Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Penyelesaian Perselisihan Hak pada PHK karena Pensiun

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Penyelesaian Perselisihan Hak pada PHK karena Pensiun

Penyelesaian Perselisihan Hak pada PHK karena Pensiun
LBH JakartaLBH Jakarta
LBH Jakarta
Bacaan 10 Menit
Penyelesaian Perselisihan Hak pada PHK karena Pensiun

PERTANYAAN

Jika ada karyawan yang di-PHK karena sudah memasuki usia pensiun, apakah wajib dilaporkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pengadilan Hubungan Industrial), tapi hal tersebut dikecualikan dalam hal pekerja/buruh mencapai usia pensiun.
     
    Dalam hal perusahaan tidak atau kurang memberikan hak pensiun kepada pekerjanya, maka hal tersebut termasuk ke dalam perselisihan hak. Hal pertama yang dapat pekerja lakukan yakni melakukan perundingan bipartit antara pekerja/serikat buruh dengan pengusaha berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
     
    Bagaimana langkah selanjutnya jika gagal? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pengadilan Hubungan Industrial), tapi hal tersebut dikecualikan dalam hal pekerja/buruh mencapai usia pensiun.
     
    Dalam hal perusahaan tidak atau kurang memberikan hak pensiun kepada pekerjanya, maka hal tersebut termasuk ke dalam perselisihan hak. Hal pertama yang dapat pekerja lakukan yakni melakukan perundingan bipartit antara pekerja/serikat buruh dengan pengusaha berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
     
    Bagaimana langkah selanjutnya jika gagal? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pemutusan Hubungan Kerja karena Pensiun
    Perlu diketahui bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) karena pensiun sudah diatur dalam Pasal 167 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang berbunyi:
     
    Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun, dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program jaminan pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
     
    Apabila perusahaan Anda telah mengikutsertakan pekerjanya dalam program pensiun dan ternyata besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus lebih kecil daripada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, dan uang  penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, maka selisihnya dibayar oleh pengusaha.[1]
     
    Sedangkan dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang iurannya/preminya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha.[2]
     
    Namun, apabila perusahaan Anda tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam program pensiun, maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, dan uang  penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan.[3]
     
    Ketentuan terkait pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak terhadap pekerja yang diputus hubungan kerjanya karena memasuki usia pensiun ini juga dapat diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[4]
     
    Penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
    Sebelumnya kami kurang jelas apa maksud “apakah wajib dilaporkan ke PHI” dalam pertanyaan Anda, namun kami asumsikan sebagai apakah diperlukan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
     
    Memang berdasarkan Pasal 151 ayat (3) UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa jika perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
     
    Namun terdapat pengecualiannya dalam Pasal 154 huruf c UU Ketenagakerjaan, yaitu penetapan tersebut tidak diperlukan dalam hal pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja.
     
    Perselisihan Hak
    Selanjutnya jika perusahaan tidak atau kurang memberikan hak pensiun kepada pekerjanya sebagaimana disebutkan di atas, maka hal tersebut termasuk ke dalam perselisihan hak.
     
    Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[5]
     
    Maka hal pertama yang dapat pekerja lakukan yakni dengan mengajukan perundingan bipartit antara pekerja/serikat buruh dengan pengusaha secara musyawarah untuk mencapai mufakat berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”).
     
    Apabila perundingan bipartit tersebut gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, yakni dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja setempat dengan melampirkan bukti risalah perundingan bipartit.[6]
     
    Jika perundingan tersebut tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.[7]
     
    Sebaliknya jika perundingan tersebut berhasil mencapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama.[8]
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    [1] Pasal 167 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
    [2] Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
    [3] Pasal 167 ayat (5) UU Ketenagakerjaan
    [4] Pasal 167 ayat (4) UU Ketenagakerjaan
    [5] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”)
    [6] Pasal 4 ayat (1) UU 2/2004
    [7] Pasal 5 UU 2/2004
    [8] Pasal 7 ayat (1) dan ayat (3) UU 2/2004

    Tags

    hukumonline
    phk

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!