Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pemerasan Oknum Polri dalam Dugaan Kasus Asusila

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Pemerasan Oknum Polri dalam Dugaan Kasus Asusila

Pemerasan Oknum Polri dalam Dugaan Kasus Asusila
Arif Maulana, S.H., M.H.LBH Jakarta
LBH Jakarta
Bacaan 10 Menit
Pemerasan Oknum Polri dalam Dugaan Kasus Asusila

PERTANYAAN

Saya diceritakan sahabat dekat saya bahwa pada malam hari dia pergi dengan pacarnya. Setelah memutari kota, dia hendak berhenti dan memarkirkan mobilnya (memang keadaannya agak gelap, namun tidak sepi). Tiba-tiba ada 3 polisi menghadang dan memergoki mereka, padahal mereka tidak berbuat apa-apa.
 
Setelah bicara dengan polisi, mereka diancam akan dilaporkan atas tindak pidana ringan dugaan mesum. Polisi berniat membantu sahabat saya agar masalah selesai, namun dengan bayaran Rp10 juta. Sahabat saya mau tidak mau harus bayar.
 
Apakah tindakan sahabat saya merupakan tindakan asusila atau perbuatan mesum? Apakah bisa sahabat saya melaporkan tindakan pemerasan polisi tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perbuatan sahabat Anda tidak serta merta dapat dikategorikan sebagai tindakan melanggar kesusilaan sebagaimana ketentuan hukum pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
     
    Terhadap tindakan pengancaman pelaporan pidana dan permintaan sejumlah uang kepada sahabat Anda oleh oknum Polri merupakan bentuk tindak pidana dan pelanggaran disiplin dan kode etik kepolisian.
     
    Polisi yang melakukan tindakan pelanggaran disiplin dan kode etik dapat dilaporkan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian serta terhadap tindak pidana yang dilakukannya dapat dilaporkan ke kantor kepolisian.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Dalam pertanyaan Anda tidak ditemukan informasi mengenai tindak pidana dan pasal pidana apa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) atau peraturan pidana khusus lainnya yang oknum Polri tuduhkan kepada sahabat Anda.
     
    Meskipun demikian, kami asumsikan oknum Polri hendak menjerat sahabat Anda dengan dugaan tindak pidana melanggar kesusilaan, cabul, atau perbuatan zina.
     
    Tindakan sahabat Anda yang sedang berdua dengan kekasihnya di mobil pada waktu malam hari dan dihadang oleh oknum Polri tidak dapat serta merta dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar kesusilaan atau kesopanan sebagaimana ketentuan hukum pidana dalam KUHP.
     
    KUHP mengatur delik kesusilaan dalam Bab XIV Buku II KUHP yang merupakan kejahatan dan dalam Bab VI Buku III KUHP yang termasuk jenis pelanggaran. Dalam Bab XIV KUHP, dimuat jenis-jenis delik kesusilaan (Pasal 281 – Pasal 303bis KUHP).
     
    Menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 204), kata kesopanan atau “kesusilaan” yaitu perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin. Misalnya bersetubuh, meraba tempat kemaluan wanita, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria, mencium dan sebagainya.
     
    Selain itu, yang dimaksud dengan perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu berahi kelamin, misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba buah dada dan sebagainya. Persetubuhan masuk pula dalam pengertian perbuatan cabul, akan tetapi dalam undang-undang disebutkan tersendiri (hal. 212).
     
    Memperhatikan berbagai rumusan pasal dalam delik kesusilaan dalam KUHP, pada dasarnya, tidak ada satu pun pasal tindak pidana yang dapat dikenakan kepada pasangan di luar perkawinan, berusia dewasa, dilakukan dalam keadaan sadar, tanpa paksaan, yang sedang berduaan atau bermesraan di ruang sepi dan gelap, termasuk di dalam mobil. Bahkan sekalipun melakukan persetubuhan, kecuali hal itu dilakukan secara sengaja dan secara terbuka di muka umum yang dapat dijerat dengan Pasal 281 KUHP.
     
