanjian perkawinan tersebut disahkan oleh Pegawai Pencatatan Perkawinan agar berlaku bagi pihak ketiga. Kemudian Surat Dirjen 472.2/2017 mengatur lebih lanjut bahwa perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum, pada saat, dan selama perkawinan berlangsung dengan akta notaris dan dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau Unit Pelaksana Teknis (“UPT”) Instansi Pelaksana. Terhadap pelaporan perjanjian perkawinan tersebut, Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau UPT Instansi Pelaksana membuat catatan pinggir pada register akta dan kutipan akta perkawinan.
Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa Anda masih dapat membuat perjanjian harta terpisah untuk harta yang didapat setelah perkawinan, karena perjanjian perkawinan dapat dibuat pada waktu, sebelum, atau selama dalam ikatan perkawinan.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.[2]