KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Cara Penyertifikatan Tanah Adat

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Cara Penyertifikatan Tanah Adat

Cara Penyertifikatan Tanah Adat
Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn.Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn.
Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn.
Bacaan 10 Menit
Cara Penyertifikatan Tanah Adat

PERTANYAAN

Di daerah pedesaan, kepemilikan tanah kebanyakan berdasarkan hukum adat dan waris. Apakah tanah adat bisa dibuat sertifikat tanah tanpa jual beli? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Salam.

     

    Secara umum dan awam, orang menyebut “tanah adat” ada 2 pengertian:

     

    1.    Tanah “Bekas Hak Milik Adat” yang menurut istilah populernya adalah Tanah Girik, berasal dari tanah adat atau tanah-tanah lain yang belum dikonversi menjadi salah satu tanah dengan hak tertentu (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau Hak Guna Usaha) dan belum didaftarkan atau disertifikatkan pada Kantor Pertanahan setempat. Sebutannya bisa bermacam-macam: girik, petok, rincik, ketitir dan lain sebagainya; atau

    KLINIK TERKAIT

    Hak atas Akses Jalan bagi Pemilik Tanah yang Terkurung

    Hak atas Akses Jalan bagi Pemilik Tanah yang Terkurung
     

    2.    Tanah milik masyarakat ulayat hukum adat, yang bentuknya seperti: tanah titian, tanah pengairan, tanah kas desa, tanah bengkok dll (sebagai referensi silakan baca Pengolaan dan Pemanfaatan Tanah Bengkok). Untuk jenis tanah milik masyarakat hukum adat ini tidak bisa disertifikatkan begitu saja. Kalau pun ada, tanah milik masyarakat hukum adat dapat dilepaskan dengan cara tukar guling (ruislag) atau melalui pelepasan hak atas tanah tersebut terlebih dahulu oleh kepala adat.  

     

    Untuk tanah bekas hak milik adat yang berbentuk Girik (poin 1) di atas, jika pihak yang hendak melakukan proses penyertifikatannya merupakan pemilik asli yang tercantum dalam tanah adat tersebut, maka tidak diperlukan adanya jual beli terlebih dahulu.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Jika sudah terjadi pewarisan misalnya, maka harus didahului dengan pembuatan keterangan waris dan prosedur waris seperti biasa (silakan baca Pemilikan Tanah Secara Warisan dan Pemilikan Tanah Secara Warisan (2)).

     

    Sedangkan jika perolehan haknya dilakukan melalui mekanisme jual beli, maka harus di ikuti lebih dahulu proses jual belinya sebagaimana diuraikan dalam artikel saya JUAL BELI & BALIK NAMA SERTIFIKAT.

     

    Penyertifikatan tanah adat dalam istilah hukum pertanahan dikenal dengan pendaftaran tanah untuk pertama kali, yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar. Kegiatan ini ada dua jenis, pertama, pendaftaran tanah secara sistematis, yang diprakarsai oleh pemerintahYang kedua, pendaftaran tanah secara sporadis yang dilakukan mandiri/atas prakarsa pemilik tanah. Kedua kegiatan ini tidak perlu didahului dengan proses jual beli. Lebih lanjut bisa dibaca juga dalam artikel saya Pensertifikatan Tanah Secara Sporadik.

     

    Kembali ke pertanyaan Anda, yang akan dilakukan adalah jenis yang kedua, yaitu secara sporadis, Anda dapat meminta bantuan PPAT yang wilayah kerjanya sesuai dengan letak objek tanah yang akan didaftarkan.

     

    Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi adalah:

    1.    Surat Rekomendasi dari lurah/camat perihal tanah yang akan didaftarkan.

    2.    Membuat surat tidak sengketa dari RT/RW/Lurah.

    3.    Surat Permohonan dari pemilik tanah untuk melakukan penyertifikatan (surat ini bisa diperoleh di Kantor Pertanahan setempat).

    4.    Surat kuasa (apabila pengurusan dikuasakan kepada orang lain, misalnya PPAT).

    5.    Identitas pemilik tanah (pemohon) yang dilegalisasi oleh pejabat umum yang berwenang (biasanya Notaris) dan/atau kuasanya, berupa fotokopi KTP dan Kartu Keluarga, surat keterangan waris dan akta kelahiran (jika permohonan penyertifikatan dilakukan oleh ahli waris).

    6.    Bukti atas hak yang dimohonkan: girik/petok/rincik/ketitir atau bukti lain sebagai bukti kepemilikan.

    7.    Surat pernyataan telah memasang tanda batas.

    8.    Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan Surat Tanda Terima Sementara (STTS) tahun berjalan.

     

    Setelah semua dilengkapi dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat, maka rangkaian kegiatan pendaftaran tanah pun dimulai. Pihak Kantor Pertanahan akan meninjau lokasi dan mengukur tanah, menerbitkan gambar situasi/surat ukur, memproses pertimbangan Panitia A, pengumuman, pengesahan pengumuman, pemohon membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sesuai dengan luas yang tercantum dalam gambar situasi/uang pemasukan, dan yang terakhir, penerbitan sertifikat tanah. Biasanya proses ini memakan waktu tiga bulan, tetapi bisa juga lebih, tergantung kondisi di lapangan.

     

    Demikian, semoga bermanfaat.

     
    Dasar Hukum:

    Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

     
    Referensi:

    Purnamasari, Irma Devita. Panduan Hukum Praktis Populer, Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak dalam Memahami Hukum Pertanahan (Kaifa, 2010). 

    Tags

    tanah

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!