Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Suami Mengajukan Cerai Saat Istri Hamil?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Bolehkah Suami Mengajukan Cerai Saat Istri Hamil?

Bolehkah Suami Mengajukan Cerai Saat Istri Hamil?
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Suami Mengajukan Cerai Saat Istri Hamil?

PERTANYAAN

Suami saya berselingkuh dan berzina dengan perempuan lain. Saya sudah memaafkan, apalagi saya sedang hamil. Eh, kok dia yang ingin menceraikan saya. Apa yang harus saya lakukan? Karena saya sedang hamil. Saya maunya baik-baik meminta suami jangan menceraikan saya. Apa yang bisa saya tuntut dari suami? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Apakah wanita hamil bisa diceraikan? Sepanjang penelusuran kami tidak ada peraturan yang melarang untuk melakukan cerai saat hamil. Namun demikian, perceraian haruslah menjadi langkah terakhir yang ditempuh serta harus ada alasan yang mendasari perceraian.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bolehkah Menceraikan Istri yang Sedang Hamil? yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 26 Juni 2013.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Merasa Ditipu Istri, Pembatalan Perkawinan atau Cerai?

    Merasa Ditipu Istri, Pembatalan Perkawinan atau Cerai?

    Sebelumnya kami turut prihatin atas permasalahan yang Anda hadapi. Perceraian hendaknya menjadi jalan terakhir setelah semua upaya penyelesaian perselisihan antara Anda dan suami telah dilakukan.

    Pada dasarnya untuk dapat melakukan perceraian, suami istri tersebut harus mempunyai alasan bahwa mereka tidak dapat hidup rukun lagi, sebagaimana dikatakan dalam Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

    Mengenai hal-hal apa saja yang dapat dijadikan alasan untuk bercerai, dapat dilihat lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 19 PP 9/1975 yang menguraikan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah:

    1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
    2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;
    3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
    4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
    5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
    6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.

    Selain UU Perkawinan dan PP 9/1975, jika Anda beragama Islam, Anda dapat merujuk pada ketentuan dalam KHI. Mengenai alasan perceraian, pada dasarnya KHI menganut hal yang sama dengan dua peraturan di atas. Akan tetapi dengan tambahan dalam KHI diatur juga bahwa perceraian dapat terjadi dengan alasan suami melanggar taklik-talak atau peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga sebagaimana diatur dalam Pasal 116 KHI.

    Dengan melihat alasan-alasan perceraian di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada alasan kuat bagi suami Anda untuk menggugat cerai Anda. Kecuali jika memang ada alasan lain yang sedemikian rupa dapat memicu pertengkaran sehingga tidak ada harapan bahwa Anda dan suami dapat hidup rukun lagi.

    Namun demikian, jika melihat posisi Anda yang justru dirugikan atas sikap suami Anda yang berzina, justru Anda yang memiliki alasan untuk menggugat cerai. Akan tetapi, sekali lagi, kami tidak menyarankan Anda untuk menggugat cerai suami. Sebaiknya Anda membicarakan baik-baik dan menyelesaikan permasalahan ini secara damai dengan suami Anda, terlebih Anda sedang hamil.

    Berfokus pada keadaan Anda yang sedang hamil, lalu apakah wanita hamil bisa diceraikan? Sepanjang penelusuran kami hukum cerai saat hamil baik dalam UU Perkawinan, PP 9/1975, KHI, maupun hadis, tidak ada yang mengatur mengenai larangan menceraikan istri saat sedang hamil.

    Justru diatur mengenai masa tunggu (masa iddah) bagi janda yang diceraikan oleh suaminya ketika sedang hamil, yaitu sampai ia melahirkan.[1]Ini menunjukkan bahwa aturan hukum membolehkan suami menggugat cerai istrinya meskipun istrinya sedang hamil.

    Adapun hukum cerai saat hamil dalam Islam sendiri diperbolehkan. Alasan tersebut didasarkan pada hadis dalam Shahih Muslim. “Silahkan talak istrimu, dalam kondisi suci atau ketika sedang hamil.” (HR. Ahmad dan Muslim). Hadis tersebut berarti yang tidak diperbolehkan adalah menceraikan istri yang sedang haid, dan harus menunggu istri suci terlebih dahulu.

    Menjawab pertanyaan Anda yang lain, kami mengasumsikan Anda hendak menuntut suami Anda yang telah berzina secara pidana. Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Selanjutnya pasal perzinaan yang dapat menjerat suami dengan selingkuhannya dapat Anda baca dalam Pidana Selingkuh Tanpa Bersetubuh bagi Pasangan, Adakah?

    Demikian jawaban dari kami tentang bolehkah cerai saat hamil sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    3. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

    [1] Pasal 39 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 153 ayat (2) huruf c Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam

    Tags

    cerai
    hamil

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Begini Cara Hitung Upah Lembur Pada Hari Raya Keagamaan

    12 Apr 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!