Saya dulu bekerja di production house, sekarang resign karena hal tersebut di bawah ini: Saya bertugas sebagai pencari target (peserta) yang notabene adalah fakir miskin untuk dilibatkan dalam program reality show yang di produksi oleh PH tersebut dan tayangkan di tv swasta. Para target yang terlibat akan mendapat fee sebesar 3 juta rupiah, namun oleh para crew, fee tersebut dipotong 1 juta kemudian uang itu dibagi-bagikan untuk crew sendiri. Melihat itu saya coba mengadukan hal ini pada pimpinan melalui surat dan meminta supaya uang fakir miskin ini dikembalikan. Namun sudah lebih dari 1 tahun belum juga mendapat jawaban. Pertanyaan saya: 1. apakah saya bisa menuntut crew tersebut walaupun para fakir miskin itu pasrah walau sudah dirugikan? Mengingat mereka adalah orang lemah. Mohon bantuan nya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan yang telah disampaikan kepada kami.
Berdasarkan penjelasan dari Saudara, peserta dalam program reality show akan mendapatkan fee sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta Rupiah) dari perusahaan, dalam hal ini Production House. Namun Saudara tidak menjelaskan apakah pemberian fee tersebut disepakati secara tertulis antara perusahaan dengan peserta atau hanya berupa kesepakatan lisan atau hal tersebut merupakan peraturan internal di perusahaan yang tidak diketahui oleh peserta.
Meskipun pada prinsipnya perjanjian mengikat dengan adanya kesepakatan dan tidak harus tertulis, akan tetapi dengan tidak adanya bukti tertulis akan menyulitkan proses pembuktian baik dalam proses perkara perdata maupun pidana.
Apabila terdapat perjanjian tertulis antara perusahaan dengan peserta, maka segala ketentuan dalam perjanjian tersebut berlaku bagi perusahaan dan peserta. Sehingga perlu dipahami terlebih dahulu klausula-klausula yang tercantum dalam perjanjian tersebut.
Saudara juga tidak menjelaskan apakah pemotongan fee tersebut dilakukan sebelum uang diberikan kepada peserta atau pemotongan dilakukan setelah uang diberikan kepada peserta. Jika terdapat perjanjian tertulis antara peserta dengan perusahaan yang menyatakan peserta mendapatkan fee sebesar Rp 3.000.000,-, kalau pemotongan dilakukan sebelum uang diberikan kepada peserta dan tidak diketahui oleh peserta, hal ini berarti peserta tidak menerima uang secara penuh. Jadi disini ada unsur wanprestasi yang dilakukan oleh perusahaan dengan tidak melakukan pembayaran sesuai kesepakatan perjanjian. Untuk dapat dinyatakan wanprestasi (lalai), apabila tidak diatur mengenai kapan waktu pembayaran, maka harus memberikan surat peringatan yang menyebutkan batas waktu pembayaran. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Dari sisi hukum pidana, perbuatan para crew tersebut memotong fee para peserta dapat terjerat Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana penggelapan. Berikut bunyi pasalnya:
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Pasal 372 KUHP tersebut bukanlah delik aduan (klacht), dengan demikian setiap orang yang mengetahui perbuatan pidana penggelapan tersebut dapat melaporkan ke polisi. Hal ini berbeda dalam hal pidana delik aduan yang mensyaratkan adanya pengaduan dari pihak yang berhak.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, sesuai dengan pertanyaan Saudara apakah Saudara bisa menuntut crew tersebut atau tidak, apabila terpenuhi unsur-unsur wanprestasi sebagaimana penjelasan di atas, maka yang dapat mengajukan gugatan perdata adalah pihak yang bersangkutan (dalam hal ini peserta) atau orang yang diberi kuasa untuk itu. Kuasa dalam hal ini adalah advokat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sedangkan apabila terpenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana Pasal 372 KUHP tersebut di atas, apabila Saudara mengetahui sendiri kejadiannya, Saudara dapat melapor ke polisi mengingat tindak pidana penggelapan tersebut bukan merupakan delik aduan. Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 108 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi:
“Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tulisan.”
Demikian jawaban kami semoga dapat membantu. Terima kasih.