KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Kewajiban Pemotor Menyalakan Lampu Utama Merupakan Pelanggaran HAM?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Apakah Kewajiban Pemotor Menyalakan Lampu Utama Merupakan Pelanggaran HAM?

Apakah Kewajiban Pemotor Menyalakan Lampu Utama Merupakan Pelanggaran HAM?
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Kewajiban Pemotor Menyalakan Lampu Utama Merupakan Pelanggaran HAM?

PERTANYAAN

Kendaraan roda dua wajib menyalakan lampu utama di siang hari, lampu utama itu tidak bisa diketahui oleh driver apakah mati atau hidup saat berkendara di siang hari. Kecuali saat driver berhenti atau berkendara di malam hari. Jika driver roda dua ditilang saat berkendara karena lampu utama mati, apakah driver bisa melakukan pembelaan? karena saat driver berkendara, sang driver tidak selalu mengetahui lampu utama itu mati atau hidup seperti yang dijelaskan di atas tadi, driver hanya mengetahui lampu utama mati saat driver berhenti atau saat berkendara di malam hari. Lalu bagaimana hak pembelaan untuk driver yang kedapatan ditilang di jalan saat ada polantas menyetop driver karena lampu utamanya mati? Apakah pasal itu juga melanggar hak asasi manusia karena Pasal 107 ayat (2) UU LLAJ tidak menjelaskan secara rinci bila driver tidak mengetahui lampu utama mati saat sedang berkendara di siang hari masih dapat toleransi.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Khusus bagi pengemudi sepeda motor, selain wajib menyalakan lampu utama pada malam hari dan pada kondisi tertentu, juga wajib menyalakan lampu utama pada siang hari. Jika tidak, maka berdasarkan Pasal 293 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ancaman pidananya adalah pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp 100 ribu.
     
    Menurut hemat kami, aturan tersebut tidak dapat dikatakan telah melanggar Hak Asasi Manusia (“HAM”) Anda karena memang tujuan aturan tersebut adalah mengatur ketertiban dan pada pasal tersebut tidak terdapat unsur secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Khusus bagi pengemudi sepeda motor, selain wajib menyalakan lampu utama pada malam hari dan pada kondisi tertentu, juga wajib menyalakan lampu utama pada siang hari. Jika tidak, maka berdasarkan Pasal 293 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ancaman pidananya adalah pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp 100 ribu.
     
    Menurut hemat kami, aturan tersebut tidak dapat dikatakan telah melanggar Hak Asasi Manusia (“HAM”) Anda karena memang tujuan aturan tersebut adalah mengatur ketertiban dan pada pasal tersebut tidak terdapat unsur secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Kewajiban Sepeda Motor Menyalakan Lampu Utama pada Siang Hari
    Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel Wajibkah Pengemudi Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Pagi Hari? dan Dasar Hukum Kewajiban Menyalakan Lampu Kendaraan pada Siang Hari, kewajiban terhadap kendaraan bermotor untuk menyalakan lampu utama diatur dalam Pasal 107 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) yang berbunyi sebagai berikut:
     
    1. Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.
    2. Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
     
    Khusus bagi pengemudi sepeda motor selain wajib menyalakan lampu utama pada malam hari dan pada kondisi tertentu juga wajib menyalakan lampu utama pada siang hari. Jika tidak, maka berdasarkan Pasal 293 ayat (2) UU LLAJ ancaman pidananya adalah pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp 100 ribu.
     
    Dapat kita lihat bahwa norma dalam Pasal 107 ayat (2) UU LLAJ memang mengharuskan pengemudi sepeda motor untuk menyalakan lampu pada siang hari dan aturan tersebut pada dasarnya bersifat “memaksa” serta aturan ini dibuat oleh pembentuk undang-undang agar hal tersebut dipatuhi masyarakat.
     
    Selain aturan tersebut, pengendara yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.[1] Persyaratan teknis dan laik jalan yang harus dipenuhi oleh kendaraan yang dioperasikan, salah satunya adalah daya pancar dan arah sinar lampu utama.[2]
     
    Jika hal di atas tidak dipenuhi, maka terhadap pengemudi dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.[3]
     
    Menurut hemat kami, langkah ini dipersiapkan dalam UU LLAJ agar pengemudi melakukan upaya pencegahan demi keselamatan berkendara, salah satunya dengan cara ketentuan memenuhi lampu utama sepeda motor serta keharusan pengemudi menyalakannya pada waktu yang telah ditentukan (malam hari, kondisi tertentu, dan siang hari).
     
    Itu artinya, sebelum berkendara setiap pengemudi memeriksa kelengkapan berkendara termasuk lampu utama, sehingga nanti dapat dinyalakan sebelum saat berkendara. Menurut hemat kami, apa yang Anda katakan bahwa lampu utama itu tidak bisa diketahui oleh driver apakah mati atau hidup saat berkendara di siang hari, tidak serta merta menjadi alasan. Anda bisa menyalakannya (memastikan bahwa itu menyala) sebelum berkendara atau jika saat berkendara, Anda bisa melihat indikator pada sepeda motor Anda.
     
