Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Arti Intimidasi Menurut Hukum Pidana

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Arti Intimidasi Menurut Hukum Pidana

Arti Intimidasi Menurut Hukum Pidana
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Arti Intimidasi Menurut Hukum Pidana

PERTANYAAN

Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan "intimidasi", baik dalam doktrin, yurisprudensi, MvT (memorie van toelichting), atau sumber-sumber hukum lain? Apakah intimidasi termasuk tindak pidana dan diatur dalam pasal-pasal tertentu dalam KUHP? Atas jawaban yang diberikan, sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Intimidasi dapat diartikan sebagai perbuatan menakut-nakuti atau mengancam. Sepanjang penelusuran kami, intimidasi dirumuskan dalam pasal-pasal yang memuat unsur ‘dengan kekerasan atau ancaman kekerasan’. Lalu, apa saja contoh pasal yang merupakan pasal intimidasi tersebut?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

     

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    KLINIK TERKAIT

    Bunyi Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan dengan Kekerasan

    Bunyi Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan dengan Kekerasan

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Makna Intimasi Menurut Hukum Pidana yang ditulis oleh Muhammad Yasin, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 5 Juni 2017.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Arti Intimidasi Secara Harfiah

    Intimidasi atau intimidation dalam Bahasa Inggris menurut Cambridge Dictionary berarti tindakan menakut-nakuti atau mengancam seseorang, biasanya bertujuan untuk membuat mereka melakukan sesuatu yang pelaku inginkan (the action of frightening or threatening someone, usually in order to persuade them to do something that you want them to do). Atau berasal dari kata intimidatie dalam Bahasa Belanda berarti perbuatan menakut-nakuti.

    Adapun, menurut KBBI intimidasi adalah tindakan menakut-nakuti (terutama untuk memaksa orang atau pihak lain berbuat sesuatu); gertakan; ancaman.

    Pasal Intimidasi dalam KUHP

    Berdasarkan pengertian secara harfiah di atas, maka dalam kata intimidasi terkandung makna menakut-nakuti, memaksa, menggertak, atau mengancam.

    Dalam KUHP, intimidasi umumnya dirumuskan dalam pasal yang memuat unsur ‘dengan kekerasan atau ancaman kekerasan’ (door geweld atau door bedreiging met geweld). Rumusan tersebut misalnya ditemukan dalam Pasal 146 KUHP atau Pasal 232 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan[1] yang menggunakan kalimat ‘kekerasan atau dengan ancaman kekerasan’ mengganggu sidang legislatif, yang berbunyi:

    Pasal 146 KUHP

    Pasal 232 UU 1/2023

    Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan membubarkan rapat badan pembentuk undang-undang, badan pemerintahan atau badan perwakilan rakyat, yang dibentuk oleh atau atas nama Pemerintah, atau memaksa badan-badan itu supaya mengambil atau tidak mengambil sesuatu putusan atau mengusir ketua atau anggota rapat itu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

    Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan membubarkan rapat lembaga legislatif dan/atau badan pemerintah atau memaksa lembaga dan/atau badan tersebut agar mengambil atau tidak mengambil suatu keputusan, atau mengusir pimpinan atau anggota rapat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.

    Lebih lanjut, dalam PenjelasanPasal 232 UU 1/2023 dinyatakan bahwa yang dimaksud sebagai “kekerasan atau ancaman kekerasan” tidak hanya pengancaman terhadap orang melainkan juga terhadap barang seperti membakar gedung tempat rapat.

    Selain itu, contoh pasal intimidasi dan pengancaman juga dapat ditemukan dalam Pasal 336 KUHP atau Pasal 449 UU 1/2023 tentang tindakan mengancam dengan kekerasan terhadap orang atau barang yang selengkapnya dapat dibaca dalam artikel Pasal untuk Menjerat Pelaku Pengancaman Pembunuhan.

    Contoh pasal intimidasi lainnya adalah Pasal 335 KUHP jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 (hal. 39 – 40) atau Pasal 448 UU 1/2023 yang berkaitan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa orang lain melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu. Selengkapnya dapat dibaca dalam artikel Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus, Ini Dasarnya.

    Intimidasi juga dapat ditemukan di dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP atau Pasal 482 UU 1/2023 dan Pasal 369 KUHP atau Pasal 483 UU 1/2023 yang memuat unsur ‘memaksa orang lain’. Pasal 368 ayat (1) KUHP atau Pasal 482 UU 1/2023 disebut ‘pemerasan dengan kekerasan’ (afpersing) sedangkan Pasal 369 KUHP atau Pasal 483 UU 1/2023 disebut ‘pemerasan dengan menista’ (afdreiging atau chatage). Bedanya terletak pada alat yang digunakan untuk memaksa, Pasal 368 menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, sedangkan Pasal 369 menggunakan alat ‘akan menista atau menista dengan surat atau akan membuka rahasia’.[2]

    Adapun, dalam UU 1/2023, sepanjang penelusuran kami, terdapat beberapa pasal yang menyebutkan kata intimidasi secara tegas, yaitu Pasal 281 UU 1/2023 dan Pasal 530 UU 1/2023 yang berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 281 UU 1/2023

    Setiap Orang yang menghalang-halangi, mengintimidasi, atau memengaruhi Pejabat yang melaksanakan tugas penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, atau putusan pengadilan dengan maksud untuk memaksa atau membujuknya agar melakukan atau tidak melakukan tugasnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori VI.