    Dugaan Melanggar Kesusilaan di Depan Umum
    Terkait dengan peristiwa yang sahabat Anda alami dapat saja dikaitan dengan delik Pasal 281 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
     
    Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
    1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
    2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
     
    Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 281 KUHP mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
    1. unsur subjektif, yaitu dengan sengaja;
    2. unsur objektif, berupa:
    1. barangsiapa;
    2. merusak kesusilaan;
    3. di muka umum.
     
    Jika dilakukan analisis lebih lanjut, unsur-unsur subjektif maupun objektif Pasal 281 KUHP ini tidak terpenuhi ditinjau dari peristiwa sebagaimana yang Anda sampaikan.
     
    Agar pelaku dapat dinyatakan terbukti telah memenuhi unsur dengan sengaja tersebut, harus dibuktikan pelaku memang mempunyai kehendak atau maksud untuk melakukan perbuatan merusak kesusilaan, pelaku memang mengetahui, yakni bahwa perbuatannya itu ia lakukan di depan umum dan pelaku terbukti telah merusak kesusilaan di muka umum.
     
    R. Soesilo sendiri berpendapat bahwa apabila polisi menjumpai peristiwa semacam itu, maka berhubung dengan adanya macam-macam ukuran kesusilaan menurut adat istiadat suku-suku bangsa yang ada di Indonesia, hendaknya menyelidiki terlebih dahulu, apakah perbuatan yang telah dilakukan oleh tersangka menurut tempat, keadaan, dan sebagainya, di wilayah tersebut dapat dipandang sebagai merusak kesusilaan umum (hal. 205).
     
    Selain itu, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka orang itu harus (hal. 205):
    1. sengaja merusak kesopanan di muka umum, artinya perbuatan merusak kesopanan itu harus sengaja dilakukan di tempat yang dapat dilihat atau didatangi orang banyak, misalnya di pinggir jalan, di gedung bioskop, di pasar, dan sebagainya; atau
    2. sengaja merusak kesopanan di muka orang lain (seorang sudah cukup) yang hadir disitu tidak dengan kemauan sendiri. Maksudnya tidak perlu di muka umum, di muka seorang lain sudah cukup, asal orang ini tidak menghendaki perbuatan tersebut.
     
    Namun, merujuk pada uraian di atas, tindakan yang dilakukan sahabat Anda, menurut hemat kami, bukanlah tindak pidana melanggar kesopanan di muka umum, karena berdasarkan keterangan Anda, pasangan tersebut tidak melakukan perbuatan yang memenuhi unsur pasal.
     
    Perbuatan Cabul dan Perzinaan
    Apakah tindakan yang dilakukan sahabat Anda dapat dikategorikan sebagai perbuatan cabul atau perzinaan?
     
    Untuk tindak pidana perbuatan cabul dan asusila, hukum pidana Indonesia secara garis besar mengklasifikasikannya dalam 5 jenis perbuatan cabul:
    1. perbuatan cabul dengan pemaksaan kekerasan;
    2. perbuatan cabul terhadap orang yang tidak sadarkan diri;
    3. perbuatan cabul terhadap anak yang belum dewasa/belum cakap hukum;
    4. perbuatan cabul terhadap anak atau pun orang yang sedang dalam penguasaannya;
    5. perbuatan cabul pejabat terhadap bawahan kerja atau pun orang yang sedang dalam penguasaannya.
     
    Perbuatan-perbuatan tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 289, 290, dan Pasal 294 KUHP.
     
    Sedangkan untuk tindak pidana zina, hukum pidana Indonesia mengaturnya dalam Pasal 284 KUHP
     
    Berkaca dari kasus yang dialami oleh sahabat Anda, maka yang dilakukan oleh sahabat Anda dan pasangannya tidak masuk dalam kategori perbuatan cabul atau pun zina, karena sahabat Anda tidak melakukan tindakan cabul apalagi pemaksaan terhadap pasangannya.
     
    Selain itu, sahabat Anda tidak bisa dikenakan pasal zina sepanjang tidak terpenuhinya unsur tindak pidana zina, seperti unsur adanya persetubuhan, salah seorang harus terikat perkawinan, atau harus adanya aduan/laporan dari salah satu pasangan resmi perkawinan yang merasa dirugikan oleh zina tersebut.
     
