Saya baru saja melangsungkan pernikahan campuran dengan pria WNA asal Inggris di Indonesia secara muslim di KUA Bandung. KTP saya adalah KTP Jakarta. Karena tempat kerja saya di Bandung dan keluarga saya berasal dari Tasikmalaya, maka saya melangsungkan pernikahan di Bandung dengan proses numpang menikah di KUA Bandung.
Pertanyaan saya adalah:
Pernikahan campuran yang sudah saya proses di KUA Bandung, apakah perlu diregistrasikan lagi ke Catatan Sipil atau tidak?
Jika iya, harus diregistrasi di Catatan Sipil mana, Bandung atau Jakarta?
Mohon petunjuk untuk prosedur proses update status perkawinan saya di KTP, serta apakah benar Kartu Keluarga nanti harus dibuat surat domisili untuk suami saya dulu, padahal dia tidak menetap di Indonesia? Dan bagaimana prosedur pembuatan KTP untuk suami saya? Terima kasih banyak sebelumnya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perkawinan campuran adalah perkawinan yang dilatarbelakangi oleh perbedaan warga negara.
Lantas, apakah perkawinan campuran yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (“KUA”) wajib diregistrasikan pada Kantor Catatan Sipil? Kemudian, bagaimana syarat update Kantor Tanda Penduduk (“KTP”) untuk Warga Negara Indonesia (“WNI”) serta penerbitan Kartu Keluarga (“KK”) dan KTP untuk Warga Negara Asing (“WNA”)?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pengertian Perkawinan Campuran
Berdasarkan keterangan yang Anda berikan, maka perkawinan Anda adalah perkawinan campuran karena Anda sebagai Warga Negara Indonesia (“WNI”) menikah dengan Warga Negara Asing (“WNA”) di Indonesia. Perkawinan campuran atau mixed marriage juga dikenal sebagai perkawinan antar warga negara, dimana sebuah perkawinan dilatarbelakangi oleh berbagai macam perbedaan, yaitu salah satunya adalah perbedaan kebangsaan.[1]
Perkawinan campuran diatur dalam Pasal 57 UU Perkawinanyang berbunyi:
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Kemudian Pasal 60 ayat (1), (2), dan (3) UU Perkawinanmenyatakan bahwa:
Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi.
Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1)telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi.
Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan itu, maka atas permintaan yang berkepentingan, Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau tidak.
Kami mengasumsikan bahwa perkawinan campuran yang Anda lakukan telah memenuhi syarat-syarat perkawinan sebagaimana yang berlaku di Indonesia dan tidak ada rintangan dalam melangsungkan perkawinan campuran, sehingga seharusnya Anda telah menerima surat keterangan dari pegawai pencatat perkawinan yang menyatakan bahwa benar syarat telah terpenuhi dan tidak ada rintangan dalam melangsungkan perkawinan. Kemungkinan lain, apabila petugas pencatat perkawinan menolak memberikan surat keterangan, maka Anda telah menerima keputusan dari Pengadilan yang menyatakan bahwa penolakan surat keterangan dari pegawai pencatat perkawinan itu tidak beralasan.
Pencatatan Perkawinan Campuran
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 61 ayat (1) UU Perkawinan, perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang. Kemudian, Pasal 2 ayat (1) PP 9/1975menyatakan bahwa:
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
Maka, dapat disimpulkan bahwa pencatatan perkawinan menurut agama Islam dilakukan oleh pegawai pencatat, yang mana berdasarkan Pasal 2 ayat (2)Permenag 20/2019dilakukan oleh Kepala Kantor Urusan Agama (“KUA”) Kecamatan atau Pegawai Pencatat Nikah Luar Negeri (“PPN LN”).