    Pasal 530 UU 1/2023

    Setiap Pejabat atau orang lain yang bertindak dalam suatu kapasitas Pejabat resmi, atau orang yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan Pejabat publik melakukan perbuatan yang menimbulkan penderitaan fisik atau mental terhadap seseorang dengan tujuan untuk memperoleh informasi atau pengakuan dari orang tersebut atau orang ketiga, menghukumnya atas perbuatan yang dilakukan atau disangkakan telah dilakukan olehnya atau orang ketiga, atau melakukan intimidasi atau memaksa orang tersebut atau orang ketiga atas dasar suatu alasan diskriminasi dalam segala bentuknya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

    Pasal Intimidasi di Luar KUHP

    Pengaturan rumusan intimasi juga dikenal dalam beberapa pengaturan tindak pidana di luar KUHP, yang contohnya adalah sebagai berikut:

    1. Penggunaan unsur “ancaman kekerasan” dalam Pasal 2 ayat (1)UU TPPOyang dapat dimaknai sebagai setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang.[3]
    1. Penggunaan frasa “ancaman kekerasan” untuk menggambarkan intimidasi sebagaimana dimuat dalam Pasal 76D UU 35/2014 dengan bunyi sebagai berikut:

    Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

    1. Unsur “ancaman kekerasan” dan “menakut-nakuti” digunakan dalam rumusan Pasal 29 UU 1/2024 sebagai perubahan kedua UU ITE yang dapat dibaca selengkapnya dalam Bunyi Pasal 29 UU ITE tentang Ancaman Kekerasan Melalui Media Elektronik.

    Intimidasi Menurut Pandangan Ahli dan Yurisprudensi

    Dalam doktrin, setidaknya terdapat beberapa pandangan mengenai unsur ‘dengan kekerasan atau ancaman kekerasan’. D. Simons berpendapat mengenai kekerasan sebagai setiap penggunaan tenaga badan yang tidak terlalu tidak berarti, atau tidak terlalu ringan. TJ Noyon dan GE Langemeijer berpendapat geweld merupakan suatu krachtdalig optreden atau suatu perbuatan bertindak dengan tenaga. Namun, menurut kedua ahli pidana Belanda ini, tidak setiap pemakaian tenaga dapat dimasukkan ke dalam pengertian kekerasan. Misalnya, jika hanya tenaga ringan.[4]

    Perlu diketahui bahwa undang-undang memang tidak memberikan penjelasan tentang bagaimana ancaman dengan kekerasan (bedreiging met geweld)itu dilakukan.[5] Alhasil, maknanya berkembang dalam yurisprudensi.

    Menurut Hoge Raad dalam beberapa arrest membuat syarat adanya ancaman itu, yaitu:[6]

    1. Ancaman itu harus diucapkan dalam keadaan yang sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan kesan pada orang yang diancam, bahkan yang diancamkan itu benar-benar akan dapat merugikan kebebasan pribadinya;
    2. Maksud pelaku memang telah ditujukan untuk menimbulkan kesan tersebut. 

    Contoh dari penjelasan di atas adalah perbuatan mengancam akan menembak mati seseorang jika orang yang diancam tidak memenuhi keinginan pengancam. Perbuatan ini adalah suatu perbuatan mengancam dengan kekerasan. Jika ia melepaskan tembakan, tembakan itu tidak selalu menghapus kenyataan bahwa pelaku sebenarnya hanya bermaksud untuk mengancam. Demikianlah pandangan Hoge Raad dalam arrest tanggal 14 Juni 1926.[7]

    Adapun menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 98) menyebutkan definisi kekerasan adalah mempergunakan kekuatan atau kekuasaan yang agak besar secara tidak sah (hal. 127). Adapun definisi melakukan kekerasan setidaknya termuat dalam KUHP pada Pasal 89 KUHP yakni menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil dan tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya. Yang disamakan dengan “melakukan kekerasan” ialah membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah).

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang;
    3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;
    4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektroniksebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013.

    Referensi:

    1. KBBI, intimidasi, yang diakses pada Selasa, 23 Januari 2024, pukul 16.00 WIB;
    2. Cambridge Dictionary, yang diakses pada Selasa, 30 Januari 2024, pukul 14.05 WIB;
    3. PAF Lamintang dan Theo Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara. Edisi kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2010;
    4. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1994;
    5. Wirjono Prodjodikoro. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: Eresco, 1986.

    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”).

    [2] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. (Bogor: Politeia, 1994), hal. 127

    [3] Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    [4] PAF Lamintang dan Theo Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara, Edisi kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 334

    [5] PAF Lamintang dan Theo Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara, Edisi kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 334

    [6] PAF Lamintang dan Theo Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara, Edisi kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 334-335.

    [7] PAF Lamintang dan Theo Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara, Edisi kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 334-335.

    Tags

    kekerasan
    hukum pidana

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Akun Pay Later Anda Di-Hack? Lakukan Langkah Ini

    19 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!