KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dapatkah Jaksa Mengajukan Permohonan Kepailitan?

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Dapatkah Jaksa Mengajukan Permohonan Kepailitan?

Dapatkah Jaksa Mengajukan Permohonan Kepailitan?
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dapatkah Jaksa Mengajukan Permohonan Kepailitan?

PERTANYAAN

Bisakah perusahaan diajukan pailit oleh Kejaksaan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Kepailitan adalah sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan Kurator di bawah Hakim Pengawas. Debitor yang dapat dinyatakan pailit adalah debitor yang memenuhi syarat kepailitan yaitu mempunyai 2 (dua) kreditor atau lebih yang utangnya telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
     
    Lalu siapa saja pihak yang dapat mengajukan permohonan kepailitan dan apakah jaksa termasuk?
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Kepailitan adalah sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan Kurator di bawah Hakim Pengawas. Debitor yang dapat dinyatakan pailit adalah debitor yang memenuhi syarat kepailitan yaitu mempunyai 2 (dua) kreditor atau lebih yang utangnya telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
     
    Lalu siapa saja pihak yang dapat mengajukan permohonan kepailitan dan apakah jaksa termasuk?
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Definisi dan Syarat Kepailitan
    Kepailitan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU 37/2004”) adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
     
    Hadi Shubhan, dalam bukunya Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan (hal. 1) membedakan apa itu Pailit dan Kepailitan:
     
    Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran.
     
    Sedangkan Kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari.
     
    Dengan pembedaan di atas menurut Hadi Shubhan, berarti kreditor atau kreditor-kreditor baru dapat mengajukan permohonan kepailitan apabila debitor sudah pailit (tidak mampu untuk membayar utangnya).
     
    Pada dasarnya untuk mengajukan kepailitan, debitor harus memenuhi unsur-unsur di Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004, yaitu:
    1. mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditor;
    2. tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih; dan
    3. dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
     
    Apakah Jaksa Dapat Mengajukan Permohonan Kepailitan?
    Berkaitan dengan pertanyaan Anda, apakah jaksa dapat mengajukan permohonan pailit? Sebelum menjawab pertanyaan Anda, mari kita ketahui dulu siapa saja pihak yang berhak mengajukan pailit atas debitor. Berikut penjelasannya:
     
    Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.[1] Syarat dua atau lebih kreditor dalam kepailitan mencakup kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen.[2]
     
    Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Siapa yang Berhak Memohonkan Pailit atas Penjamin Obligasi?, tidak semua kreditor dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitor sebagaimana kita dapat lihat pembatasan-pembatasannya dalam Pasal 2 ayat (2), (3), (4) dan (5) UU 37/2004 yang berbunyi sebagai berikut:
     
    1. ….
    2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.
    3. Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
    4. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
    5. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
     
    Jadi menjawab pertanyaan Anda, berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU 37/2004, selain kreditor, jaksa juga mempunyai kewenangan untuk mengajukan permohonan kepailitan.[3]
     
    Apabila Kejaksaan mengajukan permohonan pernyataan pailit, maka dengan sendirinya Kejaksaan bertindak demi dan untuk mewakili kepentingan umum. Contohnya, kepentingan umum dapat timbul dalam keadaan antara lain:[4]
    1. debitor melarikan diri;
    2. debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan;
    3. debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;
    4. debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;
    5. debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam penyelesaian masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; dan atau
    6. dalam hal lainnya yang menurut Kejaksaan merupakan kepentingan umum.
    Namun, kewenangan itu juga dibatasi oleh Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2000 tentang Permohonan Pernyataan Pailit untuk Kepentingan Umum (“PP 17/2000”) yang menyatakan bahwa kejaksaan dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit dengan alasan kepentingan umum, apabila:
    1. debitor mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya 1 (satu) utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih; dan
    2. tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit.
     
    Contoh Kasus
    Sebagaimana pernah dijelasakan dalam artikel Pengadilan Kabulkan Permohonan Pailit Kejaksaan, tim Jaksa Pengacara Negara pernah mengajukan permohonan kepailitan terhadap PT Qurnia Sari Alam Raya (QSAR) dan Ramly Arabi selaku Direktur Utama PT QSAR. Menurut majelis hakim, permohonan pailit tersebut telah memenuhi syarat pailit yaitu adanya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih serta adanya kreditor lain. Majelis hakim berpijak pada fakta hukum yang ada. Faktanya, utang tersebut berasal dari dana investasi masyarakat (investor) melalui proposal kerjasama di bidang agribisnis.
     
    Demi menarik perhatian investor, Ramly menawarkan komposisi pembagian keuntungan sebesar 60 : 40 untuk investor. Bila panen berhasil, investor mendapatkan keuntungan sebesar 60% dan 40% untuk QSAR. Namun, sejak Januari 2002, pembayaran keuntungan mandeg. Bahkan belakangan, modal investor pun tak bisa dikembalikan.
     
    Masih dari sumber yang sama, selain itu Direktur Utama PT QSAR juga diseret kejaksaan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas utang ini. Rupanya, ketidakmampuan perusahaan dalam membayar dana investasi masyarakat lantaran kesalahan dan kelalaian yang dilakukan Ramly selaku Direktur Utama. Kejaksaan menuding bahwa Ramly telah menggelapkan dana masyarakat. Ramly telah menyalahgunakan dana yang dipercayakan masyarakat untuk dikelola perusahaan. Termohon Pailit II ini menggunakan dana masyarakat ini untuk mendanai aset-aset milik pribadinya.
     
    Eksistensi utang dan kesalahan tersebut diperkuat dengan putusan Pengadilan Tinggi Bandung, yaitu dalam Putusan Nomor: 247/Pid/2003/PT.Bdg yang menyatakan Ramly bersalah menghimpun dana masyarakat tanpa izin. Utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih karena jangka waktu investasi adalah 3 bulan.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan  Kewajiban Pembayaran Utang;
     
    Referensi:
    Hadi Shubhan .Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Jakata: Kencana Prenada Media Group. 2008.
     

    [1] Pasal 1 angka 2 UU 37/2004
    [2] Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004
    [3] Pasal 1 PP 17/2000
    [4] Penjelasan Pasal 1 PP 17/2000

    Tags

    acara peradilan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!