Intisari:
Corporate Social Responsibility (CSR) perseroan berupa hibah gedung kepada Pemda tidak dapat dilakukan berdasarkan peraturan perundang–undangan, kecuali dengan mekanisme Bangun Guna Serah (BGS) yang dilakukan dengan kontrak kerjasama, yang mana perseroan dapat membangun gedung di atas tanah Pemda. Jika gedung tersebut telah berdiri, maka perseroan dapat memanfaatkan gedung sesuai jangka waktu yang disepakati dan setelah jangka waktu habis, gedung tersebut dapat menjadi Barang Milik Daerah (BMD). Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Tentang CSR
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran;
Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, dalam menyusun dan menetapkan rencana kegiatan dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) harus memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Realisasi anggaran untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilaksanakan oleh Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai biaya Perseroan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan oleh perseroan merupakan kebijakan pemerintah dalam UUPT agar badan usaha ini menyisihkan keuntungannya untuk membantu masyarakat. Membantu masyarakat melalui dana CSR tidak sama halnya membantu Pemerintah Daerah (“Pemda”) dengan dana CSR perseroan, apalagi bantuan itu berupa bangunan/gedung.
Kekayaan Pemda
Kekayaan Pemda yang terwujud dalam Barang Milik Daerah (“BMD”) memiliki pengaturan dan klasifikasi khusus dalam pengelolaannya. Beberapa pengaturan terkait BMD diatur melalui:
Pasal 6 Permendagri 19/2016 menerangkan bahwa:
BMD yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, meliputi:
barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/ kontrak;
barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang - undangan;
barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
barang yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas penyertaan modal pemerintah daerah.
Berdasarkan pasal ini, terlihat bahwa Pemda boleh menerima hibah yang nantinya menjadi BMD. Lebih lanjut pada Pasal 7 Permendagri 19/2016 diterangkan bahwa:
Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi hibah/sumbangan atau yang sejenis dari negara/lembaga internasional sesuai peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, pemberi hibah sesuai Pasal 7 Permendagri 19/2016 telah dibatasi yaitu Negara atau Lembaga Internasional. Ketatnya pengaturan hibah pada Pemda merupakan salah satu upaya antisipasif terhadap dugaan prilaku gratifikasi yang dapat dilakukan oleh pihak swasta.
Format hibah gedung kepada Pemda tidak dapat dilakukan dengan ditunjukkannya aturan ini. Tetapi jika melihat dari Pasal 6 huruf b Permendagri 19/2016 di atas terdapat formulasi dalam bentuk “barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak”, maka dapat dimungkinkan gedung yang dibangun oleh perusahaan/perseroan dapat dimiliki oleh Pemda yang nantinya menjadi BMD.
Ketentuan tersebut berdasar pada Pasal 8 Permendagri 19/2016 yang berbunyi:
Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b antara lain berasal dari:
kontrak karya;
kontrak bagi hasil;
kontrak kerjasama;
perjanjian dengan negara lain/lembaga internasional; dan
kerja sama pemerintah daerah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Kontrak kerjasama yang dimaksud pada huruf c di atas dapat dilaksanakan dengan konsep Bangun Guna Serah (BGS) yang mana BGS ini merupakan pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.[1] Ketentuan mengenai BGS diatur dalam Bagian Kedelapan mulai dari Pasal 219 Permendagri 19/2016.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa CSR perseroan berupa hibah gedung kepada Pemda tidak dapat dilakukan berdasarkan peraturan perundang–undangan, kecuali dengan mekanisme BGS yang dilakukan dengan kontrak kerjasama, yang mana perseroan dapat membangun gedung di atas tanah Pemda.
Jika gedung tersebut telah berdiri, maka perseroan dapat memanfaatkan gedung sesuai jangka waktu yang disepakati dan setelah jangka waktu habis, maka gedung tersebut dapat menjadi BMD.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1 angka 36 Permendagri 19/2016