Pernikahan antara seorang pria dengan seorang wanita beragama Islam yang berbeda kewarganegaraan salah satunya berkewarganegaraan Indonesia dicatat pada KUA Kecamatan atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.[2]
Sebagai informasi, Kepala KUA Kecamatan adalah penghulu yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala KUA Kecamatan.[3] Terdapat juga Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (“PPPN”) yaitu pegawai aparatur sipil negara atau anggota masyarakat yang ditugaskan untuk membantu Penghulu dalam menghadiri peristiwa nikah.[4]
Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, perkawinan campuran yang Anda lakukan di KUA Bandung tidak perlu diregistrasikan kembali ke Catatan Sipil, karena bagi yang menganut agama Islam dicatatkan pada KUA.
Update KTP untuk WNI, Penerbitan KK, dan Penerbitan KTP untuk WNA
Selanjutnya, terkait pertanyaan lainnya mengenai update status perkawinan Anda di Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) dari “belum kawin” menjadi “kawin”, hal tersebut merupakan perubahan data, yang akan kami jelaskan sebagai berikut.
Update KTP untuk WNI
Penerbitan KTP Elektronik (“KTP-el”) karena perubahan data bagi penduduk WNI atau Penduduk Orang Asing yang memiliki izin tinggal tetap harus memenuhi persyaratan:[5]
Kartu Keluarga (“KK”);
KTP-el lama;
kartu izin tinggal tetap; dan
surat keterangan/bukti perubahan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting.
Penerbitan KK
Penerbitan KK baru untuk Penduduk WNI harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:[6]
buku nikah/kutipan akta perkawinan atau kutipan akta perceraian;
surat keterangan pindah/ surat keterangan pindah datang bagi Penduduk yang pindah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
surat keterangan pindah luar negeri yang diterbitkan oleh Disdukcapil Kabupaten / Kota bagi WNI yang datang dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena pindah;
surat keterangan pengganti tanda identitas bagi Penduduk rentan Administrasi Kependudukan; dan
Petikan Keputusan Presiden tentang pewarganegaraan dan berita acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia bagi Penduduk WNI yang semula berkewarganegaraan asing atau petikan Keputusan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum tentang perubahan status kewarganegaraan.
Sedangkan, penerbitan KK baruuntuk Penduduk Orang Asing harus memenuhi persyaratan berikut:[7]
izin tinggal tetap;
buku nikah/kutipan akta perkawinan atau kutipan akta perceraian atau yang disebut dengannama lain; dan
surat keterangan pindah bagi penduduk yang pindah dalam wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.
Mengenai Kartu Izin Tinggal Tetap (“KITAP”) dapat Anda baca selengkapnya pada Apa Itu KITAS/KITAP dan Cara Mengurusnya. Sedangkan, surat keterangan pindah datang digunakan sebagai dasar penerbitan KK, KTP, atau Surat Keterangan Tempat Tinggal bagi Orang Asing yang bersangkutan.[8]
Penerbitan KTP untuk WNA
Penerbitan KTP-el baru bagi Penduduk Orang Asing yang memiliki izin tinggal tetap harus memenuhi persyaratan:[9]
telah berusia 17 (tujuh belas) tahun, sudah kawin, atau pernah kawin;
KK;
Dokumen Perjalanan; dan
kartu izin tinggal tetap.
Sebagai informasi, pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pada Disdukcapil Kabupaten/ Kota dan UPT Disdukcapil Kabupaten/ Kota dan Perwakilan Republik Indonesia dilaksanakan melalui tahapan pelaporan, verifikasi dan validasi, perekaman data, dan pencatatan dan/atau penerbitan dokumen.[10]Selengkapnya mengenai tata cara pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, Anda dapat membaca Pasal 62 sampai Pasal 72 Perpres 96/2018.
Kesimpulannya, perkawinan campuran atau mixed marriage adalah perkawinan antar warga negara, dimana perkawinan dilatarbelakangi oleh perbedaan kebangsaan. Setelah melangsungkan perkawinan, terdapat update status perkawinan di KTP WNI dari “belum kawin” menjadi “kawin”, yang merupakan perubahan data. Namun, selain update KTP WNI, jika Anda menikah dengan WNA, maka terdapat juga penerbitan KK dan KTP baru bagi WNA yang salah satu syaratnya adalah kepemilikan KITAP.