Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU 8/2010, “pihak pelapor” adalah setiap orang yang menurut UU 8/2010 wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (“PPATK”). Pihak pelapor meliputi:
[1]penyedia jasa keuangan (salah satunya adalah bank);
penyedia barang dan/atau jasa lain.
Sedangkan “pelapor” adalah setiap orang yang beritikad baik dan secara sukarela menyampaikan laporan terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang.
[2] Dalam hal ini, setiap orang diartikan sebagai orang perseorangan atau korporasi. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
[3]
Meskipun bank masuk ke dalam penyedia jasa keuangan. Namun dalam hal ini bank memang memiliki kedudukan sebagai pihak pelapor maupun sebagai pelapor karena melaporkan dugaan tindak pidana pencucian uang.
Pertanyaan mengenai bank yang melaporkan pencucian uang ke PPATK berarti mengacu ke Pasal 83 ayat (1) UU 8/2010, yang bunyinya:
Pejabat dan pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib merahasiakan Pihak Pelapor dan pelapor.
Karena telah memberikan laporan kepada PPATK, seharusnya pihak-pihak yang disebutkan di atas termasuk juga pejabat dan pegawai PPATK, wajib merahasiakan identitas bank tersebut.
Tambahan informasi, apabila laporan tersebut dilanjutkan ke dalam sebuah persidangan, maka dalam persidangan juga dilarang untuk menyebutkan hal-hal yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor. Untuk itu dalam setiap persidangan sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim wajib mengingatkan saksi, penuntut umum, dan orang lain yang terkait dengan pemeriksaan perkara.
[4]
Menjawab pertanyaan Anda, pihak bank yang telah melaporkan tindak pidana pencucian uang dapat menggugat dengan meminta ganti rugi kepada PPATK dan/atau pegawai PPATK. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 83 ayat (2) UU 8/2010 yakni:
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan hak kepada pelapor atau ahli warisnya untuk menuntut ganti kerugian melalui pengadilan.
Secara eksplisit tidak disebutkan pengadilan mana pelapor bisa meminta ganti kerugian melalui pengadilan.
Namun menurut hemat kami, gugatan yang dimaksud adalah perbuatan melawan hukum (“PMH”) karena telah melanggar ketentuan UU 8/2010 tersebut. Pihak bank dapat mengajukan gugatan PMH berdasarkan Pasal 1365
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yaitu:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Mengenai PMH, dalam artikel
Langkah Hukum Jika Dituduh Bank Belum Melunasi Utang dijelaskan bahwa Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya
KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, seperti dikutip Rosa Agustina dalam buku
Perbuatan Melawan Hukum (hal. 35) menjabarkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut:
Harus ada perbuatan (positif maupun negatif);
Perbuatan itu harus melawan hukum;
Ada kerugian;
Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;
Ada kesalahan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Rosa Agustina. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia.
[1] Pasal 17 ayat (1) UU 8/2010
[2] Penjelasan Pasal 83 ayat (1) UU 8/2010
[3] Pasal 1 angka 9 dan 10 UU 8/2010