    Tindak Pidana Pemerasan oleh Polisi
    Merujuk pada peristiwa yang Anda sampaikan, justru apa yang dilakukan oleh oknum Polri yang melakukan tindakan pemerasan kepada sahabat Anda dengan mengancam melakukan proses hukum atas peristiwa yang bukan tindak pidana pada dasarnya merupakan tindak pidana tersendiri.
     
    Tindakan oknum Polri tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan khususnya terkait pemerasan yang diatur dalam Pasal 368 KUHP, karena oknum Polri tersebut dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa sahabat Anda dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaannya atau orang lain.
     
    Selain pemerasan, tindakan oknum Polri tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan yang diatur dalam Pasal 378 KUHP, karena dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya.
     
    Terhadap oknum Polri yang melakukan tindakan pemerasan atau penipuan tersebut dapat dikenakan sanksi pemberatan berdasarkan Pasal 52 KUHP yang menyatakan bahwa, bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dalam jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatanya, pidananya dapat ditambah sepertiga.
     
    Patut diperhatikan pula dugaan pelanggaran Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi:
     
    Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
     
    Oleh karena perbuatan yang dilakukan oleh oknum Polri tersebut adalah tindak pidana, maka hal yang bisa dilakukan adalah dengan membuat laporan terkait adanya tindak pidana yang dilakukan ke kantor kepolisian. Untuk efektivitas laporan tersebut, sebaiknya disampaikan kepada institusi yang lebih tinggi dari tempat dinas pelaku.
     
    Pelanggaran Kode Etik Kepolisian
    Selain itu, perbuatan tersebut juga merupakan perbuatan yang melanggar larangan dalam Pasal 13 dan Pasal 15 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia (“Perkapolri 14/2011”).
     
    Bahwa setiap anggota Polri dilarang, di antaranya:[1]
    1. melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi;
    2. menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan;
    3. melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
     
    Setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai atasan dilarang memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan dan menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggungjawab.[2]
     
    Sesama anggota Polri dilarang melakukan permufakatan pelanggaran kode etik atau disiplin atau tindak pidana dan berperilaku kasar dan tidak patut.[3]
     
    Selain itu, setiap anggota Polri dilarang, di antaranya:[4]
    1.  
    2. mencari-cari kesalahan masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    3. mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan dengan maksud untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan pelayanan masyarakat;
    4. bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang;
    5. mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan;
    6. melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan pada saat melakukan tindakan kepolisian; dan/atau
    7. membebankan biaya tambahan dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Merujuk pada berbagai ketentuan tersebut, perbuatan yang dilakukan oleh oknum Polri terhadap sahabat Anda jelas merupakan perbuatan yang melanggar kode etik profesi Kepolisian Republik Indonesia.
     
    Terkait pelanggaran kode etik kepolisian dan perbuatan tindak pidana sebagaimana diterangkan di atas, maka hal yang dapat dilakukan adalah dengan membuat pengaduan dan laporan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (“Propam”) di kantor kepolisian terdekat, misalnya Kantor Kepolisian Daerah.
     
    Divisi Propam memiliki tugas dan kewajiban untuk menegakan kode etik kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a dan f Perkapolri 14/2011.
     
    Meskipun demikian, untuk melakukan pelaporan adanya dugaan tindak pidana maupun pelanggaran kode etik kepolisian, sahabat Anda sebagai korban akan membutuhkan informasi awal mengenai nama, identitas, dan jabatan serta kesatuan oknum Polri yang diduga menjadi pelaku.
     
    Tanpa mengetahui nama, identitas, dan jabatan serta kesatuan tempat oknum Polri tersebut bertugas, akan sangat sulit bagi pihak internal kepolisian untuk mengusut perbuatan yang dilakukan oleh anggotanya tersebut.
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Referensi:
    R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.
     

    [1] Pasal 13 ayat (1) huruf a, e, dan g Perkapolri 14/2011
    [2] Pasal 13 ayat (2) Perkapolri 14/2011
    [3] Pasal 13 ayat (4) huruf d dan e Perkapolri 14/2011
    [4] Pasal 15 Perkapolri 14/2011

    Tags

    hukum pidana
    profesi hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!