Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dapatkah Anggota Parpol Mencalonkan Diri Menjadi Anggota DPD?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Dapatkah Anggota Parpol Mencalonkan Diri Menjadi Anggota DPD?

Dapatkah Anggota Parpol Mencalonkan Diri Menjadi Anggota DPD?
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dapatkah Anggota Parpol Mencalonkan Diri Menjadi Anggota DPD?

PERTANYAAN

Bagaimana jika saya anggota parpol sedang mencalonkan sebagai anggota DPD? Tapi saya bukan pengurus parpol, hanya anggota parpol.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Pengurus partai politik ("parpol") termasuk sebagai anggota parpol, tetapi tidak semua anggota parpol menjadi pengurus parpol. Dengan jelas pengurus parpol berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 jo.  Pasal 182 huruf l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dilarang menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah ("DPD"). Maka dengan ini anggota parpol yang tidak tergabung ke dalam kepengurusan parpol dapat mencalonkan diri menjadi anggota DPD.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Pengurus partai politik ("parpol") termasuk sebagai anggota parpol, tetapi tidak semua anggota parpol menjadi pengurus parpol. Dengan jelas pengurus parpol berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 jo.  Pasal 182 huruf l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dilarang menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah ("DPD"). Maka dengan ini anggota parpol yang tidak tergabung ke dalam kepengurusan parpol dapat mencalonkan diri menjadi anggota DPD.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Siapa yang Dapat Mencalonkan sebagai Anggota DPD?
    Dalam Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”) dijelaskan definisi dari Peserta Pemilihan Umum ("Pemilu") sebagai berikut:
     
    Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, perseorangan untuk Pemilu anggota DPD, dan pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
     
    Peserta Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah ("DPD") adalah perseorangan setelah memenuhi persyaratan:[1]
    1. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;
    2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
    3. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    4. dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia;
    5. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat;
    6. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
    7. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;
    8. sehat jasmani dan rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika;
    9. terdaftar sebagai Pemilih;
    10. bersedia bekerja penuh waktu;
    11. mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, Kepala Desa dan perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa, aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha milik desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali;
    12. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    13. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;
    14. mencalonkan hanya untuk 1 (satu) lembaga perwakilan;
    15. mencalonkan hanya untuk 1 (satu) daerah pemilihan; dan
    16. mendapatkan dukungan minimal dari Pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan.
     
    Berdasarkan artikel Larangan Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD Sejak Pemilu 2019, atas dasar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 ("Putusan MK 30/2018") terkait pengujian Pasal 182 huruf l UU Pemilu yang ditafsirkan sebagai larangan bagi pengurus parpol menjadi anggota DPD berlaku sejak putusan diucapkan. Artinya, aturan itu berlaku untuk pelaksanaan Pemilu 2019.
     
    Dalam amarnya, majelis hakim menyatakan bahwa frasa "pekerjaan lain" dalam Pasal 182 huruf l UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik.
     
    Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna menegaskan ketika MK memutuskan sebuah norma terutama yang dikabulkan, maka biasanya sudah dapat berlaku dan mengikat secara hukum sejak putusan diucapkan dalam sidang. Selain itu, putusan MK berlaku mengikat sebagaimana halnya berlakunya sebuah undang-undang ("UU"). Putusan MK sederajat dan setara dengan berlakunya UU. Karenanya, MK disebut negative legislator. Putusan MK 30/2018 telah menyatakan anggota DPD sejak Pemilu Tahun 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik ("parpol") bertentangan dengan UUD 1945. Ditegaskan juga oleh beliau, bahwa jika dalam Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya terdapat calon anggota DPD dari pengurus partai politik, Putusan MK 30/2018 dapat dijadikan dasar membatalkan hasil perolehan suara keterpilihan calon DPD yang dimaksud.
     
    Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa pengurus parpol dilarang untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPD.
     
    Simak juga artikel Mahkamah Konstitusi sebagai Negative Legislator dan Positive Legislator.
     
    Apakah Berarti Anggota Parpol Dapat Menjadi Anggota DPD?
    UU Pemilu dan juga Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (“UU Parpol”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (“UU 2/2011”) tidak membedakan secara eksplisit antara anggota parpol dan pengurus parpol.
     
    Mengenai anggota parpol, dalam UU Parpol disebutkan Warga Negara Indonesia dapat menjadi anggota parpol apabila telah berumur 17 tahun atau sudah/pernah kawin.[2] Keanggotaan parpol ini bersifat sukarela, terbuka, dan tidak diskriminatif bagi negara Indonesia yang menyetujui Anggaran Dasar ("AD") dan Anggaran Rumah Tangga ("ART").[3] Parpol melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi:[4]
    1. anggota Partai Politik;
    2. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
    3. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan
    4. bakal calon Presiden dan Wakil Presiden.
     
    Kedaulatan parpol berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut AD dan ART parpol. Anggota Partai Politik mempunyai hak dalam menentukan kebijakan serta hak memilih dan dipilih. Lalu anggota parpol wajib mematuhi dan melaksanakan AD dan ART serta berpartisipasi dalam kegiatan Partai Politik.[5]
     
    Sedangkan kepengurusan parpol di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui musyawarah sesuai dengan AD dan ART.[6] Pergantian kepengurusan parpol di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.[7] Kepengurusan parpol tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara, tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi, untuk tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, sementara di tingkat kecamatan berkedudukan di ibu kota kecamatan, dan apabila dibentuk pada tingkat desa/kelurahan kedudukan kepengurusannya disesuaikan dengan wilayah yang bersangkutan.[8] Selain itu kepengurusan parpol dapat membentuk badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat parpol beserta anggotanya.[9]
     
    Yang perlu diperhatikan juga bahwa pendiri dan pengurus parpol dilarang merangkap sebagai anggota parpol lain.[10]
     
    Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa untuk menjadi anggota parpol dan pengurus parpol dikembalikan ke AD dan ART masing-masing papol. Akan tetapi, perbedaannya terdapat bahwa tidak semua anggota parpol menjadi pengurus parpol. Karena kepengurusan parpol dipilih secara demokratis melalui musyawarah, artinya  pengurus parpol dipilih oleh anggota parpol.
     
    Dapat disimpulkan bahwa pengurus parpol termasuk sebagai anggota parpol, tetapi tidak semua anggota parpol menjadi pengurus parpol. Dengan jelas pengurus parpol berdasarkan Putusan MK di atas dilarang menjadi anggota DPD. Maka dengan ini anggota parpol yang tidak tergabung kedalam kepengurusan parpol dapat mencalonkan diri menjadi anggota DPD.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018.

    [1] Pasal 181 dan Pasal 182 UU Pemilu
    [2] Pasal 14 ayat (1) UU Parpol
    [3] Pasal 14 ayat (2) UU Parpol
    [4] Pasal 29 ayat (1) UU 2/2011
    [5] Pasal 15 UU Parpol
    [6] Pasal 22 UU Parpol
    [7] Pasal 23 ayat (1) UU 2/2011
    [8] Pasal 19 UU 2/2011
    [9] Pasal 21 UU Parpol
    [10] Pasal 2 ayat (1b) UU 2/2011

    Tags

    partai
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    17 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!