    Pembelaan
    Berdasarkan keterangan Anda, kami simpulkan bahwa pada kasus ini Anda telah melanggar ketentuan yang diwajibkan oleh UU LLAJ. Ketidaktahuan Anda menurut hemat kami tidak dapat dijadikan dasar untuk membela diri sebagai toleransi atas kesalahan Anda. UU LLAJ juga sudah memberikan langkah preventif, bahwa sebelum berkendara hendaknya memeriksa kelengkapan berkendara, termasuk lampu utama.
     
    Tetapi bukan berarti jika melanggar aturan serta merta Anda bisa langsung dikenakan sanksi (harus melewati proses hukum di sidang pengadilan tilang). Di sini Anda memiliki hak untuk membela diri sebagaimana disebutkan oleh Pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yang berbunyi:
     
    Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.
     
    Hal ini supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu, wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa.[4]
     
    Norma Hukum dalam UU LLAJ Melanggar HAM?
    Kemudian terkait dengan pertanyaan Anda, apakah pasal atau norma itu juga melanggar hak asasi manusia (“HAM”) karena Pasal 107 ayat (2) UU LLAJ tidak menjelaskan secara rinci bila driver/pengemudi tidak mengetahui lampu utama mati saat sedang berkendara di siang hari masih dapat toleransi?
     
    Untuk menjawab pertanyaan Anda tersebut, ada baiknya kita ketahui apa itu norma hukum.
     
    Menurut Maria Farida Indrati Soeprapto, dalam bukunya Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya (hal 6.), dalam perkembangannya norma itu diartikan sebagai suatu ukuran atau patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat. Jadi, inti suatu norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi. Suatu norma itu baru ada apabila terdapat lebih dari satu orang, karena norma itu pada dasarnya mengatur tata cara bertingkah laku seseorang terhadap orang lain, atau terhadap lingkungannya. Setiap norma itu mengandung suruhan-suruhan (penyuruhan-penyuruhan) yang di dalam bahasa asingnya sering disebut dengan das Sollen (ought to be/ ought to do) yang di dalam bahasa Indonesia sering dirumuskan dengan istilah hendaknya. (Contoh hendaknya engkau mengormati orang tua).
     
    Lebih lanjut Maria Farida (hal.11) memberikan perbedaan-perbedaan antara norma hukum dan norma-norma lainnya, ialah sebagai berikut:
    1. Suatu norma hukum itu bersifat heteronom, dalam arti bahwa norma hukum itu datangnya dari luar diri kita sendiri.
    Contoh: dalam hal pembayaran pajak, kewajiban itu datangnya bukan dari diri kita sendiri tetapi dari negara sehingga kita harus memenuhi kewajiban tersebut, senang atau tidak senang;
    1. Suatu norma hukum itu dapat dilekati dengan sanksi pidana ataupun sanksi pemaksa secara fisik, sedangkan norma lainnya tidak dapat dilekati oleh sanksi pidana ataupun sanksi pemaksa secara fisik.
    Contoh: apabila seseorang melanggar norma hukum, misalnya menghilangkan nyawa orang lain, maka ia akan dituntut dan dipidana).
    1. Dalam norma hukum sanksi pidana atau sanksi pemaksa itu dilaksanakan oleh aparat negara sedangkan terhadap pelanggaran norma-norma lainnya sanksi itu datangnya dari diri kita sendiri
    Misalnya adanya perasaan berdosa atau bersalah, atau terhadap pelanggaran norma-norma moral atau norma adat tertentu, para pelanggarnya akan dikucilkan dari masyaratakat.
     
    Sedangkan HAM menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
     
    Adapun yang dimaksud dengan pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.[5]
     
    Melihat penjelasan di atas, Pasal 107 UU LLAJ pada dasarnya mengandung norma hukum umum, sejalan dengan pendapat Maria Farida (hal. 12) dapat berarti bahwa suatu peraturan itu ditujukan untuk semua orang, semua warga negara, untuk seluruh provinsi, satu wilayah.
     
    Khusus pada Pasal 107 UU LLAJ ditujukan untuk semua orang yang mengemudikan kendaraan bermotor (termasuk sepeda motor) harus mematuhi peraturan tersebut demi kelancaran dan ketertiban lalu lintas.
     
    Menurut hemat kami, aturan tersebut tidak dapat dikatakan telah melanggar HAM Anda, karena memang tujuannya adalah mengatur ketertiban dan pada pasal tersebut tidak terdapat unsur secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang.
     
    Jika Anda tetap merasa keberatan dengan pasal tersebut karena menurut Anda telah melanggar hak Anda, maka Anda dapat mengajukan uji materiil (judicial review) atas pasal tersebut terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ke Mahkamah Konsitusi. Hak mengajukan judicial review diberikan bagi pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang sebagaimana diatur di Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
     
    Referensi:
    Maria Farida Indrati Soeprapto. 1998. Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius
     

    [1] Pasal 106 ayat (3) UU LLAJ
    [2] Pasal 48 ayat (1) dan ayat (3) huruf g UU LLAJ
    [3] Pasal 285 ayat (1) UU LLAJ
    [4] Penjelasan Pasal 52 KUHAP
    [5] Pasal 1 angka 6 UU HAM

    Tags

    polantas
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!