Intisari:
Concursus creditorum itu adalah syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditur agar seorang debitur dinyatakan pailit. Seluruh harta kekayaan debitur, baik yang telah ada maupun yang masih akan ada di kemudian hari merupakan jaminan seluruh utang debitur yang timbul, baik dari undang-undang maupun dari perjanjian, yang harus berbagi secara proporsional di antara para krediturnya, sehingga syarat mengenai harus adanya dua kreditur atau lebih kreditur adalah mutlak. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Concursus Creditorum adalah istilah dalam Kepailitan yang berkaitan dengan syarat kepailitan.
Syarat Kepailitan
Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Kepailitan itu adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam UU 37/2004.
[1]
Pasal 8 ayat (4) UU 37/2004 mengatur sebagai berikut:
Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.
Merujuk pada ketentuan tersebut, jelas bahwa yang harus terbukti secara sederhana adalah fakta atau keadaan bahwa syarat dinyatakan kepailitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004 telah terpenuhi, yaitu:
Ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
[2] "Kreditor" di sini mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen.
[3]Ada sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih yang tidak dibayar lunas oleh debitor. Artinya adalah ada kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.
[4]
Jadi berdasarkan hal tersebut, seorang debitur dinyatakan pailit apabila debitur memiliki paling sedikit dua kreditur dan ada sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Arti dari Concursus Creditorum
Menurut Sutan Remy Sjahdeini dalam bukunya Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan (hal. 132), concursus creditorum itu adalah syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditur. Jadi syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditur agar seorang debitur dinyatakan pailit ini disebut dengan concursus creditorum.
Syarat bahwa debitur harus mempunyai dua kreditur atau lebih tidak dipersyaratkan atau tidak ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1
) Faillissements-verordening.
[5]
Lebih lanjut menurut Sutan Remy, oleh karena UU 37/2004 merupakan pelaksanaan dari asas hukum perjanjian “
seluruh harta kekayaan debitur, baik yang telah ada maupun yang masih akan ada di kemudian hari merupakan jaminan seluruh utang debitur yang timbul, baik dari undang-undang maupun dari perjanjian, yang harus berbagi secara proporsional di antara para krediturnya,” maka syarat mengenai harus adanya dua kreditur atau lebih kreditur adalah mutlak.
[6]
Apabila debitur hanya mempunyai seorang kreditur, maka tidak perlu ditempuh upaya kepailitan terhadap debitur untuk menghindarkan terjadinya perebutan di antara para kreditur terhadap harta kekayaan debitur.
[7]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Referensi:
Sutan Remy Sjahdeini. 2016. Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan. Jakarta: Prenadamedia Group.
[1] Pasal 1 angka 1 UU 37/2004
[2] Pasal 1 angka 2 UU 37/2004
[3] Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004
[4] Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004
[5] Sutan Remy Sjahdeini, hal. 132
[6] Sutan Remy Sjahdeini, hal. 132
[7] Sutan Remy Sjahdeini, hal. 132