Penitipan Anak Termasuk Perjanjian Apa?
PERTANYAAN
Apakah penitipan anak termasuk dalam jual beli, sewa menyewa, penitipan ataukah tukar-menukar?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah penitipan anak termasuk dalam jual beli, sewa menyewa, penitipan ataukah tukar-menukar?
Sebelumnya, kami ingin menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan penitipan anak. Penitipan anak biasa dilakukan di tempat penitipan anak atau yang disebut dengan Taman Penitipan Anak (“TPA”) sesuai Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak yang disusun oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal Kementrian Pendidikan Nasional.
Taman penitipan anak, menurut Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak (hal. 2), merupakan salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada jalur pendidikan non-formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan sosial terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun.
Kegiatan penitipan anak pada TPA itu sendiri tidak dapat dikatakan sebagai jual beli, sewa menyewa, penitipan, atau tukar menukar. Ini karena dilihat dari pengertiannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), jual beli, sewa menyewa, penitipan, atau tukar menukar merupakan perjanjian yang berhubungan dengan benda atau barang:
“Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dalam hal ini ada hak milik yang dipindahkan dari satu pihak ke pihak lain.”
“Sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.”
“Penitipan adalah terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya.”
“Tukar menukar adalah suatu perjanjian, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik, sebagai gantinya suatu barang lain.”
Mengenai apa yang dimaksud benda atau barang, dapat dilihat dalam Pasal 499 KUHPer: benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Berkaitan dengan istilah benda, Ny. Frieda Husni Hasbullah S.H., M.H. dalam bukunya yang berjudul Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan (hal. 19), sebagaimana kami sarikan, menjelaskan bahwa dalam istilah benda (zaak), terdapat istilah barang (goed) dan hak (recht). Ini berarti istilah benda pengertiannya masih bersifat abstrak karena tidak saja meliputi benda berwujud tetapi juga benda tidak berwujud. Barang mempunyai pengertian yang lebih sempit karena bersifat konkrit dan berwujud artinya dapat dilihat dan diraba. Sedangkan hak menunjuk pada pengertian benda yang tidak berwujud misalnya piutang-piutang atau penagihan-penagihan seperti piutang atas nama, piutang atas bawa/kepada pembawa, dan piutang atas tunjuk atau berupa hak milik intelektual.
Dalam hal jual beli, mungkin sekilas penitipan anak terlihat sebagai jual beli jasa, akan tetapi dalam jual beli jasa tidak ada perpindahan hak milik. Selain itu, jasa sendiri tidak tergolong sebagai bentuk kebendaan sebagaimana dijelaskan di atas.
Sedangkan untuk penitipan dan tukar menukar, “anak” jelas bukan kebendaan karena anak bukanlah objek hukum, tetapi subjek hukum. Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 60), sebagaimana kami sarikan, dari pengertian benda (sebagaimana di atas), benda berarti objek sebagai lawan dari subjek atau “orang” dalam hukum.
Mengenai sewa menyewa, dalam penitipan anak tidak jelas barang apa yang disewakan. Karena berdasarkan pengertian TPA di atas, penitipan anak lebih kepada ada pihak yang memberikan jasa dalam bidang pendidikan, pengasuhan, dan kesejahteraan sosial; bukan menyewakan sesuatu.
Penitipan anak ini, menurut hemat kami, lebih tepat disebut sebagai “perjanjian untuk melakukan pekerjaan” (Pasal 1601 KUHPer). Menurut Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Aneka Perjanjian (hal. 57), undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, yaitu:
1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu;
2. Perjanjian kerja/perburuhan; dan
3. Perjanjian pemborongan pekerjaan.
Penitipan anak di TPA dapat dikatakan termasuk ke dalam perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu. Ini merujuk pada penjelasan mengenai “perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu” oleh Subekti (Ibid, hal. 57-58). Dijelaskan bahwa dalam perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu, suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak lawan itu. Biasanya pihak lawan ini adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan tersebut dan biasanya ia juga sudah memasang tarif untuk jasanya itu. Contohnya, hubungan dokter-pasien untuk menyembuhkan suatu penyakit, atau hubungan pengacara-klien.
Pada umumnya, dalam hal penitipan anak di TPA, para orang tua menghendaki suatu hal tertentu seperti anaknya dirawat, diberikan pendidikan, dan lain-lain, sedangkan bagaimana cara yang akan digunakan ditentukan oleh pihak TPA itu sendiri.
Jadi penitipan anak di TPA, menurut hemat kami, lebih tepat dikatakan sebagai perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
1. Hasbullah, Frieda Husni. 2002. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan (Jilid I). Ind-Hil-Co.
2. Subekti. 1985. Aneka Perjanjian. Alumni.
3. Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?