KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Pengadilan Berwenang Menerbitkan Akta Kelahiran?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Apakah Pengadilan Berwenang Menerbitkan Akta Kelahiran?

Apakah Pengadilan Berwenang Menerbitkan Akta Kelahiran?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Pengadilan Berwenang Menerbitkan Akta Kelahiran?

PERTANYAAN

Pada awal tahun 2010, saya mengurus akta kelahiran masih menjadi kewenangan cacatan sipil. Tetapi pada pertengahan 2013 saya kembali untuk mengurus akta kelahiran untuk adik saya, kini menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Benarkah demikian?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Tidak benar bahwa wewenang pencatatan kelahiran itu ada pada pengadilan agama. Yang berwenang mencatat kelahiran pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran adalah Pejabat Pencatatan Sipil pada instansi pelaksana tempat penduduk berdomisili.
     
    Namun, wewenang pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 hari sejak tanggal kelahiran adalah Kepala Instansi Pelaksana setempat berdasarkan keputusannya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul “Apakah Pengadilan Berwenang dalam Penerbitan Akta Kelahiran?” yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 17 Desember 2013.
     
    Intisari:
     
     
    Tidak benar bahwa wewenang pencatatan kelahiran itu ada pada pengadilan agama. Yang berwenang mencatat kelahiran pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran adalah Pejabat Pencatatan Sipil pada instansi pelaksana tempat penduduk berdomisili.
     
    Namun, wewenang pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 hari sejak tanggal kelahiran adalah Kepala Instansi Pelaksana setempat berdasarkan keputusannya.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Dalam konsiderans Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) yang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU 24/2013”), antara lain dikatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengakuan status hukum pada peristiwa penting di sini salah satunya adalah diterbitkannya akta kelahiran.
     
    Pelaporan Kelahiran
    Pada dasarnya, setiap kelahiran wajib dilaporkan kepada instansi yang mengurus administrasi kependudukan untuk dibuatkan aktanya sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 27 UU 24/2013:
     
    1. Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.
    Penjelasan:
    Pelaporan kelahiran oleh Penduduk dilaksanakan di Instansi Pelaksana tempat Penduduk berdomisili. Penulisan tempat lahir di dalam Akta Kelahiran tetap menunjuk pada tempat terjadinya kelahiran.
     
    1. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
    Penjelasan:
    Penerbitan Kutipan Akta Kelahiran tanpa dipungut biaya sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan.
     
    Adapun yang dimaksud instansi pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan administrasi kependudukan.[1] Pada intinya yang mencatatkan peristiwa penting seperti kelahiran yang dimaksud adalah pejabat pencatatan sipil yang berkerja pada instansi pelaksana.[2]
     
    Pelaporan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu
    Anda mengatakan bahwa pada tahun 2010 saat Anda mengurus akta kelahiran, wewenang ada pada pejabat pencatatan sipil. Dari informasi tersebut kami berasumsi bahwa pelaporan kelahiran yang Anda lakukan saat itu tidak melewati batas waktu yang ditentukan oleh UU Adminduk dan perubahannya, yakni 60 hari sejak tanggal kelahiran. Jadi, memang benar bahwa saat Anda mengurus akta kelahiran yang berwenang adalah pejabat pencatatan sipil. Artinya, yang berwenang menerbitkan akta kelahiran adalah pejabat pencatatan sipil pada instansi pelaksana.[3]
     
    Bagaimana dengan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu karena pelaporan kelahirannya pun melampaui batas waktu? Memang secara historis, sebelum UU Adminduk diubah, untuk pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun berdasarkan Pasal 32 ayat (2) UU Adminduk dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. Ini sekaligus meluruskan bahwa penetapan yang dimaksud adalah penetapan dari pengadilan negeri, bukan pengadilan agama seperti yang Anda sampaikan.
     
    Akan tetapi, pada tahun 2013 Mahkamah Konstitusi (“MK”) telah menyatakan bahwa Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU Adminduk dinilai bertentangan dengan UUD 1945 sehingga pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 /PUU-XI/2013 (“Putusan MK”), bunyi Pasal 32 ayat (1) UU Adminduk selengkapnya menjadi:
     
    Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat.
     
    Selain itu, MK dalam putusannya juga menyatakan bahwa Pasal 32 ayat (2) UU Adminduk bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Artinya, pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun tidak lagi harus berdasarkan penetapan pengadilan negeri.
     
    Menurut MK, keterlambatan melaporkan kelahiran yang lebih dari satu tahun yang harus dengan penetapan pengadilan akan memberatkan masyarakat. Proses di pengadilan bukanlah proses yang mudah bagi masyarakat awam sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak konstitusional warga negara terhadap kepastian hukum.
     
    Jadi, jika pelaporan kelahiran melampaui batas waktu 60 hari sejak kelahiran (maupun lebih dari satu tahun sejak kelahiran), maka pencatatan dilaksanakan oleh pejabat pencatatan sipil setelah mendapat keputusan kepala instansi pelaksana setempat. Artinya, di sini sudah tidak ada lagi penetapan pengadilan negeri yang menjadi dasar pencatatan kelahiran. Putusan MK mengembalikan urusan akta kelahiran ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).
     
    Selengkapnya Anda dapat pula membaca artikel MK Hapus Peran Pengadilan Urus Akta Kelahiran.
     
    Sekarang, Putusan MK itupun telah disempurnakan pengaturannya dalam Pasal 32 UU 24/2013 yang kini bunyi selengkapnya menjadi:
     
    1. Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dan penerbitan Akta Kelahiran dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat.
    2. Dihapus.
    3. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden.
     
    Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, tidak benar bahwa wewenang pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu itu ada pada pengadilan agama. Kini, wewenang pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 hari sejak tanggal kelahiran adalah Kepala Instansi Pelaksana setempat berdasarkan keputusan yang dikeluarkannya, yaitu instansi pelaksana tempat penduduk berdomisili.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Dasar 1945;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 /PUU-XI/2013.
     
     

    [1] Pasal 1 angka 7 UU 24/2013
    [2] Pasal 1 angka 16 UU 24/2013
    [3] Lihat Pasal 1 angka 15 dan 17 UU 24/2013 tentang kelahiran sebagai peristiwa penting yang wajib dicatat dalam register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana

    Tags

    pengadilan negeri
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ini Cara Mengurus Akta Nikah yang Terlambat

    30 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!