Sanksi Jika Penyidik Menggunakan Barang Bukti
PERTANYAAN
Bolehkah barang bukti mobil digunakan penyidik?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bolehkah barang bukti mobil digunakan penyidik?
Penyidik, berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 10/2010”),adalahpejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”) yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Anggota Polri yang mempunyai tugas dan wewenang untuk menerima, menyimpan, mengamankan, merawat, mengeluarkan dan memusnahkan benda sitaan dari ruang atau tempat khusus penyimpanan barang bukti adalah Pejabat Pengelola Barang Bukti (“PPBB”) sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 8 Perkapolri 10/2010.
PPBB mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: (Pasal 11 Perkapolri 10/2010)
a. menerima penyerahan barang bukti yang telah disita oleh penyidik;
b. mencatat ke dalam buku register daftar barang bukti;
c. menyimpan barang bukti berdasarkan sifat dan jenisnya;
d. mengamankan barang bukti agar tetap terjamin kuantitas dan/atau kualitasnya;
e. mengontrol barang bukti secara berkala/periodik dan dicatat ke dalam buku kontrol barang bukti;
f. mengeluarkan barang bukti atas perintah atasan penyidik untuk dipinjam pakaikan kepada pemilik yang berhak; dan
g. memusnahkan barang bukti.
a. keperluan penyidikan (Pasal 17 Perkapolri 10/2010);
b. dikirimkan ke jaksa penuntut umum (Pasal 18 Perkapolri 10/2010);
c. dikembalikan kepada orang atau dari siapa benda itu disita atau kepada mereka yang berhak (Pasal 19 Perkapolri 10/2010);
d. dijual lelang, dalam hal barang bukti yang disita lekas rusak dan/atau biaya penyimpanan terlalu tinggi (Pasal 20 Perkapolri 10/2010);
e. dimusnahkan, dalam hal barang bukti narkotika, psikotropika, dan obat-obatan terlarang (Pasal 21 Perkapolri 10/2010).
Selain itu, dapat juga dilakukan pinjam pakai barang bukti. Akan tetapi, barang bukti hanya dapat dipinjampakaikan kepada pemilik atau pihak yang berhak (Pasal 23 ayat (1) Perkapolri 10/2010).
Pengaturan di atas pada dasarnya terangkum dalam Pasal 44 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, bahwa penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut di larang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.
Jadi pada dasarnya, barang bukti dilarang untuk digunakan oleh orang-orang yang tidak berhak sebagaimana telah disebutkan di atas.
Selanjutnya, perlu diketahui bahwa pada dasarnya atas kegiatan pengelolaan barang bukti ini dilakukan pengawasan baik secara umum maupun khusus (Pasal 24 Perkapolri 10/2010).
Pengawasan secara khusus, dilakukan apabila terdapat kejadian yang bersifat khusus, sehingga perlu dibentuk tim yang ditunjuk berdasarkan surat perintah (Pasal 26 ayat (1) Perkapolri 10/2010).
Kejadian yang bersifat khusus tersebut antara lain: (lihat Pasal 26 ayat (3) Perkapolri 10/2010)
a. adanya laporan atau ditemukannya penyimpangan;
b. penyalahgunaan barang bukti;
c. hilangnya barang bukti; dan
d. adanya bencana yang bisa mengakibatkan barang bukti hilang atau rusak.
Selain pengawasan terhadap pengelolaan barang bukti, dilakukan juga pengawasan terhadap petugas penyelidik dan penyidik, yang salah satunya pengawasan terhadap perlakuan dan pelayanan terhadap tersangka, saksi dan barang bukti (Pasal 82 ayat (2) huruf b Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana – “Perkapolri 14/2012”).
Metode pengawasan dan pengendalian kegiatan penyelidikan dan penyidikan salah satunya meliputi pengawasan melekat (Pasal 83 huruf b Perkapolri 14/2012).
Pengawasan melekat tersebut dilaksanakan oleh atasan penyidik dengan cara pengawasan dan pengendalian: (lihat Pasal 87 Perkapolri 14/2012)
a. langsung pelaksanaan penyelidikan;
b. administrasi penyidikan;
c. pengolahan TKP;
d. tindakan upaya paksa;
e. pelaksanaan rekonstruksi atau reka ulang;
f. penanganan tahanan dan barang bukti; dan
g. tindakan lain yang ada kaitannya dengan penyelidikan dan penyidikan.
Dalam hal hasil pengawasan ditemukan adanya dugaan pelanggaran disiplin atau kode etik profesi Polri yang dilakukan penyidik/penyidik pembantu, sebelum diproses melalui mekanisme acara hukuman disiplin, harus dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh atasan penyidik, pengawas penyidikan atau pejabat atasan pengawas penyidikan (Pasal 91 Perkapolri 14/2012).
Dalam hal hasil pemeriksaan pendahuluan telah menemukan petunjuk: (lihat Pasal 92 Perkapolri 14/2012)
a. diduga telah terjadi pelanggaran disiplin atau pelanggaran kode etik profesi Polri, pemeriksaan selanjutnya diserahkan kepada fungsi Propam Polri paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dilaksanakan pemeriksaan pendahuluan; dan
b. diduga telah terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu dalam pelaksanaan penyidikan, proses penyidikannya diserahkan kepada fungsi Reskrim.
Ini berarti polisi yang menggunakan barang bukti bukan untuk kepentingan-kepentingan sebagaimana diatur dalam Perkapolri 10/2010, dapat diajukan untuk dilakukan pemeriksaan untuk dilihat apakah terjadi pelanggaran disiplin atau kode etik.
Sebagai contoh, dalam artikel Kapoldasu: Barang Bukti Tak Boleh Dipakai Anggota, Kapoldasu, Irjen PolWisjnu Amat Sastro melalui Kadubbid PID Humas Poldasu AKBP MP Nainggolan, mengatakan bahwa anggota polisi dilarang keras memakai barang bukti hasil kejahatan. Jika ada ditemukan anggota polisi menggunakan hasil kejahatan atau sitaan dari tersangka, dapat dilaporkan ke pimpinan atau Propam, agar segera ditindak lanjuti.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?