KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Berapa Usia Anak Boleh Bersaksi di Pengadilan?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Berapa Usia Anak Boleh Bersaksi di Pengadilan?

Berapa Usia Anak Boleh Bersaksi di Pengadilan?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Berapa Usia Anak Boleh Bersaksi di Pengadilan?

PERTANYAAN

Saya ingin bertanya, pada usia berapakah anak-anak dapat menjadi saksi mata di pengadilan? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah menetapkan bahwa anak yang menjadi saksi tindak pidana adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
     
    Sedangkan jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, maka tidak dibatasi minimal usia anak untuk dapat menjadi saksi, hanya saja jika usianya kurang dari 15 tahun, maka boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah dan keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 24 Juni 2014.
     
    Intisari:
     
     
    Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah menetapkan bahwa anak yang menjadi saksi tindak pidana adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
     
    Sedangkan jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, maka tidak dibatasi minimal usia anak untuk dapat menjadi saksi, hanya saja jika usianya kurang dari 15 tahun, maka boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah dan keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Untuk lebih menyederhanakan jawaban, kami asumsikan pertanyaan Anda mengenai anak sebagai saksi adalah anak dalam perkara pidana, bukan perkara perdata. Jika melihat dari definisi anak yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”), anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
     
    Sebagai informasi, dalam artikel Apakah Anak Boleh Menolak Jadi Saksi? dikatakan bahwa meskipun anak-anak yang belum cukup usia 15 tahun dipandang sebagai saksi yang ‘tidak cakap secara relatif’, Pasal 145 Herzien Indlandsch Reglement (HIR) (S.1941-44)  tegas menyebutkan bahwa yang tidak dapat didengar keterangannya sebagai saksi adalah anak-anak yang umurnya belum sampai 15 tahun. Retnowulan Sutantio dan Oeripkartawinata, dalam bukunya Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, aturan semacam ini dilatarbelakangi kekhawatiran anak akan berkhayal sewaktu memberikan kesaksian, atau setidak-tidaknya keterangan mereka belum dapat dipertanggungjawabkan.
     
    Usia Anak Bisa Bersaksi di Pengadilan
    Lalu berapa usia anak yang bisa didengarkan keterangannya di persidangan? Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) terdapat pengaturan mengenai anak yang didengarkan keterangannya tanpa sumpah, yakni yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah anak yang umurnya belum cukup 15 tahun dan belum pernah kawin.[1]
     
    Dalam penjelasan pasal ini dikatakan bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun hanya kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut psychopaat, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja.
     
    Undang-Undang yang lebih spesifik mengatur tentang anak sebagai saksi adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”). Mengenai pengertian ‘anak saksi’ terdapat dalam Pasal 1 angka 5 UU SPPA:
     
    Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
     
    Dalam menangani Anak Saksi, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara.[2] Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak Saksi wajib didampingi oleh orang tua dan/atau orang yang dipercaya oleh Anak Saksi, atau Pekerja Sosial.[3]
     
    Hak-Hak Anak Saksi
    Anak Saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.[4] Anak Saksi juga berhak atas:[5]
    1. upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;
    2. jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
    3. kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
     
    Menjawab pertanyaan Anda, dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya UU SPPA telah menetapkan bahwa anak yang menjadi saksi tindak pidana adalah anak yang belum berumur 18 tahun. Sedangkan jika merujuk pada KUHAP, maka tidak dibatasi minimal usia anak untuk dapat menjadi saksi, hanya saja jika usianya kurang dari 15 tahun, maka boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah dan keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Herzien Indlandsch Reglement (HIR) (S.1941-44);
     

    Referensi:

    Retnowulan Sutantio dan Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung: CV Mandar Maju, 1995.


    [1] Pasal 171 huruf a KUHAP
    [2] Pasal 18 UU SPPA
    [3] Pasal 23 ayat (2) UU SPPA
    [4] Pasal 89 UU SPPA
    [5] Pasal 90 ayat (1) UU SPPA

    Tags

    hukumonline
    anak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!