Apakah Karyawan yang Dirumahkan Tetap Mendapatkan THR Penuh?
PERTANYAAN
Apakah untuk karyawan yang dirumahkan karena sakit yang menular mendapatkan THR penuh?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah untuk karyawan yang dirumahkan karena sakit yang menular mendapatkan THR penuh?
Pemberian THR oleh pengusaha didasarkan atas masa kerja karyawan, bukan status kerja (dirumahkan atau bekerja di kantor) maupun keadaan karyawan yang sedang sakit. Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, pekerja yang sedang dirumahkan karena sakit itu berhak atas THR secara penuh sebesar satu bulan upah selama ia telah mempunyai masa kerja satu tahun atau lebih. Penjelasan lebih lanjut dan langkah hukum jika THR tidak diberikan secara penuh dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Istilah merumahkan pekerja tidak dikenal dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Adapun arti merumahkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari laman Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah:
“mencutikan pegawai (karyawan) dari pekerjaannya; membebaskan pegawai (karyawan) dari pekerjaannya dengan cara menyuruh tinggal di rumah saja.”
Karyawan yang dirumahkan karena alasan memiliki penyakit yang menular dapat diartikan bahwa karyawan tersebut dicutikan dari pekerjaannya dengan cara menyuruhnya tinggal di rumah saja karena memiliki penyakit menular.
Namun Anda dapat menemukan istilah “dirumahkan” dalam Butir f Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Kepada Pimpinan Perusahaan di Seluruh Indonesia No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal (“SE Menaker 907/2004”), yang menggolongkan “meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu” sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja.
Dalam artikel Status Hukum Karyawan yang Dirumahkan, Eric Manurung, S.H. menjelaskan bahwa yang sebenarnya, merumahkan karyawan itu sama dengan meliburkan/membebaskan pekerja untuk tidak melakukan pekerjaan sampai dengan waktu yang ditentukan oleh perusahaan. Hal mana dilakukan perusahaan sebagai langkah awal untuk mengurangi pengeluaran perusahaan atau karena tidak adanya kegiatan/produksi yang dilakukan perusahaan sehingga tidak memerlukan tenaga kerja untuk sementara waktu. Merumahkan pekerja merupakan salah satu upaya sebelum dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”).
Merujuk pada SE Menaker 907/2004 tersebut dapat dilihat bahwa “merumahkan” ini terkait dengan upaya sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) secara masal. Yang mana “merumahkan” pekerja dilakukan untuk mengurangi pengeluaran perusahaan.
Seperti yang kami bahas di artikel-artikel sebelumnya, Pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan secara terus menerus atau lebih.[1] Bagi karyawan kontrak dengan masa kerja yang kurang dari 1 (satu) tahun tetapi telah lebih dari 3 (tiga) bulan, diberikan secara proporsional dengan rumus:[2]
Masa Kerja x 1(satu) bulan upah 12 |
Sedangkan, besarnya THR adalah sebesar 1 (satu) bulan upah bagi pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih.[3]
Ketentuan ini mengindikasikan bahwa pemberian THR oleh pengusaha didasarkan atas masa kerja karyawan, bukan status kerja (dirumahkan atau bekerja di kantor) maupun keadaan karyawan yang sedang sakit. Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, pekerja yang sedang dirumahkan (berarti tidak di-PHK) karena sakit itu berhak atas THR secara penuh sebesar satu bulan upah selama ia telah mempunyai masa kerja satu tahun atau lebih.
Bicara mengenai THR, hal ini memiliki keterkaitan juga dengan upah. Mengingat belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai upah pekerja selama dirumahkan maka dalam hal adanya rencana pengusaha untuk merumahkan pekerja, upah selama dirumahkan dilaksanakan sebagai berikut:[4]
1. Pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam Perjanjian Kerja, peraturan perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama.
2. Apabila pengusaha akan membayar upah pekerja tidak secara penuh agar dirundingkan dengan pihak serikat pekerja dan atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan lamanya dirumahkan.
Melihat pada hal di atas, jika upah saja tetap dibayar secara penuh, maka begitu pula dengan THR. Jadi, pada dasarnya THR diberikan secara penuh. Akan tetapi, jika pengusaha akan membayar THR tidak secara penuh, perlu dirundingkan dengan pekerja yang bersangkutan mengenai besarnya THR bagi pekerja yang dirumahkan.
Jika pekerja tersebut diberikan THR tidak secara penuh, maka tentu langkah utama yang dapat pekerja lakukan adalah menyelesaikannya secara kekeluargaan dengan pengusaha. Jika tidak berhasil, pekerja dapat melaporkannya ke pegawai pengawas ketenagakerjaan di Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat.[5] Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Langkah Hukum Jika THR Tidak Dibayar Penuh.
Oleh karena itu, mengacu pada ketentuan di atas, pekerja yang dirumahkan (bukan di-PHK) karena penyakit menular, tetap mendapatkan THR secara penuh.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan;
3. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Kearah Pemutusan Hubungan Kerja.
[1]P asal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan (“Permen-04/Men/1994”)
[2] Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 ayat (1) huruf b Permen-04/Men/1994
[3] Pasal 3 ayat (1) Permen-04/Men/1994
[4] Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Kearah Pemutusan Hubungan Kerja
[5] Pasal 9 ayat (1) Permen-04/Men/1994
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?