Apakah seorang Bupati bisa melakukan pemotongan terhadap anggaran dana desa yang bersumber dari APBN sebelum diberikan ke desa-desa sebesar Rp. 30 juta? Lembaga apa saja yang berkewajiban melakukan pengawasan terhadap anggaran dana desa yang bersumber dari APBN?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Intisari:
Bupati memiliki kewajiban untuk membuat penetapan rincian dana desa melalui Peraturan Bupati/Walikota. Bupati/Walikota dapat melakukan pemotongan terhadap dana desa dalam hal masih terdapat Sisa Dana Desa di Rekening Kas Desa (“RKD”) tahun anggaran sebelumnya lebih dari 30% (tiga puluh persen).
Dalam hal terdapat Sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya lebih dari 30% (tiga puluh persen), Bupati/walikota menunda penyaluran Dana Desa. Jika setelah sanksi penundaan tersebut, masih terdapat Sisa Dana Desa di RKD lebih dari 30% (tiga puluh persen), Bupati/walikota melakukan pemotongan penyaluran Dana Desa. Pemotongan penyaluran dana desa dilakukan pada penyaluran dana desa tahun anggaran berikutnya.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Pasal 1 angka 2 PP 8/2016 memberikan definisi dana desa sebagai berikut:
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa dana desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Namun, dana desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.[1]
Alur Penganggaran, Pengalokasian, dan Penyaluran Dana Desa
Penganggaran, pengalokasian, dan penyaluran dana desa secara rinci diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa (“Permenkeu 49/2016”) dan PP 60/2014 beserta perubahannya:
1.Penganggaran Dana Desa Setiap Kabupaten/Kota
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun Indikasi Kebutuhan Dana dan Rencana Dana Pengeluaran Dana Desa dengan memperhatikan persentase Dana Desa yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan kinerja pelaksanaan Dana Desa menjadi dasar penganggaran Dana Desa.[2] Berdasarkan penganggaran dana desa ini, Dirjen Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap kabupaten/kota.[3]
Kemudian rincian disampaikan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) saat pembahasan Tingkat I Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN untuk mendapat persetujuan.[4] Rincian dana desa setiap kabupaten/kota ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.[5]
2.Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa
Berdasarkan rincian Dana Desa setiap kabupaten/kota, bupati/walikota menghitung rincian Dana Desa setiap Desa.[6] Tata cara pembagian dan penetapan besaran Dana Desa ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.[7]
3.Penyaluran Dana Desa
Dana Desa disalurkan oleh Pemerintah kepada kabupaten/kota. Penyaluran Dana Desa dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (“RKUN”) ke Rekening Kas Umum Daerah (“RKUD”). Kemudian, Dana Desa tersebut disalurkan oleh kabupaten/kota kepada Desa. Penyaluran Dana Desa kepada Desa dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari RKUD ke Rekening Kas Desa (“RKD”).[8]
Penyaluran Dana Desa dilakukan secara bertahap pada tahun anggaran berjalan dan dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterima di RKUD.[9]
Tahapan Penyaluran Dana Desa
Penyaluran Dana Desa dilakukan secara bertahap dari RKUD ke RKD, dengan ketentuan sebagai berikut:[10]
a.tahap I, pada bulan Maret sebesar 60% (enam puluh persen); dan
b.tahap II, pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh persen).
Penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD dilaksanakan oleh bupati/walikota.[11]
Penyaluran dana desa dari RKUD ke RKD dilakukan setelah Bupati/Walikota menerima:[12]
a.Peraturan desa mengenai APBDesa;
b.Laporan realisasi penggunaan dana desa satu tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal bupati/walikota tidak menyalurkan Dana Desa, Menteri dapat mengenakan sanksi administratif berupa penundaan penyaluran dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil yang menjadi hak kabupaten/kota yang bersangkutan.[13]
Pemotongan Dana Desa oleh Bupati/Walikota
Bupati/Walikota dapat melakukan pemotongan terhadap dana desa dalam hal masih terdapat Sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya lebih dari 30% (tiga puluh persen).
Dalam hal terdapat Sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya lebih dari 30% (tiga puluh persen), Bupati/walikota menunda penyaluran Dana Desa.[14] Penundaan penyaluran Dana Desa tersebut dilakukan terhadap penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran berjalan sebesar Sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya.[15]
Penundaan penyaluran Dana Desa tersebut dilakukan sampai dengan Sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya telah direalisasikan penggunaannya, sehingga Sisa Dana Desa di RKD menjadi paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari anggaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya.[16]
Jika sampai bulan Juli tahun anggaran berjalan Sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya masih lebih besar dari 30% (tiga puluh persen), penyaluran Dana Desa yang ditunda disalurkan bersamaan dengan penyaluran Dana Desa tahap II.[17]
Jika setelah sanksi penundaan tersebut di atas, masih terdapat Sisa Dana Desa di RKD lebih dari 30% (tiga puluh persen), Bupati/walikota melakukan pemotongan penyaluran Dana Desa.[18]
Pemotongan penyaluran dana desa dilakukan pada penyaluran dana desa tahun anggaran berikutnya.[19] Bupati/walikota melaporkan pemotongan penyaluran dana desa kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.[20]
Jadi dalam konteks pertanyaan Anda, perlu dilihat lagi alasan bupati melakukan pemotongan terhadap anggaran dana desa yang bersumber dari APBN tersebut. Jika memang pemotongan tersebut bukan karena alasan adanya sanksi penundaan penyaluran dana desa karena ada sisa dana desa, maka pemotongan tersebut tidak dibenarkan.
Pengawasan Dana Desa
Pemerintah Pusat melakukan pemantauan dan evaluasi atas pengalokasian, penyaluran, penggunaan, dan pelaporan Dana Desa.[21]
a.penghitungan pembagian besaran Dana Desa setiap Desa oleh kabupaten/kota; dan
b.realisasi penggunaan Dana Desa.
Hal tersebut diatur lebih lanjut dalam Permenkeu 49/2016 bahwa Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan bersama dengan Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melakukan pemantauan atas pengalokasian, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa.[24] Pemantauan ini dilakukan terhadap:
a.penerbitan peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan besaran Dana Desa;
b.penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD;
c.penyampaian laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa; dan
d.Sisa Dana Desa di RKUD.
Pemantauan terhadap penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD dilaksanakan untuk memastikan penyaluran telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[25]
Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan terdapat penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan memberikan teguran kepada bupati/walikota.[26]
Ketidaksesuaian penyaluran tersebut, dapat berupa:[27]
a.keterlambatan penyaluran; dan/atau
b.tidak tepat jumlah penyaluran.
Dana Desa yang terlambat disalurkan dan/atau tidak tepat jumlah penyalurannya harus segera disalurkan ke RKD oleh bupati/walikota paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima teguran dari Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.[28]