KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bila Objek Jaminan Dilelang di Bawah Nilai Limit

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Bila Objek Jaminan Dilelang di Bawah Nilai Limit

Bila Objek Jaminan Dilelang di Bawah Nilai Limit
Andrian Febrianto S.H., M.H., C.L.A Kantor Advokat Andrian Febrianto
Kantor Advokat Andrian Febrianto
Bacaan 10 Menit
Bila Objek Jaminan Dilelang di Bawah Nilai Limit

PERTANYAAN

Bagaimana peran pemerintah dalam perlindungan hukum terhadap debitur yang jaminannya dilelang di bawah harga pasar?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Kreditur dapat menjual barang milik debitur sebagai pembayaran utangnya melalui pelelangan umum. Penjualan barang di bawah harga pasar sebenarnya diperbolehkan sepanjang para pihak tidak ada yang melakukan kecurangan.
     
    Namun, patut diperhatikan bahwa objek jaminan tersebut tidak boleh dijual di bawah nilai limit yang telah ditetapkan. Jika objek jaminan terjual di bawah nilai limit, maka kreditur dapat digugat atas dasar perbuatan melawan hukum.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Dalam artikel Sanksi Hukum Jika Kurator Berbuat Curang, diterangkan dalam konteks pelelangan harta pailit, bahwa penjualan di bawah harga pasar dapat terjadi dan sepanjang tidak ada kecurangan dari pihak tertentu, maka penjualan di bawah harga pasar diperbolehkan. Maka, secara khusus dalam ulasan ini, hanya akan dibahas langkah hukum ketika objek jaminan dijual di bawah nilai limit.
     
    Pengertian Debitur dan Kreditur
    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan terlebih dahulu menjelaskan pengertian debitur dan kreditur.
     
    Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU 37/2004”) menerangkan bahwa debitur adalah orang yang mempunyai utang, karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
     
    Pasal 1 angka 2 UU 37/2004 kemudian mendefinisikan kreditur sebagai orang yang mempunyai piutang, karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan, sehingga hubungan debitur dengan kreditur adalah utang piutang.
     
    Pasal 1 angka 6 UU 37/2004 menerangkan bahwa utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul, karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi, debitur memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.
     
    Pada intinya, jaminan debitur merupakan upaya bila debitur tidak sanggup membayar utang, maka debitur memberikan suatu barang berharga yang di kemudian hari bila debitur tidak sanggup membayar utang, maka barang berharga itu dapat dijual untuk membayar utangnya kepada kreditur.
     
    Pelelangan Umum Objek Jaminan
    Oleh karena Anda tidak menerangkan objek jaminan apa yang dimaksud, maka kami akan menerangkan secara langsung mengenai pelelangan umum objek jaminan ketika debitur tidak dapat membayar utangnya.
     
    Pelelangan objek jaminan itu dilakukan oleh orang/badan hukum/lembaga yang mempunyai kapasitas untuk menjual objek jaminan yang diatur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (“Permenkeu 27/2016”).
     
    Bagaimana jika objek jaminan itu terjual di bawah nilai limit?
     
    Pasal 43 Permenkeu 27/2016 berbunyi:
     
    1. Setiap pelaksanaan lelang disyaratkan adanya Nilai Limit.
    2. Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual.
    3. Persyaratan adanya Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak diberlakukan pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak milik perorangan atau badan hukum atau badan usaha swasta.
     
    Kemudian Pasal 44 Permenkeu 27/2016 menegaskan bahwa:
     
    1. Penjual menetapkan Nilai Limit, berdasarkan:
    1. penilaian oleh Penilai; atau
    2. penaksiran oleh Penaksir.
    1. Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
    2. Penaksir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pihak yang berasal, dari Penjual, yang melakukan penaksiran berdasarkan metode yang dapat dipertanggungjawabkan oleh Penjual, termasuk kurator untuk benda seni dan benda antik atau kuno.
    3. Penetapan Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjadi tanggung jawab KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.
     
    Nilai limit yang dimaksud adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh penjual.[1]
     
    Pasal 1 angka 19 Permenkeu 27/2016 mendefinisikan penjual sebagai orang, badan hukum atau badan usaha atau instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara lelang. Berdasarkan ketentuan tersebut, penjual dapat disamakan dengan kreditur yang diberi hak untuk menjual barang debitur untuk membayar utangnya.
     
    Secara khusus mengenai penilai, Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2014 Tahun 2014 tentang Jasa Penilai Publik (“Permenkeu 101/2014”) menerangkan bahwa penilai adalah seseorang yang memiliki kompetensi dalam melakukan kegiatan penilaian, yang sekurang-kurangnya telah lulus pendidikan awal penilaian.
     
    Penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan opini tertulis atas nilai ekonomi suatu objek penilaian sesuai dengan standar penilaian Indonesia.[2]
     
    Dalam Pasal 1 angka 17 dan 18 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.06/2017 Tahun 2017 tentang Penilaian Barang Milik Negara, istilah penilai dibedakan menjadi penilai publik dan penilai pemerintah di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
     
    Penilai publik adalah penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Permenkeu 101/2014 dan perubahannya.[3]
     
    Ketika Objek Jaminan Terjual di Bawah Nilai Limit
    Bilamana objek jaminan itu terjual di bawah harga yang telah dinilai atau ditaksir, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menggugat pada Pengadilan Negeri atas dasar perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang berbunyi:
     
    Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
     
    Selain itu, setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatannya, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.[4]
     
    Berdasarkan uraian tersebut, gugatan perbuatan melawan hukum dapat diajukan, karena kreditur sebagai penjual, baik karena kesalahan atau kelalaiannya, membuat objek jaminan telah terjual di bawah nilai limit.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     

    [1] Pasal 1 angka 28 Permenkeu 27/2016
    [2] Pasal 1 angka 1 Permenkeu 101/2014
    [3] Pasal 1 angka 3 Permenkeu 101/2014
    [4] Pasal 1366 KUH Perdata

    Tags

    hukumonline
    perdata

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ini Cara Mengurus Akta Nikah yang Terlambat

    30 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!